Bagaimana TikTok Suguhkan Konten
Techno

Bagaimana TikTok Suguhkan Konten

Channel9.id-Jakarta. Algoritme video TikTok dirancang untuk dua hal, yaitu membuat pengguna bertahan dan membuat pengguna kembali. Demikian menurut laporan dari New York Times, yang meninjau bocoran dokumen internal TikTok yang menunjukkan cara kerja sistem.

Laporan itu menunjukkan pandangan yang langka. Agar pengguna tetap menonton dan kembali, New York Times membeberkan bahwa TikTok mempertimbangkan empat tujuan utama yaitu: nilai pengguna, nilai pengguna jangka panjang, nilai kreator, dan nilai platform. Salah satu cara yang berhasil untuk mewujudkan tujuan itu ialah membuat algoritme yang memprioritaskan keragaman konten, daripada membanjiri pengguna dengan satu topik yang mereka sukai.

“Jika pengguna menyukai jenis video tertentu, tetapi aplikasi terus mendorong jenis yang sama kepadanya, dia akan cepat bosan dan menutup aplikasi tersebut,” tulis bocoran dokumen itu. Untuk menghindari hal ini, aplikasi cenderung merekomendasikan secara paksa untuk menyuguhkan hal baru.

Dokumen tersebut seharusnya menunjukkan formula TikTok yang sederhana, yang menunjukkan apa yang disukai orang dan apa yang harus dimainkan. Dokumen ini membeberkan suka, komentar, waktu tonton di video, dan apakah video diputar. Namun, ada sejumlah variabel yang tak dijabarkan—mungkin karena TikTok mencatat bobot interaksi yang berbeda, yang memungkinkan mereka lebih menghargai pengguna lain.

TikTok juga fokus pada konten kreator, mengingat platform mengandalkan fitur For You-nya. Ini menunjukkan TikTok mempertimbangkan kualitas kreasi, yang dinilai berdasarkan rasio publikasi, retensi kreator, dan monetisasi kreator. Namun, tak ada detail lebih lanjut tentang bagaimana TikTok menilai dua hal yang terakhir. Dengan demikian, apakah kreator menghasilkan uang atau tidak, itu tak memengaruhi algoritme. “Sebaliknya, algoritme justru untuk mengoptimalkan kepuasan pengguna,” kata, juru bicara TikTok Jamie Favazza, dikutip dari The Verge.

Di tahun lalu, TikTok tak seburam seperti sekarang tentang hal itu. Melalui unggahan blognya, perusahaan telah merinci dasar-dasar cara kerja umpannya—komentar dan akun apa yang diikuti bisa memengaruhi rekomendasi. Pun memberi akses ke “Pusat Transparansi dan Akuntabilitas” dan perusahaan mengaku prihatin pada masalah seperti filter.

Lebih lanjut, New York Times mengatakan bahwa dokumen tersebut dibocorkan oleh seorang karyawan TikTok yang khawatir jika aplikasi bisa membahayakan pengguna. Di masa lalu, sudah ada sejumlah laporan yang menunjukkan bahwa aplikasi ini yang menyajikan konten yang mempromosikan gangguan makan dan mendiskusikan atau menunjukkan tindakan menyakiti diri sendiri. Namun, karena aplikasi ini disetel dengan sangat baik—membuat pengguna tetap terhubung dengan konten yang mirip dengan video yang sudah ditonton, mudah untuk melihat masalah pada sistem jika tak dimoderasi dengan benar.

Favazza mengatakan TikTok mempertimbangkan “berbagai sinyal engagement” saat menentukan apa yang akan ditampilkan kepada pengguna. “Kami terus berinvestasi dalam cara-cara baru untuk menyesuaikan preferensi konten, secara otomatis melewatkan video yang tidak relevan atau tidak sesuai usia, dan menghapus pelanggaran Pedoman Komunitas kami,” jelas dia.

Namun, kebocoran dokumen TikTok membeberkan black box yang menarik, salah satunya tentang bagaimana TikTok menentukan video apa yang akan ditampilkan. Detail yang disajikan di sini, seperti formula rekomendasi, “sangat disederhanakan,” kata dokumen itu. Namun, ini sebetulnya menunjukkan cara rumit platform menyusun algoritme mereka bisa dipecah menjadi tujuan yang jelas, dan dibagikan kepada publik untuk menjelaskan sejumlah alasan mengapa kita disuguhkan konten yang sedemikian rupa di platform.

(LH)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

83  +    =  87