Channel9.id-Jakarta. Menyalakan kembang api pada perayaan malam Tahun Baru telah lama menjadi kebiasaan banyak orang. Bahkan di beberapa wilayah, kembang api dinyalakan besar-besaran. Padahal sejumlah peneliti menilai kandungan kembang api itu dapat meningkatkan polusi udara.
Peneliti asal Inggris Tom Wilkinson melakukan studi dan kemudian ia tuangkan hasilnya ke dalam artikelnya, di The Journal for The Post-Industrial Age. Ia mengambil studi kasus terkait ribuan sensor pembaca partikel halus udara di kota Newcastle dan Gateshead.
Hasilnya, ribuan sensor di dua kota itu menunjukkan tiga kali lipat peningkatan pada pukul 08.00 malam waktu setempat, saat perayaan kembang api dan api unggun.
Partikel udara naik 80 mikrogram per meter kubik saat malam hari. Padahal saat siang hari partikel berada di titik 20 mikrogram per meter kubik. “Perayaan kembang api dan api unggun kadang menyebabkan peningkatan sementara polusi udara, namun kami memperkirakan tingkat polusi akan turun dengan cepat saat kegiatan Bonfire Night 2019 karena hembusan angin yang diprediksi meningkat,” tutur Juru Bicara Departemen Lingkungan, Pangan, dan Urusan Pedesaan (DEFRA) AS, dikutip dari The Ecologist.
Kembang api memiliki sejumlah bahan kimia berbahaya dan pewarna propelan. Maka dari itu, saat jatuh ke tanah bahkan air, partikel itu berpotensi mencemari aliran air. Demikian dilansir dari Terrapass. Selain itu, proses pembuatan kembang api sebenarnya membutuhkan bahan baku yang ditambang dari gunung dan mesti melakukan penebangan hutan.
Di Indonesia, khususnya yang tinggal di DKI Jakarta, telah bersiap menggelar acara malam Tahun Baru 2020 di kawasan Bundaran Hotel Indonesia (HI).
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bahkan membongkar instalasi batu Gabion untuk sementara. Batu Gabion ini sempat menuai polemik usai diresmikan beberapa waktu lalu. Pasalnya, batu ini diduga dibuat dari terumbu karang yang mestinya dilindungi.
(LH)