Channel9.id – Jakarta. Dosen Hukum Pidana Universitas Trisakti Azmi Syahputra menyampaikan, polisi sudah tepat menggunakan pasal penyebaran berita bohong dan ormas kepada Pimpinan Khilafatul Muslimin Abdul Qadir Hasan Baraja.
Menurutnya, sejumlah barang bukti yang ditemukan kepolisian membuktikan bahaya Khilafatul Muslimin bagi keutuhan bangsa dan negara.
“Polisi harus tegas karena berkaitan dengan ideologi bangsa, sehingga para pelaku semakin jera. Serta, tidak menjadikan persoalan ideologi bangsa ini permainan atau dicoba untuk ditukar dengan alasan apapun,” ujar Azmi dalam keterangannya, Rabu 8 Juni 2022.
Baca juga: Kapolri: Kasus Khilafatul Muslimin Terus Dikembangkan
Azmi menilai, tindakan polisi menetapkan Abdul Qadir sebagai tersangka sangat tepat. Pasalnya, sejumlah materi ceramah Abdul diduga mengandung provokasi yang menganggu ketahanan bangsa. Ceramah itu dapat dikualifikasikan dalam Pasal 14 UU Nomor 1/1946, tentang Peraturan Hukum Pidana.
“Misalnya materi ceramah berjudul ‘Hanya Orang Biadab Yang Mau Tunduk dan Patuh kepada Aturan Selain Aturan Allah’ di acara haflah PPUI Bekasi dan diunggah di media sosial, dapat dikualifikasikan dalam Pasal 14 UU Nomor 1/1946, tentang Peraturan Hukum Pidana,” ucap Azmi.
“Ceramah yang diduga berisi provokasi itu dapat mengganggu ketahanan bangsa dan berlawanan dengan ideologi Pancasila,” ujar Azmi.
Azmi juga menyoroti konvoi kelompok Khilafatul Muslimin sembari menyebarkan brosur khilafah. Menurutnya, tindakan itu bisa dikenakan pasal 15 UU Nomor 1/1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
Azmi pun meminta polisi mengusut tuntas kasus ini. Polisi perlu menyisir lebih jauh motif dan jaringan kelompok tersebut.
Azmi meminta pihak kepolisian segera memanggil anggota Khilafatul Muslimin yang terlibat dalam konvoi untuk diperiksa. Pemeriksaan dibutuhkan untuk mengembangkan kasus sehingga memperoleh keterangan utuh termasuk menguak peran Abdul Qadir Hasan sebagai pemimpin.
“Termasuk ajaran yang diajarkan pada anggotanya. Kemudian, mencari orang- orang yang ada hubungannya untuk mendapatkan keterangan atas perbuatan pelaku, serta doktrin atau ideologi pembelajaran apa yang diajarkan pelaku kepada anggotanya terkait dengan bernegara,” ujar Azmi.
“Termasuk untuk menemukan peran perbuatan yang dilakukan dan dengan cara apa melakannya sehingga akan terpetakan siapkah yang nanti dari kejadian ini yang jadi pelaku, siapa saksi dan termasuk terhimpunya alat bukti,” lanjut Azmi.
Menurut Azmi, tindakan tersangka tidak bisa dikompromikan karena bisa menimbulkan kejahatan yang lebih besar. Tersangka memanfaatkan pemikiran awam masyarakat dan mengajaknya melakukan perlawanan.
“Oleh karena itu, kepolisian diharapkan lebih teliti dan bijak. Tidak hanya dalam upaya supremasi hukum, tapi perlu memperhatikan pula kelompok masyarakat ini dari sisi sosiologis. Ajak mereka untuk aktif bermasyarakat secara luas, memperkuat nasionalisme, dan mendukung kesejahteraan lebih baik,” pungkasnya.
HY