Buruh demo
Ekbis Hot Topic

Aspek Indonesia: BPJS Ketenagkerjaan Diduga Tak Memiliki Dana

Channel9.id-Jakarta. Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia menilai pemerintah Joko Widodo dan BPJS Ketenagakerjaan terkesan panik sehingga memaksakan perubahan regulasi terkait pencairan dana jaminan hari tua (JHT). Asosiasi menduga BPJS Ketenagakerjaan tidak profesional dalam mengelola dana nasabah dan diperkirakan tidak memiliki dana yang cukup dari pengembangan dana peserta.

Menurut Sekretaris Aspek Indonesia, Sabda Pranawa Djati, kondisi ini terjadi karena jumlah kasus dan pembayaran klaim didominasi peserta dari kategori mengundurkan diri sebanyak 55 persen dan pemutusan hubungan kerja 36 persen. “Sedangkan usia pensiun hanya tiga persen dari total kasus klaim JHT,” kata dia, Ahad, 13 februari 2022. “Kemudian berlindung kepada pemerintah dengan memaksakan terbitnya Permenaker No. 2 tahun 2022.”

Sabda mengatakan ada kemungkinan BPJS Ketenagakerjaan tidak memiliki dana yang cukup dari pengembangan dana peserta. “Sehingga berpotensi gagal bayar terhadap hak-hak pekerja yang menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan,” ujarnya.

Dia mengungkapkan bahwa Permenaker No. 2 tahun 2022 tidak sesuai dengan UU No 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Pasal 1 ayat 8, 9 dan 10 Undang-undang Sistem Jaminan Sosial menegaskan bahwa yang dimaksud dengan ‘Peserta’ adalah orang yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia yang telah membayar iuran.

Artinya, pekerja yang mengundurkan diri dan diputus hubungan kerjanya (PHK) tidak lagi masuk dalam kategori peserta karena sudah tidak bekerja dan berhenti membayar iuran. Oleh karena itu, Aspek Indonesia menilai tidak ada alasan bagi pemerintah maupun BPJS Ketenagakerjaan menahan dana milik peserta yang sudah tidak lagi menjadi peserta, karena telah berhenti bekerja dan berhenti membayar iuran.

“Pemerintah dan BPJS Ketenagakerjaan justru bertindak arogan dan semena-mena jika menahan dana milik peserta yang sudah tidak lagi menjadi peserta,” ujar Sabda.

Sabda menegaskan Permenaker No. 2 Tahun 2022 sebagai Revisi Permenaker No. 19 Tahun 2015 adalah peraturan yang keblinger.

Aspek Indonesia menilai terdapat kontradiksi dalam Permenaker No. 2 Tahun 2022, khususnya antara Pasal 1 butir 1 tentang definisi JHT, butir 2 tentang Peserta JHT, dengan Pasal 4 tentang Manfaat JHT bagi peserta yang berhenti bekerja karena mengundurkan diri dan terkena PHK. Berdasarkan pasal itu, peserta yang berhenti bekerja baik karena mengundurkan diri atau terkena PHK dan berhenti membayar iuran, maka sesungguhnya pekerja tidak lagi dapat dikatakan sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan.

“Bagaimana mungkin, Pasal 5 Permenaker No. 2 Tahun 2022, kemudian menetapkan persyaratan usia 56 tahun bagi peserta yang mengundurkan diri dan terkena PHK, untuk bisa mencairkan JHT? Padahal pekerja tersebut tidak lagi memenuhi syarat sebagai peserta?” ujar Sabda.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

57  +    =  60