channel9.id – Jakarta. Selama ini, pembuatan saluran irigasi menggunakan batu kali. Sayangnya, penggunaan batu kali, tidak mampu menjaga dengan kokoh saluran irigasi dari berbagai kerusakan alam, seperti longsoran tebing dan penumpukan sendimen. Padahal, saluran irigasi yang baik mampu meningkatkan produksi pangan.
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menilai kerusakan itu bisa menyusahkan dan merugikan petani. Lantaran, efisiensi sumber daya air menurun.
“kerusakan jaringan tersier menyebabkan tidak meratanya debit distribusi air, penurunan efesiensi pelayanan air, dan fungsi saluran tersier. Tentu saja ini merugikan petani,” kata Kepala Pusat Litbang Kebijakan dan Penerapan Teknologi PUPR, Rezeki Paranginangin, kepada wartawan, Jum’at (5/12).
Oleh karena itu, PUPR menciptakan sebuah inovasi teknologi pembuatan saluran irigasi yang bernama Teknologi Beton Ferosemen.
“Saluran dengan bahan dasar batu kali masih bersifat konvensional dan memiliki beberapa kekurangan, sehingga teknologi Beton Ferosemen yang dihasilkan Balitbang PUPR bisa menjadi solusi untuk membangun saluran irigasi,” kata Rezeki.
Ferosemen, kata Rezeki, merupakan teknologi konstruksi alternatif yang telah digunakan dalam berbagai macam konstruksi, baik yang bersifat struktural maupun ornamental. Ferosemen digunakan dalam penyediaan suplai air dan berbagai pembangunan irigasi yang mudah diterapkan. Hasilnya kuat, lentur dan tahan lama serta lebih ekonomis.
Ferosemen juga dapat diaplikasikan pada saluran pembawa maupun saluran pembuang. Kelebihan dari saluran menggunakan ferosemen adalah biaya konstruksi lebih rendah daripada bahan konvensional lainnya, kekuatan beton ferosemen mempunyai lebih tinggi. Dari segi berat konstruksi, beton ferosemen mempunyai konstruksi lebih ringan sehingga dapat digunakan di tanah yang mempunyai daya dukung yang rendah.
Sedangkan manfaat dari teknologi adalah untuk :
1. Meningkatkan efisiensi penggunaan air sehingga meningkatkan luasan area layanan
2. Meningkatkan kinerja saluran irigasi yang ditunjukkan oleh kecepatan aliran
3. Mengurangi biaya pembangunan dibandingkan kontruksi pasangan batu kali (konvensional)
4. Kemudahan dan ketahanan yang seragam
5. Keberterimaan masyarakat cukup tinggi
Apalagi, kata Rezeki, metode pembuatan Ferosemen cukup sederhana dan bisa diadaptasi di berbagai lokasi. Serta bisa dikerjakan dan dioperasikan oleh para petani dengan pelatihan singkat.
Meskipun begitu, Rezeki menegaskan penerapan teknologi ini tidak asal diterapkan di suatu wilayah. Tim Puslitbang SDA PUPR, perlu melakukan penelitian terlebih dahulu. Mereka akan melakukan pemetaan kondisi sosial, ekonomi, dan lingkungan untuk bisa menerapkan teknologi ini.
“Tak lupa, kami melakukan analisis kebutuhan teknologi,” lanjut Rezeki. Saat ini, teknologi Beton Ferosemen sudah diterapkan di Kelurahan Sidomoyo, Kecamatan Godean, Kabupaten Sleman.
Menurut Rezeki, Kelurahan Sidomoyo cocok untuk penerapan teknologi Beton Ferosemen. Lantaran lokasi merepresentasikan adanya masalah kebocoran, sedimentasi, dan longsoran saluran irigasi tersier yang umumnya terjadi pada persawahan Indonesia.
Setelah sukses diterapkan Sidomulyo, beton ferosemen juga bisa diterapkan di wilayah-wilayah lain di seluruh Indonesia. Sebagai solusi bagi para petani yang ingin mendapatkan suplai air melalui saluran irigasi yang kuat dan kokoh terbuat dari beton ferosemen