Ekbis Opini

Beberapa Catatan Tentang Turunnya Tingkat Pengangguran

Oleh: Awalil Rizky* 

Channel9.id-Jakarta. “Tingkat pengangguran di Indonesia telah mengalami penurunan. Hal ini didorong oleh naiknya penciptaan lapangan kerja baru,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam rapat paripurna DPR minggu lalu. Dikatakan bahwa sempat naik pada Agustus 2020, namun turun kembali pada Februari 2021.

Data tentang pengangguran dipublikasi dua kali dalam setahun oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Kondisi Februari biasanya dipublikasi pada awal Mei, dan kondisi Agustus pada awal November. Perhitungannya terutama berdasar hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) pada kondisi bulan bersangkutan.

Sampel sakernas Februari sebanyak 75.000 rumah tangga. Sedangkan Sakernas Agustus memiliki sampel yang jauh lebih banyak, mencapai 300.000 rumah tangga. Jika tidak disebut secara khusus, analisis tingkat pengangguran tahun tertentu biasanya dianggap memakai data bulan Agustus.

Jumlah pengangguran pada Februari 2021 sebanyak 8,75 juta orang, berkurang sekitar 1,02 juta orang dibanding Agustus 2020 yang mencapai 9,77 juta orang. Masih tercatat bertambah 1,82 juta orang jika dibandingkan Februari 2020 yang sebanyak 6,93 juta orang.

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Indonesia pada Februari 2021 sebesar 6,26%, mengalami penurunan dibanding Agustus 2020 yang mencapai 7,07%. Juga masih tercatat naik dibanding Februari 2020 yang sebesar 4,94%.

Pemerintah perlu mewaspadai kondisi Agustus 2021 nanti. Kecenderungan selama ini, jumlah dan TPT Agustus lebih tinggi dari Februari pada tahun bersangkutan.

Dalam hal penduduk yang bekerja, BPS menyajikan data tentang jumlah yang bekerja secara tidak penuh. Ukurannya jika bekerja di bawah jam kerja normal atau kurang dari 35 jam seminggu. Data semacam ini penting terkait dengan produktifitas dan peluang memperoleh upah atau pendapatan bagi pekerja.

Pekerja tidak penuh pada Februari 2021 mencapai 46,92 juta orang.  Jauh lebih banyak dibanding Februari 2020 yang hanya 40,21 juta orang. Bahkan, masih bertambah dibanding Agustus 2020 yang sebanyak 46,43 juta orang.

Pekerja Tidak Penuh dilaporkan terdiri dari dua kategori, yaitu setengah penganggur dan pekerja paruh waktu. Setengah Penganggur masih mencari pekerjaan atau masih bersedia menerima pekerjaan. Dalam publikasi lama, kelompok ini disebut setengah pengangguran terpaksa. Sedangkan Pekerja Paruh Waktu tidak mencari pekerjaan atau tidak bersedia menerima pekerjaan lain. Dahulu disebut setengah pengangguran sukarela.

Jumlah Setengah Penganggur pada Februari 2021 sebanyak 11,42 juta orang, berkurang sekitar 1,67 juta orang dibanding Agustus 2020 yang mencapai 13,09 juta orang. Tercatat bertambah dibanding Februari 2020 yang hanya 8,45 juta orang.

Sebagai tambahan informasi, jumlah setengah penganggur pada Agustus 2020 merupakan yang terbanyak selama satu dekade terakhir untuk kondisi Agustus. Sedangkan Februari 2021 terbanyak untuk kondisi Februari sejak tahun 2014.

Mereka yang bekerja juga dikelompokkan BPS berdasar status pekerjaan atau jenis kedudukannya dalam melakukan pekerjaan. Jika lebih dari satu, maka dicatat sesuai status pada pekerjaan yang utama. Status pekerjaan dibedakan menjadi 7 kategori.

Kategori terbanyak adalah sebagai buruh atau karyawan atau pegawai, yang mencapai 48,52 juta orang atau 37,02% dari pekerja pada Februari 2021. Mereka ini bekerja pada orang lain atau instansi atau perusahaan secara tetap dengan menerima upah atau gaji, baik berupa uang maupun barang. Termasuk pegawai negeri sipil serta anggota TNI dan POLRI.

Jumlahnya turun dari 52,34 juta orang pada Agustus 2019 menjadi 46,72 juta orang pada Agustus 2020. Kembali sedikit meningkat menjadi 48,52 juta orang atau 37,02% dari total pekerja pada Februari 2021. Jumlah dan porsi itu masih terbilang rendah dibanding kondisi selama beberapa tahun sebelumnya.

Pada saat bersamaan, terdapat 14,26% yang masuk kategori pekerja keluarga/tak dibayar. Mereka ini bekerja membantu orang lain yang berusaha dengan tidak mendapat upah atau gaji, baik berupa uang maupun barang. Dalam kehidupan sehari-hari mereka tampak serupa penganggur, termasuk jika ditanya langsung apakah mereka menganggap dirinya bekerja. Bagaimanapun, BPS mencatatnya sebagai bekerja, sesuai konsep yang dipakai Sakernas.

Pekerja keluarga/tak dibayar ini meningkat pesat selama pandemi. Dari sebanyak 14,76 juta orang pada Agustus 2020 menjadi 18,32 juta orang pada Agustus 2021 atau bertambah 2,80 juta orang. Ternyata masih sedikit bertambah pada Februari 2021, mencapai 19,18 juta orang.

Fenomena ketenagakerjaan di era pandemi ini ditandai pula oleh penurunan pendapatan pekerja. Rata-rata upah atau pendapatan bersih sebulan pekerja pada Februari 2021 sebesar Rp2,57 juta, turun dibanding Februari 2020 yang sebesar Rp2,66 juta.

Secara lebih khusus, pendapatan bersih sebulan pekerja bebas di pertanian hanya sebesar Rp1,03 juta. Secara keseluruhan, upah dan pendapatan pekerja di sektor pertanian juga jauh di bawah rata-rata, hanya sebesar Rp1,40 juta.

Padahal, porsi terbesar pekerja beraktifitas di sektor pertanian dari 17 sektor lapangan usaha dalam klasifikasi BPS. Mencapai 38,78 juta orang atau 29,76% pada Februari 2021.

Catatan penting lainnya yang perlu diperhatikan terkait suatu ciri fenomena ketenagakerjaan di banyak negara berkembang, termasuk Indonesia. Yakni, tingkat pengangguran yang rendah atau tidak terlalu tinggi sering beriringan dengan masalah kemiskinan yang masih serius. Mereka terlalu miskin untuk menganggur, sehingga bersedia bekerja dengan syarat yang tidak menguntungkan sekalipun.

Indikasi hal tersebut masih terjadi di Indonesia antara lain pada tingkat pengangguran yang lebih rendah dari rata-rata nasional di beberapa provinsi yang memiliki tingkat kemiskinan lebih tinggi dari rata-rata nasional. Contohnya antara lain adalah provinsi Papua, Maluku Utara, Gorontalo, dan Nusa Tenggara Timur.

Dari uraian di atas, jumlah penganggur dan tingkat pengangguran terbuka pada Februari 2021 memang mengalami penurunan dibanding Agustus 2020. Namun, masih disertai banyak catatan tentang kondisi ketenagakerjaan. Bisa dikatakan masih belum pulih seperti kondisi normal sebelum pandemi.

*Ekonom

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

11  +    =  13