Opini

Capres-Cawapres Paket Nasionalis-Religius

Dr. Syaifuddin, Drs., M.Si., CICS.

Channel9.id – Jakarta. Pada 13 Juni 2023 muncul berita di CNN Indonesia, berjudul “PPP Respons Isu TGB Cawapres Ganjar, Sindir Perindo Tak Ada Kursi DPR”. Isi berita tentang respon Ketua Umum PPP Achmad Baidowi (Awiek) tentang Perindo mengusulkan TGB sebagai Cawapres Ganjar Pranowo ke PDIP. Pada 14 Juni 2023 di media yang sama ada berita berjudul “Adu kuat TGB Vs Sandiaga untuk jadi Cawapres Ganjar Pranowo”. Dalam berita ini terdapat beberapa komentar dari Pengamat Poltik.

Beberapa poin yang menarik diulas dari isi berita, pertama, soal elektabilitas TGB yang dinyatakan rendah dibanding elektabilits Sandiaga Uno. Sehingga TGB dinilai tidak layak menjadi Cawapres bagi Ganjar Pranomo dalam Pilpres 2024 nanti. Di poin ini perlu dipahami oleh pak Awie bahwa elektabilitas seorang calon adalah hasil survey politik. Karena itu, faktor elektabilitas tidak mutlak menjamin kemenangan seorang dalam kontestasi politik, misalnya Pilpres.

Perlu juga dipahami bahwa proses dari beberapa survey politik yang dilakukan di Indonesia mengandung beberapa kelemahan metodologis mulai dari aspek proses penerapan metode survey bisa tendensius, terlampau subyektif dan disederhanakan, dan jika surveyornya tidak berintegritas kemungkinan hasil akhir bisa direkayasa. Tehnik sampling yang dipakai umumnya multistage random sampling. Teknik sampling ini adalah cara pengambilan sampel dengan menggunakan kombinasi dari 2 (dua) atau lebih teknik pengambilan sampel yang berbeda. Teknik ini merupakan perluasan dari sampel ganda, sampel yang dilakukan lebih dari dua kali lipat.

Dalam proses survey bisa terjadi manipulasi taknik dibuat menjadi satu teknik sampling dan dipakai dalam satu tahap supaya proses surveynya cepat selesai, misalnya dipakai hanya teknik cluster sampling saja, lalu tidak dilakukan tahap berikut misalnya stratified sampling terhadap cluster sampling tadi. Manipulasi teknik sampling seperti dimaksud, apa lagi pada area yang luas (satu negara) tanpa mengkombinasikan beberapa metode random sampling tersebut secara bertahap mutlak berakibat pada hasil survey yang diperoleh tidak qualified.

Dalam metode survey politik seperti ini tingkat probabilitas pilihan di hati calon pemilih umumnya tidak diukur sementara faktor itu bersifat sangat dinamis. Selain itu, banyak variabel intervening yang muncul mempengaruhi pilihan calon pemilih (voter) yang tidak diperhitungkan oleh surveyor, faktor kredibilitas rendah dari surveyor karena tingkat pendidikannya rendah, skill penelitian ilmiahnya rendah, tingkat penguasaan metodologi riset rendah, dan tingkat independensi politik surveyor juga rendah, sehingga hasil survey tidak bermanfaat. Karena itu, elektabilitas yang dihasilkan oleh survey politik tidak mutlak bisa menjamin kebenaran.

Di luar pantauan survey, TGB memiliki banyak sisi keunggulanya. Ia merupakan sosok tokoh dari luar Jawa yang memiliki segudang prestasi. Faktor ini penting untuk menciptakan eskalasi peta dukungan dan perolehan suara atas keterwakilan partisipasi politik warga di luar jawa. Biasanya salah satu preferensi publik soal politik Capres yakni melihat sosok Jawa dan bukan Jawa. Eufemisme pemilih atas pasangan Capres Jawa-bukan Jawa cukup berpengaruh di dalam pengumpulan suara di luar pulau Jawa.

Pengamat itu mengklaim, Sandiaga Uno mempunyai kekuatan di basis kalangan ibu-ibu dan anak muda. Inipun tidak semua benar. Kita belajar dari Pilpres 2019, total suara masuk berjumlah 154.257.601. Dari jumlah ini, kategori pemilih rasional sekitar 30% atau 45 juta pemilih. Separoh dari 30% itu memilih Sandiaga Uno, termasuk ibu-ibu dan anak muda. Selebihnya 70% atau sekitar 109 juta suara tergolong pemilih emosional. Dari jumlah ini, termasuk kalangan Ibu-ibu muslimah fanatis khususnya dan Pemuda Muslim dari kelompok santri dipastikan cenderung akan memilih TGB. Ada berapa juta jumlah alumni dan santri aktif millenial yang punya hak pilih di semua pesantren NU di seluruh Indonesia saat ini. Mereka berpotensi kuat mendukung dan akan memilih TGB pada Pilpres 2024 nanti.

Pada kalangan pemilih Islam tingkat pengaruh TGB dan Sandiaga Uno sangat berbeda pada claster wilayah tertentu seperti di NTB, Jawa Timur, Jawa Barat, Sulawesi, Maluku, Kalimantan, hingga Sumatera. Basis pemilih di setiap wilayah ini diyakini didominasi oleh TGB sebagai tokoh intelektual muslim yang memiliki pengaruh jauh lebih unggul dibanding Sandiaga Uno.

TGB memiliki kapasitas memadai dan kredebilitas untuk memanfaatkan secara maksimal jaringan semua lembaga dakwah dan lembaga-lembaga Islam lainnya, kalangan rohaniawan muslim, para ustad, ulama dan basis massa Islam yang tersebar di luar pemilih tradisional PDIP adalah lahan hijau bagi TGB untuk membantu kemenangan Ganjar. Keterwakilan kelompok berbasis religi yang pemilihnya mencapai 40% di seluruh Indonesia tentu akan memilih TGB. Kelebihan ini tidak dimilki oleh Sandiaga Uno. Karena itu, TGB bisa menjadikan dia sebagai perisai bagi Ganjar menghadapi serangan lawan yang sewaktu-waktu bisa muncul dari kelompok agama khususnya Islam.

TGB seorang Nasionalis – Religius yang tidak diragukan keasliannya. Ini bisa dilihat dari latar politik perjuangan sang kakek TGB. Muhammad Zainuddin Abdul Majid (Tuan Guru Pancor) dan Tuan Guru Haji (TGH) adalah keturunan Sultan Selaparang, sebuah kerajaan Islam di Lombok. Dari sanalah, darah kepemimpinan TGB mengalir. Pada awal abad 20, tepatnya tahun 1937 masa kolonial Belanda, TGH mendirikan madrasah-madrasah NW di Pancor. Madrasah NW ini sebagai base-camp latihan perang para santri untuk melawan kolonialis Belanda di wilayah Lombok. Pengibaran bendera perang melawan kolonialis Belanda oleh sang kakek TGB menjadikan keluarga ini berstatus pejuang terhormat di kalangan masyarakat NTB khususnya. Kemudian pada tahun 1953 sang kakek mendirikan organisasi Islam terbesar di NTB bernama Nahdlatul Wathan (NW adalah NU yang ada di Lombok) yang berdiri kokoh hingga sekarang.

Dari berbagai kelebihan dimaksud TGB efektif bisa menutupi kekurangan Ganjar. TGB sangat menguntungkan Ganjar pada aspek ideologis ini. Ganjar yang berwarna “Nasionalis” ketika disandingkan dengan TGB, maka warna politiknya ikut berubah menjadi “Nasionalis –Religius”. Sebaliknya, jika Ganjar berpasangan dengan Sandiaga Uno, maka warna politik mereka menjadi “Nasionalis – Sekuler”. Di kalangan pemilih berbasis agama yang jumlahnya sangat besar, warna politik “Nasionalis – Sekuler” ini tidak akan mampu mendorong kemenangan Ganjar.

Analisis dari aspek kekuatan media komunikasi, sebesar 30% kemenangan pemilu (baik Pilpres atau Pilkada) karena dorongan kekuatan media massa (meanstrem), media konvergensi, media online dan media portal yang dimanage dengan efektif dalam strategi marketing politik. TGB memiliki kekuatan riil pada jaringan media ini dalam manajemen MNC Group. Sementara Sandiaga Uno tidak memiliki kekuatan riil media seperti ini. Dari aspek logistik, Pilpres membutuhkan ongkos politik yang relatif besar untuk membiayai proses politik. Karena itu, persiapan logistik (ongkos politik) menjadi sesuatu keniscayaan. Di belakang TGB ada Hary Tanoe seorang konglomerat yang tentunya siap memasok logistik dalam rangka memenangkan pasangan Ganjar Pranowo – TGB.

Dengan berbagai kekuatan yang dimiliki TGB, maka para pendukung TGB tidak perlu risau atas apa yang telah dikatakan oleh Achmad Baidowi alias Awiek (Ketua DPP PPP) pada media CNN Indonesia yang menyinggung nihilnya perolehan kursi Perindo di DPR periode ini. Kelihatan Awiek ini seorang politisi yang memiliki tingkat kalkulasi politik yang rendah. Dia tidak memahami bahwa keberadaan kursi partai di Senayan itu tidak selalu mutlak berkolerasi positif atau negatif terhadap menang atau kalah seorang kandidat dalam Pilpres. Tetapi tingkat popularitas, nilai ketokohan dan kredibilitas personal calon seperti TGB sangat menentukan jumlah perolehan suara di setiap segmen pemilih di hari H.

“TGB belum tentu bisa mendongkrak kemenangan di Pilpres 2024”, kata Awiek. Ia membandingkan perolehan suara TGB di Nusa Tenggara Barat (NTB) dengan pencapaian Sandiaga di Pilpres 2019 dan Pilkada DKI Jakarta 2017 silam. Dalam konteks ini Awiek tidak sadar menyamakan pemilihan gubernur yang terbatas dalam wilayah propinsi dengan event Pilpres yang melibatkan hampir semua warga di seluruh Indonesia yang telah memiliki hak pilih. Antara proses Pilkada dan Pilpres banyak faktor berbeda secara signifikan. Semua faktor dimaksud berpengaruh terhadap pilihan setiap voters dan hasil akhir.

Awiek menyinggung soal kekuatan suara pendukung TGB dalam pemilihan Gubernur di NTB, jumlah penduduk NTB, jumlah perolehan suara di Dapil saat TGB menang menjadi anggota DPRRI. Awiek seakan tidak memahami jumlah voter dan faktor motif partisipasi pemilih pada Pilkada, Pileg dan Pilpres adalah jauh berbeda. Awiek tidak tahu bahwa TGB memiliki lembaga pendidikan politik yang bernama “Akademi Perindo”. Lembaga ini adalah turbolensi kekuatan kaderisasi yang sangat penting untuk mewarnai semangat dukungan semua pengurus, timses, relawan dan anggota Partai Perindo di semua tingkat hingga akar rumput.

Soal kemampuan jaringan di luar negeri, lebih berpotensi TGB dibanding Sandiaga Uno. Membangun jaringan politik berbicara soal kemampuan PR masing-masing kandidat. Baik Sandiaga Uno maupun TGB memiliki pengalaman hidup di negara lain, sama-sama pernah sekolah di luar negeri. Sandiaga Uno pernah kuliah S1 dan S2 di Wasington. Ia pernah kerja di Malaysia, lalu di Kanada. Sementara TGB sangat potensial untuk menggalang kekuatan memulai dari Kairo kemudian merebak ke berbagai Negara lain melalui jaringan pendidikan Al Azhar yang ada di seluruh dunia. TGB telah mendapat dukungan penuh dari Universitas Al Azhar Kairo untuk terus berjuang di garda depan dalam penyebaran ajaran Islam yang kaffa dan penegakan Islam Washathiyah, yaitu Islam yang toleran, humanis, serta menjunjung kerukunan dan keadilan sesuai tuntunan Rasulollah saw.

Selain itu kita bisa mengenal lebih dekat sosok TGB yang bernama lengkap Dr. Muhammad Zainul Majdi, Lc., MA ini. TGB tokoh muslim refresentatif kawasan Indonesia Timur, mewakili 13 Propinsi, mulai dari Bali, NTB, NTT, Sulawesi, Maluku hingga Papua. Karena itu, ke 13 wilayah propinsi Indonesia timur ini di tambah Jawa Timur, Jawa Barat dan Sumatera sebagai basis Santri Indonesia sekaligus menjadi basis dukungan terhadap TGB dalam peta Pilpres.

Alumni tanfidz Al-Qur’an di Ma’had Darul Qur’an wal Hadits Nahdlatul Wathan Pancor – Lombok ini memiliki segudang prestasi riil yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Semua prestasi yang pernah ia capai tidak membuat TGB menjadi tinggi hati. Ia seorang tokoh ulama yang tawadu dan istoqomah dengan segala kerendahan hatinya sebagai seorang intelektual muslim. Di tengah kesibukannya, ia juga tetap menjalankan profesinya sebagai penceramah kondang. TGB punya restasi pembawa acara khusus di televisi yakni program Cahaya Ramadan di MNCTV tahun 2022-2023. Ia juga sebagai pembawa acara Kultum di RCTI tahun 2022-2023. Sehingga pantas saja TGB menjadi lambang kemajemukan moderasi beragama di Indonesia.

Setelah lulus kuliah S3 di Al-Azhar Kairo, di awal karir TGB mencoba bertarung menjadi politisi di Senayan Jakarta. Ternyata ia sukses terpilih sebagai Anggota DPR RI periode 2004–2009. Belum selesai satu periode sebagai legislator, TGB terpilih menjadi Gubernur NTB. Karir sebagai Gubernur ini berlangsung selama dua periode yakni 2008-2013 dan 2013-2018. Selama dua periode ini sebanyak 56 penghargaan prestasi yang telah diterima TGB dari berbagai pihak, dari pemerintah pusat, luar negeri, dan lembaga swasta. Pada 17 Agustus 2012, Presiden Jokowi pernah menyematkan bintang untuk 15 tokoh terbaik bangsa, termasuk TGB.

Perolehan penghargaan karena prestasi bidang kepemimpinan seorang TGB bisa kita lihat nyata. Ia pernah dinobatkan sebagai Gubernur terbaik versi Kementerian Dalam Negeri pada 2017 dengan penilaian pada aspek kepemimpinan, kredibilitas dan akseptabilitas dalam rangka menciptakan pemerintahan bersih. TGB diperlukan dalam kepemimpinan Indonesia ke depan karena tantangan Indonesia ke depan bukan hanya soal Indonesia bisa menjadi negara maju. Namun, juga harus bisa mengantisipasi serangan ideologi transnasional. “TGB adalah sosok intelektual ulama yang sangat diperlukan pada periode-periode kepemimpinan Indonesia yang akan datang.

Baca juga: IPO: 37,5 Persen Pemilih PPP Dukung Prabowo, Hanya 20,5 Persen Dukung Ganjar

TGB adalah seorang komunikator berkualitas karena memiliki kemampuan komunikasi yang baik dan beretika kepada semua kalangan. Skill membangunnya tidak bisa diragukan lagi karena ia pernah sukses mengangkat derajat dan harga diri masyarakat NTB dari predikat sebagai Propinsi tertinggal. Pembangunan dan pertumbuhan ekonomi NTB non-tambang tumbuh 7,1% saat itu. Selama dua periode kepemimpinan TGB persentase kemiskinan di provinsi tersebut juga mengalami penurunan drastis menjadi hanya 3,25%. Di tangan TGB, NTB menjadi Provinsi pertama dan terbaik dalam pencapaian sasaran tujuan pembangunan milenium (MDGs). TGB berhasil merekayasa alam Pulau Lombok yang eksotik untuk dijadikan objek wisata terindah dengan konsep Wisata Halal. Konsep baru ini telah membuka pangsa baru Wisata Halal pertama di dunia. TGB juga mampu mengatasi pengangguran, menyematkan NTB sebagai provinsi ke-6 dengan angka pengangguran terendah.

Terakhir, dari semua yang telah saya pahami secara saksama atas pribadi TGB, dengan segala kelebihan dan kekuarangan yang melekat secara inheren pada dirinya, TGB adalah seorang tokoh intelektual muslim yang sangat ideal untuk dipasangkan sebagai paket komplit bersama Ganjar Pranowo sebagai Capres dan Cawapres dalam Pilpres 2024 mendatang.

Penulis adalah Pengamat Komunikasi Politik dan Dosen Pascasarjana Universitas Mercu Buana

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

81  +    =  88