Lifestyle & Sport

Aktivitas Manusia Bisa Memicu Lebih Banyak Pandemi di Masa Depan

Channel9.id-Jakarta. Beberapa aktivitas manusia memicu terjadinya lebih banyak pandemi di masa mendatang, seperti perusakan lingkungan alam, eksploitasi satwa liar, ekstraksi sumber daya, hingga perubahan iklim.

Selain itu, kondisi lain seperti meningkatnya permintaan daging liar dan kerusakan lingkungan pun juga bisa menjadi faktor munculnya pandemi lain.

Hal itu sebagaimana disebutkan dalam laporan hasil studi United Nations Environment Programme (UNEP) dan International Livestock Research Institute yang berjudul ‘Mencegah Pandemi Selanjutnya: Penyakit zoonosis dan cara memutus rantai penularan’. Pasalnya, peningkatan jumlah penyakit zoonosis disebabkan ketika patogen bisa melompat dari hewan ke manusia.

“Ilmu pengetahuannya jelas bahwa jika kita terus mengeksploitasi satwa liar dan menghancurkan ekosistem kita, maka kemungkinan akan ada penyakit yang terus-menerus berpindah dari hewan ke manusia di tahun-tahun mendatang,” ujar Direktur Eksekutif UNEP Inger Andersen.

Pandemi Covid-19, lanjut Andersen, bisa dibilang yang terburuk, namun bukan pertama atau yang terakhir.”Untuk mencegah wabah di masa depan, kita harus lebih berhati-hati dalam melindungi lingkungan alami kita,” imbuhnya.

“Kita sudah tahu bahwa 60% dari penyakit menular yang diketahui pada manusia dan 75% dari semua penyakit menular yang muncul adalah zoonosis. Ebola, SARS (sindrom pernapasan akut parah), virus Zika, dan flu burung semuanya datang kepada manusia melalui hewan,” jelasnya.

Laporan itu juga menyebutkan, meningkatnya konsumsi hewan liar di Asia Timur, terutama di daratan Cina, mungkin meningkatkan risiko virus atau penyakit zoonosis. Terbukti, pada 2006, hampir 20.000 usaha pembiakkan satwa liar dan pertanian telah didirikan di Cina.

Laporan itu juga mengatakan bahwa pasar basah tradisional, di mana daging segar, ikan, dan lainnya yang mudah busuk dijual, berkaitan dengan penyebaran SARS dan COVID-19.

“Ada konsensus bahwa pasar informal dapat berisiko secara epidemiologis, terutama yang menjual hewan peliharaan atau hewan liar hidup atau mati dan yang memiliki kebersihan yang buruk,” tulis laporan itu.

(LH)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

48  +    =  56