Oleh: Awalil Rizky*
Channel9.id-Jakarta. Total anggaran penanganan Covid-19 (PC) dan pemulihan ekonomi nasional (PEN) naik menjadi Rp744,75 triliun. Hal ini disampaikan oleh Menkeu Sri Mulyani dalam konferensi pers tentang Evaluasi Pelaksanaan PPKM Darurat pada Sabtu 17 Juli.
Sebelumnya, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto sempat menyebut akan adanya tambahan anggaran sebesar Rp 225,4 triliun pada Senin 5 Juli lalu. Dengan demikian, anggaran PEN 2021 akan menjadi sebesar Rp924,83 triliun.
Pernyataan itu kemudian direvisi oleh anak buahnya sendiri, Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso pada 15 Juli. Dikatakannya bahwa Pemerintah tidak akan menambah pagu anggaran Program Pemulihan Ekonomi Nasional 2021. Hanya akan diatur prioritas mana yang diberikan dan refocusing belanja terlebih dahulu.
Sejak awal, alokasi anggaran program PC-PEN memang diakui Pemerintah masih akan bergerak dinamis untuk memastikan dukungan fiskal program yang tepat. Postur APBN 2021 memang disusun agar hal itu dimungkinkan, serta telah diberi payung hukum.
Jika ditelusuri, awalnya anggaran Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional 2021 direncanakan sebesar Rp 372,3 triliun pada akhir tahun lalu, setelah APBN diundangkan. Nilainya bergerak selama bulan Januari dan Februari, dari Rp 403,9 triliun, Rp 553,09 triliun dan Rp 619 triliun. Besaran alokasi yang kemudian tak berubah lagi selama beberapa bulan adalah sebesar Rp699,43 triliun. Baru direvisi lagi menjadi Rp744,75 triliun pada tanggal 17 juli.
APBN 2021 dalam bentuk pasal-pasal dan ayat-ayat Undang-Undang Nomer 9 tahun 2020 memang tidak menyebut nilai persis alokasi anggaran PC dan PEN. Tentu saja tidak memuat rincian alokasi. Namun, Nota Keuangan sebagai “dasar pemikiran” APBN dan bagian tak terpisahkan dari undang-undang telah memiliki narasi tentang soalan tersebut.
Pada tahun 2020, Perpres Nomer 72 sebagai APBN Perubahan menyebut sebagian nilai alokasi dalam pasalnya, namun hanya dalam konteks tertentu. Belum ada rincian klaster apa saja, apalagi besaran nilainya. Alokasi selanjutnya diatur oleh Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomer 185 tahun 2020, yang baru ditandatangani pada 24 Nopember.
Secara internal pemerintah tentu saja substansi PMK itu telah dipakai beberapa bulan sebelumnya. Informasi tentang macam klaster program dan alokasinya telah disampaikan kepada publik sejak Juli.
Penjelasan Menkeu Sri Mulyani tentang alokasi anggaran PC-PEN 2021 yang terkini menyebut 5 klaster. Rinciannya sebagai berikut: Perlindungan sosial (Rp187,84 triliun), Kesehatan (Rp214,95 triliun), Insentif Usaha (Rp62,83 triliun), Dukungan UMKM dan Korporasi (Rp161,20 triliun), dan Program Prioritas (Rp117,94 triliun).
Penggolongan atau klaster anggaran PC-PEN 2021 sedikit berbeda dengan tahun 2020. Dua klaster terpisah pada 2020 disatukan, yaitu dukungan UMKM dan pembiayaan korporasi. Klaster Sektoral Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah dihilangkan, diganti dengan klaster program prioritas, yang masih mencakupnya dengan sedikit perluasan. Namun, belum ada PMK baru tentang perubahan itu.
Dalam hal kenaikan alokasi dari Rp699,43 triliun menjadi Rp744,75 triliun, terutama terjadi pada dua klaster. Perlindungan sosial, dari Rp153,86 triliun menjadi Rp187,84 triliun. Kesehatan, dari Rp193,93 triliun menjadi Rp214,95 triliun.
Anggaran PC-PEN ini sebenarnya memiliki persoalan lain yang cukup serius, yaitu dalam hal realisasi atau penyerapannya. Realisasi pada 2020 hanya sebesar 82,83% dari pagu yang dialokasikan. Hanya sebesar Rp575,85 triliun dari Rp695,20 triliun. Dan pada realisasi APBN 2021 yang sedang berjalan hanya terealisasi 36,1% (Rp252,3 triliun) sampai dengan akhir Juni atau selama enam bulan.
Salah satu klaster yang realisasinya rendah pada tahun 2020 adalah kesehatan, yang hanya mencapai 62,99%. Direalisasikan sebesar Rp62,67 triliun dari pagu alokasi sebesar Rp99,50 triliun. Kondisi ini terulang kembali hingga akhir Juni 2021, yang baru terealisasi Rp47,77 triliun (24,6% dari alokasi Rp193,93 triliun).
Dengan kata lain, penambahan alokasi bagi kesehatan memang sangat dibutuhkan dalam kondisi terkini dari pandemi. Namun, alokasi terdahulu pun belum direalisasikan secara optimal.
Sebagai tambahan informasi, klaster kesehatan pada tahun 2020 terdiri dari 7 sub klaster. Yaitu: Insentif Tenaga Medis, Santunan Tenaga Medis, Bantuan Iuran JKN, Gugus Tugas Covid-19, Insentif Perpajakan di Bidang Kesehatan, Penanganan Vaksin Covid-19, dan Belanja Penanganan Covid Lainnya.
Realisasi yang baru mencapai Rp47,77 triliun (24,6%) hingga akhir Juni 2021 belum dipublikasi secara rinci berdasar subklaster. Rincian subklaster bisa saja nantinya sedikit berbeda dengan tahun 2020. Laporan realisasi APBN semester I tahun 2021 hanya menyebut berbagai pemanfaatannya. Antara lain disebutkan: (1) pengadaan vaksin sebanyak 53,91 juta dosis, pelaksanaan vaksinasi yang mencapai 29,28 juta orang untuk vaksinasi ke-1 dan 13,47 juta orang untuk vaksinasi ke-2; (2) pembayaran biaya perawatan pasien Covid-19 bagi 236,34 ribu pasien; pembayaran insentif tenaga kesehatan (nakes) bagi 465,8 ribu nakes; (4) pembayaran santunan kematian bagi 164 nakes; penyaluran bantuan iuran JKN kelompok PBPU dan BP Kelas III bagi 19,15 juta orang; dan (6) Insentif perpajakan untuk pengadaan vaksin dan alat kesehatan dengan nilai mencapai Rp3,6 triliun.
Baca juga: Utang Pemerintah Telah Diingatkan BPK Sejak Sebelum Pandemi
Hal yang cukup menarik adalah penyatuan dua klaster yang terpisah pada 2020, yaitu dukungan UMKM dan pembiayaan korporasi. Pada 2020, alokasi dukungan UMKM terealisasi Rp112,63 triliun atau 96,53% dari alokasinya. Sedangkan pembiayaan korporasi mencapai Rp60,73 triliun terealisasi seluruhnya atau 100%.
Meski belum ada rincian, ada indikasi pembiayaan korporasi menjadi jauh lebih besar pada tahun 2021. Indikasi tersebut antara lain dari informasi tentang penyertaan modal negara pada BUMN, yang masuk dalam klaster ini. Sementara itu, narasi tentang UMKM cenderung mengarah pada penurunan alokasi. Salah satu alasannya, UMKM telah memperoleh dukungan melalui skema lain.
Dari uraian di atas, tampak soal realisasi atau penyerapan menjadi sangat serius dan mendesak dibenahi. Banyak pemberitaan tentang kesulitan rumah sakit dalam menagih haknya, begitu pula dengan insentif tenaga kesehatan. Pada sisi lain, realisasi alokasi klaster kesehatan masih amat rendah. Padahal alokasinya kembali ditambah. Dan sebenarnya pemerintah masih leluasa untuk menggeser antar klaster, apalagi subklaster.
Penulis berpandangan bahwa dari dahulu “setan anggaran sering bersembunyi dalam rinciannya”. Pada kondisi darurat saat ini, ada peluang setan tersebut makin menjadi-jadi. Pemerintah sebaiknya makin meningkatkan tranparansinya, dan semua pihak makin serius mengawasi. Pemerintah dan kita semua sedang susah, tetapi jangan ditambah dengan banyak salah.
*Ekonom