Channel9.id – Jakarta. Burkina Faso dan Mali telah memperingatkan segala intervensi militer terhadap Niger juga akan dianggap sebagai deklarasi perang terhadap negaranya, Selasa (1/8/2023).
Kedua negara yang juga berada di bawah kepemerintahan militer, melontarkan peringatan ke negara-negara Afrika Barat. Peringatan ini ditujukan setelah beberapa hari sebelumnya negara-negara Afrika Barat mengancam akan menggunakan langkah tegas untuk mengembalikan kepemerintahan Presiden Mohamed Bazoum.
“Kepemerintahan transisi Burkina Faso dan Mali mengungkapkan rasa solidaritas kami kepada rakyat Niger, yang mana telah memutuskan untuk mengambil kendali penuh takdir dan kedaulatan mereka sendiri,” ungkap pernyataan gabungan kedua negara tersebut.
“Segala intervensi militer terhadap Niger akan dianggap sebagai deklarasi perang terhadap Burkina Faso dan Mali,” peringat mereka. Mereka juga memperingatkan bahwa langkah tersebut juga akan menyebabkan konsekuensi yang besar bagi kedua belah pihak.
Kedua negara tersebut juga menolak untuk menyetujui adanya sanksi keras terhadap Niger.
Baca juga: Kepala Penjaga Presiden Niger Ambil Alih Kekuasaan Pemerintah
Kudeta di Niger terjadi pada tanggal 26 Juli lalu dan telah membuat publik Afrika Barat gempar.
Para pemimpin kudeta militer kepemerintahan Bazoum mengatakan bahwa mereka menggulingkan Bazoum karena buruknya kepemerintahan Bazoum dan juga karena tidak senang dengan bagaimana ia menangani situasi keamanan Niger.
Presiden Bazoum kemudian digantikan Jenderal Abdourahmane Tchani, mantan kepala keamanan presiden, sebagai kepala negara Niger saat ini.
Pemberontakan ini menjadi pemberontakan ke-tujuh dalam kurang dari tiga tahun di Afrika Barat dan Pusat. Kudeta ini juga mendapat kecaman dari negara-negara Uni Afrika, Amerika Serikat, PBB, dan Uni Eropa.
Masyarakat Ekonomi Negara-Negara Afrika Barat (ECOWAS) sendiri telah menjatuhkan sanksi dengan menghentikan seluruh transaksi finansial dan pembekuan asset. Mereka juga menyebutkan dapat mengembalikan kekuasaan Bazoum dengan langkah tegas.
Selain Burkina Faso dan Mali, Presiden Guinea Mamady Doumbouya – yang juga berhasil berkuasa karena kudeta – juga tidak setuju dengan sanksi yang direkomendasikan oleh ECOWAS, termasuk intervensi militer.
(RAG)