Hukum

CBA Desak Kejagung Usut Dugaan Korupsi Sewa Pesawat PT PKT dan PT PAS

Channel9.id – Jakarta. Direktur Center For Budget Analisis (CBA), Uchok Sky mendesak Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk mengusut dugaan korupsi dalam kerja sama sewa pesawat antara PT Pupuk Kalimantan Timur (PKT) dengan PT Prakarsa Alam Segar (PAS).

Kasus ini bermula dari perjanjian kerja sama nomor 5300042018-MY tanggal 1 Agustus 2022, di mana PT PAS menyewakan pesawat jenis ATR 42-500 untuk rute Bontang–Balikpapan. Kontrak tersebut berlaku sejak Agustus 2022 hingga Agustus 2024 dengan biaya sewa pesawat sebesar Rp1,92 miliar per bulan untuk 20 jam penerbangan.

“Dalam kontrak tersebut PT PAS menyediakan pesawat angkutan penumpang jenis ATR 42-500 termasuk awak pesawat, dan personil operasional untuk kebutuhan rute penerbangan Bontang – Balikpapan,” kata Uchok dalam keterangan tertulis, diterima Sabtu (8/2/2025).

Menurut Uchok, yang menjadi perhatian adalah mekanisme penunjukan langsung PT PAS sebagai penyedia jasa tanpa proses tender. Keputusan ini tertuang dalam surat nomor 10273/D/TR/De4000/IT/2022 tanggal 28 Maret 2022, yang dinilai tidak transparan dan berpotensi merugikan negara.

“Maka dari itu kasus ini, kami meminta Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk segera melakukan pemanggilan kepada Direktur Utama PT PKT, Budi Wahju Soesilo dan Rahmad Pribadi yang saat ini ditugaskan menjadi Direktur Utama PT Pupuk Indonesia (Persero), dan Direktur Utama PT PAS,” jelas Uchok.

CBA juga menyoroti adanya lonjakan pembayaran sewa pesawat dari Agustus hingga Desember 2022. Berdasarkan kontrak, seharusnya biaya sewa selama periode tersebut sebesar Rp8,34 miliar, tetapi realisasi pembayaran mencapai Rp10,42 miliar.

Uchok menilai, selisih Rp 2,07 miliar yang disebut sebagai biaya ‘extra flight’ akibat kelebihan jam terbang, merupakan hal yang tidak wajar.

“Kelebihan sebesar Rp2.072.245.233,00 dinyatakan sebagai biaya extra flight yang dikenakan atas kelebihan realisasi jam terbang per bulan dari alokasi kontrak selama 20 jam per bulan, ini bisa disebut potensi kerugian negara,” ucapnya.

Uchok menegaskan, nomenklatur ‘extra flight’ seharusnya tidak berlaku karena adanya faktor cuaca, teknis, dan kondisi lain yang menyebabkan keterlambatan penerbangan.

“Seperti biaya extra flight ini seperti sengaja dibuat-buat agar pembayaran dari PT PKT ke PT PAS mengalami kenaikan fantastis dan tidak masuk akal karena nomenklatur extra flight tidak bisa diterapkan karena adanya faktor cuaca, teknis, dan kondisi lainnya yang berdampak pada terjadinya keterlambatan atau penambahan durasi waktu penerbangan,” pungkas Uchok.

HT

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

83  +    =  91