Lifestyle & Sport

Belajar Filosofi Hidup dari Merancang Bangunan dengan Bambu

Channel9.id-Jakarta. Arsitektur modern selalu memisahkan bangunannya dari alam. Demikian hal ini dituturkan oleh Arsitek Budi Pradono di diskusi daring, Kamis (16/7).

Budi menyebut bahwa hal itu menjadi suatu persoalan. Oleh karenanya, ia berupaya mendialogkan alam dan bangunan, dengan memadukan keduanya. Salah satunya melalui bambu.

“Itulah yang menjadi titik poin saya untuk mengolah bambu. Saya juga tertarik dengan bambu karena filosofinya. Saya telah mencatat filosofi bambu untuk arsitektur modern,” katanya.

Adapun filosofi bambu yang Budi catat di antaranya: kuat, lentur, fleksibel, tenang, selalu siap, kosong, riang, tumbuh cepat, bangkit kembali, tegar, seksi, dan pusat=kuat.

Berangkat dari realita saat ini di mana pandemi Covid-19 berlangsung, Budi mengatakan, sebaiknya manusia belajar dan mencontoh pada filosofi bambu.

“Dengan adanya pandemi, kita harus mengubah total pola hidup kita. Kita harus berhenti sejenak untuk berpikir dan mempertahankan sesuatu. Di sini kita bisa belajar dari bambu,” ujarnya.

Setiap merancang, ungkap Budi, setidaknya ada filosofi yang bisa dipetik dari bambu. Misalnya kuat dan lentur.

“Bambu memang terlihat lemah jika dibandingkan dengan pohon lain, tapi dia kuat. Diterpa angin pun kuat. Selain itu, dia mudah ditekuk tapi sulit putus, ini lentur. Jika ingin memanfaatkan kelenturan ini, kita mesti belajar membentuknya dengan gerakan yang lembut. Kita harus berayun secara harmonis. Jadi ini merepresentasikan kehidupan kita,” tutur Budi.

Kemudian manusia bisa belajar dari bambu untuk bersikap fleksibel. Budi mencontohkan, mestinya manusia tidak hanya fokus pada satu hal saja, yang justru bisa membuat lupa dengan hal lain. Karenanya, harus bisa fleksibel.

Selain itu, sebagaimana bambu yang tumbuh cepat, manusia pun demikian. “Kita harus punya komitmen, pertumbuhan dan pembaharuan mestinya beriringan. Seperti saat lockdown, tubuh kita tetap di rumah, tapi jangan sampai otak kita diam saja. Kita mestinya punya semangat keberlanjutan sehingga akan ada memunculkan lompatan besar yang tidak terbatas,” jelas dia.

Lalu manusia juga harus belajar bersikap tenang seperti bambu. Menurut Budi, hadirnya bambu memberi suasana tenang. “Misalnya, kehidupan kita yang cepat dan sibuk, bisa membuat kita kacau karena digempur terlalu banyak informasi. Seperti saat pandemi ini, misalnya. Jadi, kita perlu sekali menenangkan diri sehingga kita bisa melihat dengan jelas dan jernih,” terangnya lagi.

Lebih lanjut, Budi sejatinya ingin membalikkan konotasi bambu yang murah. Ia menggunakan bambu di kawasan dan bangunan yang tidak murah, dengan harapan bisa mengangkat citra bambu.

“Citra bambu itu jatuh karena cara menebangnya tidak sesuai dengan yang dijelaskan oleh Pak Jatnika (red: Ketua Yayasan Bambu Indonesia). Jadi, cara menebang dan men-treatnya salah dan asal cepat. Akibatnya, bambu masih mengandung glukosa dan manis sehingga lemah, dan seterusnya,” ujarnya.

“Saya pikir penting sekali untuk menguasai teknik penebangan dan sebagainya, sehingga bisa diimplementasikan di arsitektur modern. Tanpa mengerti kekuatan dan kelemahan bambu. Kita tidak mungkin mengolahnya menjadi bangunan yang modern,” sambungnya lagi.

(LH)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

  +  55  =  62