Lifestyle & Sport

Bahaya Populasi di Indonesia Semakin Resisten Pada Bakteri

Channel9.id-Jakarta. Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba (KPRA) mengungkapkan bahwa tingkat resistensi bakteri di Indonesia kian meningkat dari 2013, 2016, sampai 2019.

“Dari data yang kami himpun, bakteri resisten itu semakin naik dari 40 persen, 60 persen, dan saat ini 60,4 persen,” ujar Dokter Hari Paraton, Ketua KPRA, seperti yang dilansir dari Antara , Kamis (19/12).

Penggunaan antibiotik yang tidak terkontrol menjadi penyebab peningkatan resistensi tersebut. Artinya, bakteri resisten itu justru terjadi karena kesalahan penggunaan antibiotik.

“Hal itu terjadi di semua level (masyarakat) sehingga meskipun sudah dilakukan sejumlah upaya pengendalian, hasilnya masalah tetap tidak menggembirakan,” sambung Hari.

Ia mencontohkan seperti, membeli, menyimpan, dan memberikan antibiotik kepada si sakit dengan seenaknya tanpa anjuran dokter. Kemudian hal itu pun terjadi di lingkungan peternakan yang menyebabkan resistensi bakteri di Indonesia semakin meningkat. Di kalangan peternak, penggunaan antibiotik dipakai untuk penggemuk ternak.

Padahal hal itu telah diatur Kementerian Pertanian. Menteri Pertanian telah menggulirkan Surat Keputusan (SK) terkait penggunaan antibiotik yang melarang penggemukan ternak dengan antibiotik.

Angka penggunaan telah mencapai 60,4%. Ini dianggap cukup tinggi, apalagi melirik Singapura hanya berada pada angka 26%. “Jadi angka itu sudah tinggi, perlu tindakan lebih lanjut agar Indonesia tidak menjadi sumber atau pusat dari bakteri resisten,” ujarnya.

Untuk mencegah bahaya akibat resisten antimikroba, Hari mengatakan pada tahun 2020 para dokter di Tanah Air akan diawasi oleh tim khusus yang ada di setiap  rumah sakit. Tujuannya untuk mencegah kekeliruan dalam memberikan antibiotik.

“Tahun depan mudah-mudahan bisa diterapkan karena pedomannya sudah disusun, beberapa rumah sakit sudah menjadi pilot project dan sedang berjalan,” kata dia di Jakarta, Kamis.

Ia menegaskan para dokter atau tenaga media di Indonesia harus terus diberikan pembekalan. Pasalnya, masih banyak kurang tepat dalam memberikan antibiotik kepada pasien. Mereka selama ini banyak yang salah atau keliru dalam memberikan antibiotik. Dengan kata lain tidak sesuai dengan bakteri yang ada dalam tubuh pasien sehingga resisten terhadap antibiotik.Hal itu pun menjadi salah satu penyebab resistensi bakteri.

Namun, faktor yang terbesar adalah tidak adanya sarana dianogstik laboratorium atau layanan mikrobiologi. “Jadi misalnya kita infeksi paru-paru penyebabnya banyak, bisa bakteri A, B, atau C. Tiap bakteri punya antibiotik tersendiri pula,” ujarnya.

Melihat kondisi tersebut, KPRA meberikan beberapa rekomendasi. Di antaranya perlu meningkatkan pemahaman dan pengetahuan denfan melakukan penyuluhan ke masyarakat serta dokter. (LH)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

6  +  1  =