Hot Topic

Inilah Fakta-Fakta Kesaksian Ahli Dalam Sidang Peninjauan Kembali

Channel9.id – Jakarta. Selama proses persidangan PK  yang berlangsung  6 kali di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat, beberapa ahli dihadirkan untuk didengarkan keteranganya.  Diantaranya adalah  Dr. Hamdan Zoelva, Dr. Chairul Huda ( saksi Ahli Termohon PK)  dan  Abdul Fickar Hajar serta Dr. Priyo Djatmiko ( Saksi Ahli Pemohon PK).

Dalam keterangannya di depan Majelis Hakim yang dipimpin oleh Rosmina, saksi ahli dengan tegas menyampaikan bahwa Jaksa KPK tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan PK sesuai dengan aturan dalam KUHAP Pasal 263 ayat (1) serta Peraturan MK No. 33/PUU-XIV/2016 serta SEMA No. 04 tanggal 28 Maret 2014.

PK hanya dapat diajukan oleh Terdakwa atau Ahli Warisnya, dan objek PK adalah putusan pemidanaan, bukan putusan Onslag (lepas dari tuntutan hukum).

Dr. Chairul Huda, saksi ahli yang merupakan akademisi dari Universitas Muhammadiyah menyampaikan,  yurisprudensi mengenai PK diperkuat oleh adanya Keputusan Mahkamah Agung, No :268/KMA/SK/XII/2019, mengenai pemilahan perkara untuk mempercepat  penanganan perkara di Mahkamah Agung.

“Putusan ini masih baru, masih hangat-hangat kuku menyatakan bahwa perkara kategori yang tidak memenuhi syarat formalitas pengajuan kasasi dan pengajuan peninjauan kembali,” jelasnya. Jadi perkara yang tidak memiliki syarat formalitas sesuai dengan asas-asas formal tidak bisa diajukan PK. 

Dr. Hamdan Zoelva, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi yang dihadirkan sebagai saksi mengatakan dalam putusan MK Nomor: 33/PUU-XIV/2016 telah memberikan penafsiran konstitusional atas ketentuan Pasal 263 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Sehingga sudah jelas dalam putusan itu bahwa subjek yang berwenang mengajukan PK bukanlah jaksa KPK, tetapi Terdakwa atau Ahli Warisnya.

“Maka MK menegaskan bahwa pasal itu konstitusional. Manakala pasal dimaknai lain dari yang secara eksplisit dicantumkan di pasal 263 itu inkonstitutional atau bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945,” tutur Hamdan Zoelva di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Jum’at (14/2/2020).

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bersifat final dan binding,sehingga mengakhiri polemik soal apakah jaksa boleh mengajukan PK. Semua lembaga tanpa terkecuali harus mengikuti putusan Mahkamah Konstitusi.

Saksi yang dihadirkan KPK, Abdul Fickar Hadjar juga sepakat dengan putusan Mahkamah Konstitusi yang menyampaikan bahwa semua lembaga terikat dengan putusan Mahkamah Konstitusi yang bersifat final dan binding.

“ Tidak ada lembaga yang tidak terikat dengan putusan MK” jelasnya dalam sidang (24/1/2020). Lantaran sifatnya yang mengikat secara otomatis, mutatis mutandis maka semua lembaga mengikuti. Termasuk lembaga peradilan dan lembaga-lembaga negara lainnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

  +  76  =  82