Hot Topic

Refleksi Akhir Tahun, P2G Beri Nilai 75,2 untuk Kinerja Nadiem Makarim

Channel9.id – Jakarta. Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) memberikan nilai rata-rata 75,2 kategori Predikat C atau pas-pasan untuk kinerja Mendikbud Nadiem Makarim selama tahun 2020.

Penilaian itu didasarkan pada 15 kebijakan yang dikeluarkan Nadiem, khususnya yang berhubungan dengan sekolah, guru, dan siswa. Koordinator P2G Satriwan Salim menyampaikan, penilaian ini menunjukan kinerja Mendikbud tidak terlalu bagus.

“Nilai 75,2 secara objektif menunjukkan kinerja yang sebenarnya tidak terlalu bagus dari Mendikbud, berdasarkan indikator-indikator yang sudah disusun P2G. Diambil dari 15 kebijakan Mendikbud tahun 2020. Tanpa bertendensi tertentu, P2G berharap potret nilai tersebut diharapkan mampu menjadi pemacu kinerja Mas Nadiem agar lebih baik tahun depan 2021,” kata Satriwan pada Webinar Refleksi Kritis Catatan Akhir Tahun Pendidikan sepanjang 2020 pada Minggu sore, 27 Desember 2020.

Satriwan merinci, skor penilaian 15 kebijakan itu yakni 9 nilai merah (D dan E), 1 nilai C, 1 nilai B, dan 4 nilai A. Dengan keterangan, penilaian dengan skala 0-100 yakni Nilai 0-59 Sangat Kurang (E), Nilai 60-74 Kurang (D), Nilai 75-79 Cukup (C), Nilai 80-89 Baik (B), dan Nilai 90-100 Sangat Baik (A)

“Kalau dibagi diambil rata-rata, maka Nilai Mendikbud adalah C atau cukup,” kata Satriwan.

Dari 15 kebijakan tersebut, dua di antaranya terkait rencana penyelenggaraan AN pada Maret 2021 dan rencana Pembelajaran Tatap Muka (PTM) Januari 2021. Kedua kebijakan itu diberikan nilai D oleh P2G.

Terkait Rencana AN pada Maret 2021, P2G memberi nilai 60 kategori Predikat D alias nilai merah untuk kebijakan Asesmen Nasional Kemdikbud. Beberapa indikator penilaian yang menghasilkan nilai akhir 60 untuk rencana kebijakan AN Maret 2021 nanti:

Pertama, AN belum ada Naskah Akademik dan Permendikbud-nya.

Kedua, AN terkesan tergesa-gesa dan dipaksakan jika dilakukan Maret 2021.

Ketiga, pelaksanaan AN berpotensi berdampak terhadap psikologi siswa, orang tua, dan guru sebab kondisi masih pandemi bahkan makin meningkat dan tentunya “masih PJJ” di beberapa daerah.

Keempat, pembelajaran selama pandemi hampir 9 bulan sangat tak efektif dan tak optimal, lantas tiba-tiba siswa mesti mengikuti AN, ini sungguh tidak berkeadilan.

Kelima,  sosialisasi kepada siswa, orang tua, dan guru masih sangat minim hingga akhir Desember ini.

Keenam, waktu tinggal 2 bulan artinya persiapan jelas tidak akan optimal, di sisi lain ekspektasi orang tua, sekolah, Pemda pasti tinggi (maksimal) terhadap hasil AN anaknya.

Ketujuh, jika AN bertujuan untuk memotret kualitas pembelajaran di sekolah, maka kita sudah punya rapor yang memotretnya, diantaranya: Nilai AKSI, TIMSS, PISA, maupun UKG Guru. Hasil semua dari platform penilaian tadi menunjukkan pendidikan Indonesia memang masih rendah. Sementara itu bagi P2G, yang dibutuhkan sebenarnya adalah tindak lanjut dari potret rapor yang rendah tersebut. Kemdikbud mesti mengacu kepada UU Sisdiknas (Pasal 58 ayat 2 dan 59 ayat 1) tentang Evaluasi Pendidikan, yang masih belum dilaksanakan pasca penghapusan UN. Sementara itu AN bukanlah alat mengevaluasi pendidikan, sebab AN diselenggarakan oleh Balitbang, Kemdikbud bukan lembaga mandiri.

“Oleh karena itu, berdasarkan atas alasan pertimbangan di atas, P2G meminta Kemendikbud membatalkan rencana Pelaksanaan AN Maret 2021,” demikian ungkap Satriwan yang merupakan guru di Jakarta Timur.

Terkait Rencana PTM Januari 2021, P2G memberikan nilai 68 kategori Predikat D alias nilai merah untuk rencana Kemendikbud dalam Pembelajaran Tatap Muka (PTM) Januari 2021 nanti. Mengingat kondisi terakhir, kasus Covid-19 makin tinggi, ditambah libur siswa pasca-UAS, Natal, dan Tahun Baru. Mobilitas masyarakat akan tinggi, makanya P2G terus menyuarakan agar guru, siswa, dan orang tua menunda dan menahan rencanya untuk libur akhir tahun demi menahan penyebaran Covid-19.

P2G memandang SKB 4 Menteri Jilid 3 tidak tegas dengan diksi “membolehkan” PTM dan menyerahkan begitu saja kepada Pemda. Oleh karena itu P2G meminta Pemerintah dan Pemda untuk menunda PTM Januari 2021, khususnya di zona merah, oranye, dan kuning.

Memang rencana PTM tak bisa dipukul rata sama di semua daerah dan zona. Adapun di zona hijau dapat saja melakukan PTM dengan syarat: Memenuhi 5 SIAP; Protokol Kesehatan ketat; SOP Disdik dan Sekolah; Tes Swab bagi warga sekolah; dan Izin dari masing-masing orang tua. Jika syarat di atas tak terpenuhi maka tentu perpajang PJJ adalah pilihan terbaik. Akan terlalu spekulatif dan sangat berbahaya, jika Kemdikbud dan Pemda membolehkan sekolah PTM mulai Januari 2021.

Harus diakui, bahwa ada daerah dan sekolah yang berada di zona hijau, yang mereka sudah melaksanakan PTM beberapa bulan terakhir dengan protokol kesehatan. Tentu bagi daerah-daerah tertentu kebijakan memperpanjang PJJ bukan opsi terbaik, apalagi selama 9 bulan ini siswa tak mengikuti PJJ dengan optimal. Dari hasil Survei P2G akhir November lalu di 100 kota/kab, 29 provinsi, terlihat bahwa penyerapan materi pembelajaran siswa hanya 25%, khususnya PJJ melalui metode guru kunjung (PJJ Luring).

“P2G mendesak agar Kemendikbud dan Kemenag jangan lepas tanggungjawab. Harus benar-benar meng-kroscek pemenuhan 5 SIAP dan Daftar Periksa tiap-tiap sekolah di daerah. Kemendikbud jangan hanya pasif menerima atau sekadar mengecek kesiapan sekolah via online (Daftar Periksa, red), tapi harus agresif proaktif mengecek kesiapan sekolah tersebut. Optimalisasi peran Pengawas Sekolah sebagai jembatan sekolah dengan Disdik; Koordinasi intens dengan Disdik dapat dilakukan Kemdikbud segera,” katanya.

HY

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

3  +  1  =