Hot Topic Nasional

Begini Tanggapan MUI, PBNU, dan Muhammadiyah soal Polemik Jemaah Aolia

Channel9.id – Jakarta. Jemaah Masjid Aolia di Gunungkidul, Yogyakarta, ramai dibicarakan gegara melaksanakan Salat Idul Fitri 2024 lebih awal, yakni pada Jumat (5/4/2024). Imam jemaah Aolia, KH Ibnu Hajar Pranolo atau Mbah Benu mengatakan hal itu dilakukan berdasarkan komunikasi dirinya dengan Allah lewat sambungan telepon.

Untuk diketahui, jemaah Aolia di Gunungkidul sudah melaksanakan Salat Idul Fitri 2024 pada Jumat (5/4/2024) kemarin, di aula rumah Mbah Benu di Padukuhan Panggang III, Kalurahan Giriharjo, Kapanewon Panggang. Mbah Benu mengatakan jemaahnya di seluruh dunia melaksanakan Salat Id Jumat 5 April 2024.

“Tidak ada perhitungan (penentuan 1 Syawal), saya telepon langsung kepada Allah Ta’ala. Ya Allah, kemarin tanggal empat (April 2024), malam empat, Ya Allah ini sudah tanggal 29, 1 Syawalnya kapan? Allah Ta’ala ngendiko (berkata), tanggal limo jumuah, kuwe koyo ngono (itu kayak begitu), mangkane disalahke wong, ora opo-opo, urusane ingsun karo Gusti Allah (makanya disalahkan orang, nggak apa-apa, urusan saya dengan Gusti Allah),” kata Mbah Benu kepada wartawan di lokasi usai solat Id, Jumat (5/4/2024).

Mbah Benu menyebut dirinya adalah penganut Tarekat Syattariyah. Klaim dia, ada pula penganut Tarekat Syattariyah dari berbagai daerah yang melaksanakan salat idulfitri Jumat kemarin seperti halnya Jamaah Masjid Aolia.

Hal itu lantas menuai polemik terutama di media sosial. Majelis Ulama Indonesia (MUI), Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), hingga Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah turut angkat suara terkait polemik Aolia.

MUI
Ketua MUI Asrorun Ni’am menilai pernyataan pimpinan jemaah Aolia, Raden Ibnu Hajar Pranolo alias Mbah Benu merupakan sebuah kesalahan sehingga perlu diingatkan.

“Kasus di sebuah komunitas di Gunungkidul itu jelas kesalahan, perlu diingatkan. Bisa jadi dia melakukannya karena ketidaktahuan, maka tugas kita memberi tahu, kalau dia lalai, diingatkan,” kata Ketua MUI Asrorun Ni’am kepada wartawan, Sabtu (6/4/2024).

Ni’am menilai praktik agama tersebut bisa dikatakan menyimpang apabila dilakukan dalam kondisi kesadaran penuh. Menurutnya, jika mengikuti praktik tersebut hukumnya haram.

“Kalau praktik keagamaan itu dilakukan dengan kesadaran dan menjadi keyakinan keagamaannya, maka itu termasuk pemahaman dan praktik keagamaan yang menyimpang, mengikutinya haram,” ujarnya.

Ni’am menyampaikan puasa Ramadan termasuk dalam ibadah mahdlah. Penentuan awal dan akhir ibadah telah ditetapkan oleh syariah. Menurutnya, Pelaksanaannya mesti berlandaskan ilmu agama serta keahlian.

“Tidak boleh hanya didasarkan pada kejahilan. ⁠Bagi yang tidak memiliki ilmu dan keahlian, wajib mengikuti yang punya ilmu dan keahlian. Tidak boleh menjalankan ibadah dengan mengikuti orang yang tak punya ilmu di bidangnya,” tegasnya.

PBNU
Merespons polemik jemaah Aolia, Ketua PBNU KH Ahmad Fahrur Rozi atau Gus Fahrur meminta jemaah tersebut tidak mempermainkan Islam. Menurutnya, fenomena Aolia ini sangat memprihatinkan.

“Fenomena kelompok masyarakat Aolia di Padukuhan Panggang, Gunung Kidul, Yogyakarta, yang berhari raya hari Jumat kemarin dengan dalih tokoh panutan mereka berbicara langsung dengan Allah SWT, ini sungguh memprihatinkan, harus dicegah dan tidak boleh terulang kembali,” ujar Gus Fahrur dalam keterangannya, Sabtu (6/4/2024).

Gus Fahrur berharap semua umat Islam khususnya tokoh agama harus beribadah sesuai ajaran agama Islam yang benar, menggunakan ilmu, dan akal sehat. Ia meminta agar tidak ada yang mempermainkan ajaran Islam dan berdalih telah bicara dengan Allah SWT.

“Kita berharap semua umat Islam khususnya tokoh agama harus beribadah sesuai ajaran agama Islam yang benar, menggunakan ilmu dan akal sehatnya, tidak boleh mempermainkan ajaran agama Islam dan berdalih telah berbicara langsung dengan Gusti Allah SWT,” katanya.

Gus Fahrur mengatakan agama adalah tuntunan dan ajaran yang berlaku untuk masyarakat umum. Karena itu, setiap orang tidak boleh mengaku asal-asalan.

“Maka tidak bisa seseorang secara asal-asalan ngaku sudah komunikasi langsung dengan Gusti Allah. Pengakuan semacam itu tidak sah dan tidak boleh dijadikan dasar tuntunan agama,” ucapnya.

Dia menuturkan dasar ibadah dalam Islam harus sesuai tuntunan syariat yang dipahami dengan ilmu-ilmu standar ajaran agama Islam yang sudah jelas dalil-dalilnya dan garis-garisnya. Menurutnya, semua harus ilmiah, rasional dan dapat diuji keabsahannya oleh masyarakat umum. Dia pun mengimbau agar umat Muslim di Gunungkidul mengikuti anjuran ulama yang benar.

“Kepada saudara kita, masyarakat Muslim Panggang, Gunung Kidul, dihimbau untuk mengambil tuntunan agama Islam dari para ulama yang benar dan dapat menjelaskan dan dapat mempertanggungjawabkan ajarannya sesuai metode nalar syariat Islam yang sah, dan telah diterima oleh masyarakat dunia Islam secara luas,” ucapnya.

PP Muhammadiyah
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir memberikan komentar soal polemik jemaah Aolia di Gunungkidul. Haedar berharap semua pihak mengedepankan prinsip toleransi dan dialog dalam menyikapi polemik ini.

“Di Gunungkidul dan di tempat lain juga ada yang berbeda, ya kita toleran saja terhadap perbedaan itu dan kalau terlalu jauh dari dasar-dasar ketentuan nanti perlu diajak dialog,” kata Haedar di kantor PP Muhammadiyah, Kota Yogyakarta, Sabtu (6/4/2024).

Haedar menuturkan, dialog itu bisa melibatkan tokoh setempat, pihak terkait, hingga ormas keagamaan. “Kalau ada masalah entah itu menyangkut keagamaan, sosial, coba kedepankan dialog,” lanjutnya.

Baca juga: Jamaah Aolia di Gunung Kidul Sudah Salat Id, PBNU Buka Suara

HT

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

63  +    =  71