Opini

Bagaimana memandang konflik AS+Barat vs. Rusia di Ukraina

Oleh: Rudi Andries*

Channel.id-Jakarta. Flash back konflik AS dan Rusia (Soviet)

Uni Soviet bubar, lebih tepat karena sebab persekutuan itu bangkrut dan bukan karena kalah perang. Itu membuat celah lahirnya banyak negara baru di Eropa Timur.

Pada 24 Agustus 1991 Ukraina mendapatkan kemerdekaan.

Sebelum Uni Soviet bersama Pakta Warsawa-nya bersedia bubar, Rusia bersyarat adanya jaminan negara-negara anggota yang kelak akan merdeka yakni Estonia, Latvia, Lithuania, Bélarusia, Ukraina, Rumania dan Bulgaria harus tetap dikosongkan dari senjata strategis sebagai buffer-zone. Dan syarat tersebut, dikemudian hari ternyata tak mereka penuhi.

Faktanya, kini di Lithuania ada 500 pasukan AS dan 1.100 pasukan NATO, di Polandia ada 1.060 pasukan NATO dan 5.400 pasukan AS, di Romania ada 4.000 pasukan NATO dan 1.000 pasukan AS, dan di Bulgaria ada 200 pasukan NATO dan 200 pasukan AS.

Menengok kembali kasus Kuba

Ketika pada tahun 1962 Amerika Serikat harus intervensi Kuba, alasan keamanan wilayah atau unsur Strategis Geopolitik adalah apa yang mengemuka.

1 Januari 1959 Fidel Castro menggulingkan rezim militer sayap kanan Jenderal Fulgencio Batista yang didukung AS.

Itu membuat AS khawatir. Jarak negara Kuba dan AS terlalu dekat, sepelemparan batu saja. Apalagi fakta bahwa Fidel Castro pro Soviet. Itu tak bisa diterima. Pemerintahan Eisenhower dan Kennedy berusaha menggulingkan Castro.

Bukankah cerita ini mirip dengan kejadian di Ukraina pada 2014 silam?

Massa anti pemerintah Ukraina berhasil melengserkan presiden Ukraina yang pro-Rusia, Viktor Yanukovych.

Tak cukup dengan itu, revolusi itu juga membuka keinginan Ukraina bergabung dengan Uni Eropa dan NATO.

Amerika pada 17 April 1961 langsung bertindak dengan mengerahkan sekitar 1.500 pemberontak Kuba yang didukung dan dipersenjatai. Pasukan itu mendarat di pantai selatan Kuba di Teluk Babi.

Dimulai dengan pengeboman yang dilakukan oleh pesawat-pesawat pembom AS, mereka melakukan perang demi penggulingan Castro.

Operasi itu gagal. Akibat kegagalan ini, Direktur CIA Allen Dulles, Wakil Direktur CIA Charles Cabell, dan Wakil Direktur Operasi Richard Bissell dipaksa mengundurkan diri.

Fakta bahwa Amerika Serikat telah mensponsori serangan ke Teluk Babi membuat Perdana Menteri Uni Soviet, Nikita Khrushchev marah.

Pada bulan September 1962, kepada Presiden Amerika Serikat John F. Kennedy, Nikita Khrushchev menyatakan bahwa setiap serangan berikutnya terhadap Kuba akan dinilai sebagai tindakan perang.

Kemarahan Soviet memuncak. Uni Soviet menempatkan rudal-rudal berukuran sedang yang dilengkapi dengan hulu ledak nuklir di Kuba.

Rudal-rudal tersebut jelas adalah ancaman bagi AS. AS pun marah dan mengerahkan kapal-kapal perang berikut pesawat-pesawat pembomnya mengepung Kuba. Perang Dunia III hampir saja terjadi di sana.

Bukankah hal yang sama kini juga dirasakan oleh Rusia ketika Presiden Ukraina yang pro barat Volodymyr Zelensky ingin bergabung dengan Nato dan kelak rudal-rudal Nato terpasang di Ukraina dan itu hanya masalah waktu?

Ya, rumit permasalahan terkait konflik kedua negara itu membawa terlalu banyak peristiwa yang tak mudah dicarikan siapa benar siapa salah.

“Trus gimana sebaiknya kita bersikap?”

(Kompilasi dari berbagai sumber)

*Peneliti Lembaga Pengkajian Strategis Indonesia (Lapeksi)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

2  +  3  =