Channel9.id-Jakarta. Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengatakan pemerintah akan melakukan prosedur pengumpulan data dan pelacakan aset hasil tindak pidana yang disimpan di Swiss. “Langkah selanjutnya tentu kami akan membentuk tim dan duduk bersama-sama dengan Bareskrim, Kejaksaan, KPK, serta Kementerian Luar Negeri untuk melakukan pelacakan aset,” kata Yasonna, Selasa, 14 Juli 2020.
Hal tersebut disampaikan Yasonna seusai DPR menyetujui Rancangan Undang-undang Pengesahan Perjanjian Bantuan Hukum Timbal Balik dalam Masalah Pidana Antara Republik Indonesia dan Konfederasi Swiss menjadi undang-undang dalam sidang paripurna di Gedung DPR, Jakarta.
Dia mengatakan pemerintah juga akan bekerja sama dengan pihak Swiss untuk membuka dan meminta data-data yang ada. Yasonna menegaskan bahwa aset hasil tindak pidana yang disimpan di Swiss sebelum Undang-undang tentang Perjanjian Bantuan Hukum Timbal Balik dalam Masalah Hukum Timbal Balik dalam Pidana Antara Republik Indonesia dan Konfederasi Swiss berlaku, tetap bisa dilacak dan disita oleh negara.
“Bagusnya, UU ini bersifat retroaktif. Jadi, seluruh kejahatan fiskal, pencucian uang, atau apa saja yang terjadi sebelum perjanjian ini bisa tetap kita lacak,” tutur Yasonna.
Menkumham juga menyampaikan bahwa pemerintah akan terus mencoba menjalin perjanjian Bantuan Hukum Timbal Balik (Mutual Legal Assistance/MLA) serupa dengan negara-negara lain sebagai upaya pemberantasan tindak pidana transasional. “UU kali ini kan khusus antara Swiss dengan Indonesia. Sebelumnya, kita juga sudah mengikat perjanjian Bantuan Hukum Timbal Balik dengan Rusia, Iran, dan sejumlah negara lain,” kata Yasonna.
Adapun Undang-undang yang mengatur tentang MLA dengan Swiss dirintis pada 2007 saat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bertemu Presiden Konfederasi Swiss Micheline Calmy-Rey di Istana Negara, Jakarta. Ketika itu, Calmy-Rey sepakat dengan ide pemerintah Indonesia dan Swiss yang bekerja sama mengembalikan aset koruptor di negara tersebut.
Pembicaraan kembali dilakukan pada 2010 saat Presiden Konfederasi Swiss Doris Leuthard berkunjung ke Indonesia, namun lantas redup akibat berbagai hambatan, termasuk teknis pengembalian aset dan ketatnya aturan perbankan di Swiss. Diskusi kembali hidup di era pemerintahan Presiden Joko Widodo, dan perundingan pertama pun digelar pada 28-30 April 2015 di Bali.
Delegasi Indonesia kala itu diketuai Direktur Hukum Internasional dan Otoritas Pusat yang kini menjabat Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Kemenkumham Cahyo Rahadian Muzhar. Dua tahun berikutnya, tepatnya pada 30-31 Agustus 2017, digelar perundingan kedua di Bern, Swiss.
Pada 4 Februari 2019 Yasonna dan Menteri Kehakiman Swiss Karin Keller-Sutter menandatangani perjanjian MLA Indonesia-Swiss dalam pertemuan di Bernerhof, Bern, Swiss.