Channel9.id – Jakarta. Pakar telematika Roy Suryo mengecam tindakan wedding organizer (WO) bersama fotografer dan pasangan calon penganten yang telah mengakibatkan kebakaran di Bukit Teletubbies Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) Rabu (6/9/2023) kemarin. Menurut mantan dosen Fotografi di Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Institut Seni Indonesia (ISI) Jogja ini, penggunaan flare untuk sesi foto pra-nikah (pre-wedding) merupakan tindakan konyol dan ceroboh.
Roy menilai, di tengah era kemajuan teknologi saat ini, semestinya tidak perlu menggunakan perangkat pembuat asap dan api (flare) sungguhan yang berbahaya. Bahkan, lanjutnya, bisa juga untuk tidak perlu pergi jauh untuk berfoto di area yang dilindungi konservasi alam tersebut.
“Bagaimana tidak? Di Era Teknologi yang sudah sangat berkembang maju dalam dunia fotografi saat ini, tindakan yang mereka lakukan sangat-sangat ceroboh dan (maaf) bodoh. Sebab sebenarnya kejadian tersebut sama sekali tidak perlu terjadi musibah kebakaran,” ujar Roy dalam keterangan tertulis yang diterima, Kamis (8/9/2023).
Menurut anggota Himpunan Seni Foto Amatir (HISFA) ini, masyarakat sudah tidak perlu lagi mengeluarkan upaya yang berlebihan untuk berfoto. Roy mengatakan, jika hanya ingin berfoto dengan latar asap dan api seperti yang terjadi dalam kasus pasangan pengantin ini, mereka cukup foto-foto atau pose-pose saja di lokasi dan selanjutnya diedit melalui komputer, misalnya menggunakan program Adobe Photoshop.
“Bahkan kalau mau lebih praktis (dan murah) lagi, mereka cukup foto-foto di studio dengan latar belakang polos yang nantinya ‘diganti’ dengan foto nyala flare yang bisa didapatkan dari hasil foto di tempat aman atau menggunakan library yang banyak tersedia,” tuturnya.
Ia menyebut penggunaan flare dalam kasus kebakaran di TNBTS ini sebagai kekonyolan yang sangat berharga mahal. Bagi Roy, di samping hasil foto yang tidak sesuai harapan itu, hutan di TNBTS justru menjadi korban, sekaligus masyarakat yang kini untuk waktu yang belum bisa ditentukan tidak bisa ke lokasi tersebut karena ditutup pihak TNBTS.
“Sebuah pelajaran berarti dari ketidaktahuan teknologi atau memang mau mencari sensasi yang sangat tidak perlu di era kemajuan fotografi saat ini,” jelasnya.
Sejauh ini, Polres Probolinggo sudah menetapkan satu tersangka AW (41) selaku Manajer WO yang melaksanakan pemotretan pra-nikah tersebut. Kendati demikian, Roy ingin pihak-pihak yang menyetujui penggunaan flare juga turut dijerat hukum.
“Namun rasanya konsep tersebut tidaklah mungkin hanya dilakukan oleh 1 orang saja, karena pasti selain konseptor ada eksekutor, termasuk pembeli flare, fotografer dan bahkan kedua pasangan calon penganten dari Surabaya tersebut menyetujui konsep konyol tersebut,” pungkasnya.
Sebelumnya, blok Savana Lembah Watangan atau Bukit Teletubbies Gunung Bromo mengalami kebakaran. Kebakaran dipicu oleh api flare pengunjung saat melakukan aktivitas prewedding.
Kejadian ini bermula saat sekelompok pengunjung melakukan sesi foto pasangan prewedding. Mereka menyalakan flare sehingga memicu terjadinya kebakaran.
Saat ini, Balai Besar TNBTS telah menutup kawasan wisata Gunung Bromo demi menjamin keamanan para wisatawan dan untuk memperlancar proses pemadaman hutan. Kebijakan ini berlaku sejak Rabu (6/9/2023) pukul 22.00 WIB hingga batas waktu yang tak bisa ditentukan.
Baca juga: Fungsi Drone di Mata Fotografer Frofesional
HT