Channel9.id-Jakarta. Memperingati Bulan Bahasa dan Sumpah Pemuda, Fakultas Bahasa dan Sastra Universitas Nasional (Unas) menggelar acara bedah buku dan konser antologi puisi karya Bang Firdaus Syam. Acara dimulai dengan pembacaan puisi ‘Jenderal Sudirman Pahlawan Sejati’ karya Bang Firdaus Syam oleh Bang Firdaus Syam, yang kemudian dilanjutkan dengan musikalisasi ‘Pahlawan Sudirman’ karya Farid Rahardja.
Setelah itu, berturut-turut bedah buku karya Bang Firdaus Syam, mulai dari buku novel ‘Cinta dan Tinta Taruna di Padang Ilalang’ dan pembacaan puisi oleh Mia Lauder, buku antologi puisi ‘Penyintas Merah Putih Hijau Hitam’ dan pembacaan puisi oleh I Ketut Surajaya, buku ‘Antologi Puisi ‘Antologi Puisi dalam 7 Bahasa’ dan pembacaan puisi oleh Husnan Bey Fenanie, buku Antologi Puisi ‘Sastra Politik’ dan pembaan puisi oleh Alfan Alfinian dan buku ‘Antologi Puisi ‘Dialog Sastra’ dan pembacaan puisi oleh Riri Satria.
“Sesuai dengan pesan dari Bang Firdaus Syam maka saya diminta untuk menganalisis sisi lain dari beliau jadi saya akan memaparkan memotret sosok Bang Firdaus Syam dari puisi-puisinya, “ kata Riri Satria dalam mengawali pemaparannya di Auditorium Kampus Universitas Nasional, Jakarta, Jalan Sawo Manila No.61, Pejaten, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Sabtu (28/10/2023).
Lebih lanjut, lelaki kelahiran Padang, 14 Mei 1970 ini menerangkan, bahwa buku ‘Antologi Puisi ‘Dialog Sastra’ yang mengulas tentang puisi-puisi Bang Firdaus, dimana kita dapat memotret sosok Bang Firdaus Syam. “Saya pecinta puisi, walaupun latar belakang saya science and technology index, tapi saya suka menulis puisi,“ terang ketua komunitas Jagat Sastra Milenia (JSM) dan Pimpinan Umum Sastramedia.com.
Menurut Riri Satria, sosok Bang Firdaus Syam yang terlihat secara artefak, artinya memotret secara lahiriah, apa yang terlihat, bahwa beliau adalah seorang multitalenta.
“Pertama, beliau adalah seorang ilmuwan, profesor/guru besar, dan pemikir. Kedua, beliau adalah sosok yang religius punya afiliasi dengan HMI dan MUI. Ketiga, beliau adalah seorang yang puitis. Keempat, beliau adalah seorang yang menyukai musik. Kelima, beliau adalah seorang yang akrab dengan buku: pembaca dan penulis andal. Keenam, beliau adalah seorang yang trendi dalam penampilan,“ beber CEO pada Value Alignment Advisory Group.
Dalam hal ini, kata Riri Satria, ia telah melakukan riset, yaitu meriset buku-buku puisinya, dan mendengar komentar orang tentang puisi beliau, meriset puisi-puisi beliau di internet sebagai data sekunder, dan menginterview beliau dalam berbagai kesempatan.
Riri Satria menyebut ada dua dimensi kehidupan Bang Firdaus Syam. “Beliau adalah sosok yang selalu gelisah dan terusik dengan berbagai kondisi kehidupan. Pertama, kegelisahan itu ditangkap dengan rasa, ditulis dalam bentuk puisi, ungkapan atau reaksi emosi atas kegelisahan, supaya pembaca/pendengar tergugah, dalam hal ini beliau sebagai penyair. Kemudian, kedua, kegelisahan itu ditangkap dengan pikiran yang rasional, dianalisis, dan menghasilkan berbagai gagasan solusi, yang dalam hal ini beliau sebagai ilmuwan. Keduanya dilakukan dengan pendekatan Spiritualitas, “ papar dosen Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia.
Riri Satria mengemukakan tentang Teori Kerang dan Kegelisahan. “Kegelisahan adalah pasir, imajinasi adalah selaput pebungkus, mutiara adalah puisi, jadinya kegelisahan beliau yang puitis,“ tegasnya.
Riri Satria menyampaikan tentang sosok Bang Firdaus Syam yang terbaca dari puisinya, yakni Heksagon Kegelisahan Puitis Bang Firdaus Syam. “Ada enam, di antaranya, pertama, ketuhanan, agama, dan spiritualitas. Kedua, nasionalisme dan kebangsaan Indonesia. Ketiga, sosial, kemanusiaan, dan kebudayaan. Keempat, pembangunan dan ekonomi. Kelima, keluarga dan orang-orang dekat. Keenam, alam sekitar dan lingkungan hidup,“ tandasnya.
Adapun, penyair Emi Suy membacakan puisi ‘Jakarta Polusi Melambai’ karya Bang Firdaus Syam yang menggambarkan tentang kontradiksi Jakarta pada waktu dulu dan sekarang. “Jadi dulu Jakarta masih teratur dan masih bersih, sekarang pembangunan marak dimana-mana, tapi banyak dampak sosialnya,“ ujar salah seorang pendiri dan pengurus komunitas Jagat Sastra Milenia (JSM) dan sekretaris sekaligus anggota dewan redaksi Sastramedia.com.
Selanjutnya, perempuan kelahiran Magetan, Jawa Timur, 2 Februari 1979 ini menerangkan, bahwa kesenian memang masih ada, tapi musik zaman sekarang yang kebarat-baratan. “kalau zaman dulu masih musik tradisional, seperti gambang kromong,“ terang seorang aktivis sosial dan salah seorang pendiri komunitas Jejak Langkah yang bergerak di bidang sosial dan kemanusiaan.
Menurut Emi, Jakarta sekarang semakin banyak berubah. Semakin banyak gedung-gedung pencakar langit. “Jakarta pada zaman dulu sungai masih bersih, tapi sekarang sungai sangat kotor dipenuhi sampah. Jakarta polusi udaranya sangat tinggi. Jakarta saat ini pertumbuhan ekonomi dan tata kota yang bagus, tapi ada dampaknya, terkikisnya budaya Betawi, akhir-akhir ini sudah semakin tinggi polusi udaranya,“ papar penerima Basa-Basi Award pada tahun 2019 dari penerbit Basa-Basi atas puisinya yang dimuat basabasi.co.
Emi menilai bahwa puisi ‘Jakarta Polusi Melambai’ karya Bang Firdaus Syam adalah puisi yang terang. Puisi yang lugas, puisi yang sangat jelas dalam menggambarakan kesemrawutan Jakarta saat ini. “Sebenarnya ini puisi kritik sosial. Puisi yang bagus. Puisi yang menyiratkan betapa sangat memprihatinkan pertumbuhan tata kota Jakarta yang bagus tapi banyak dampak sosialnya yang kontradiksi sekali, “ pungkasnya.
Baca juga: Hasto Ajak Kaum Muda Gelorakan Sumpah Pemuda Hadapi Pemilu 2024
Kontributor: Akhmad Sekhu