Opini

Dari Guru Honorer Menjadi PPPK dan PNS (1)

Oleh: Satriwan Salim, S.Pd, M.Si

Channel9.id – Jakarta. Polemik terkait isu seleksi guru pegawai negeri sipil (PNS) yang tidak akan dibuka lagi oleh pemerintah, mencuat sejak akhir Desember lalu. Pro kontra bermula dari pernyataan Kepala BKN yang dinilai meresahkan para guru honorer dan calon guru.

Berikut pernyataan Kepala BKN dikutip dari www.beritasatu.com (29/12/2020), “Guru beralih menjadi PPPK. Jadi bukan PNS lagi. Ke depan kami tidak akan menerima guru dengan status PNS, tetapi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).”

Disampaikan langsung dalam konferensi pers daring pada tanggal tersebut di Jakarta. Pernyataan kontroversial itu kemudian banyak dikutip media nasional. Rekaman videonya masih dapat diakses via youtubehingga sekarang.

Poin yang disampaikan BKN di atas, senada pula dengan isi Surat Menpan RB No. B/1313/M.SM.01.00/2020 bertanggal 1 Desember 2020, yang ditujukan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah (kepala daerah). Isi surat pada angka 1 (huruf a) berbunyi: “Pemenuhan kebutuhan guru tahun 2021 seluruhnya melalui jalur PPPK.” Huruf b berbunyi: “Instansi daerah yang telah mengusulkan kebutuhan guru CPNS pada akhir Agustus 2020 diharapkan memperbaiki usulannya menjadi guru PPPK.”

Dua fakta di atas cukup menjadi bukti dan pertanda, bahwa diduga kuat pemerintah pusat sedari awal memang tak ada niatan merekrut guru PNS terkhusus untuk tahun 2021.

Meskipun kemudian, Selasa (5/01/2021) BKN melakukan “klarifikasi” daring, bahwa rekrutmen guru PNS tetap akan dilakukan walaupun terbatas pada jabatan guru manajerial. Misal, dilihat dari jumlah kepala sekolah pensiun, jika kosong maka akan direkrut guru PNS. Penjelasan yang sebenarnya tak memuaskan para guru. Mengingat semua kepala sekolah negeri pasti berasal dari guru PNS.

Kritik dan penolakan masyarakat khususnya organisasi guru terus muncul. Selain PGRI dan Pergunu, Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) termasuk yang pertama kali mengkritisi keputusan tersebut. Belakangan kritik keras juga datang dari Ketua DPD dan Komisi X DPR-RI, yang ramai dibahas media.

Mungkin saja BKN lupa, menjadi guru adalah harapan mulia, masih menjadi mimpi generasi bangsa hingga kini. Menjadi guru PNS merupakan impian tertinggi bagi para sarjana pendidikan lulusan LPTK (lembaga pendidikan tenaga kependidikan).

Mesti diinsafi, perjuangan menjadi guru PNS tidak semudah yang diperkirakan. Lahirnya UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) tidak memberi ruang “pengangkatan” menjadi guru PNS, melainkan prinsip sistem merit yang konsekuensinya berbasis seleksi melalui serangkain tes. Komposisi ASN pun tak lagi tunggal hanya PNS, tetapi UU mengamanahkan ada ASN selain PNS, disebut pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (P3K).

Tantangan menjadi guru PNS makin berat, jika berkaca kepada pernyataan dan kenyataan di atas. Para guru honorer dan calon guru wajar khawatir dan cemas, impiannya menjadi PNS tidak akan dibuka lagi oleh negara ke depan kelak. Sementara itu, data menunjukkan Indonesia tengah kekurangan 1,3 juta guru PNS (ASN) di sekolah negeri sampai 2024 (Kemendikbud, 2020).

Komposisi guru yang mengajar di sekolah negeri saat ini: 60 persen guru PNS dan 40 persen dibantu guru honorer. Negara punya “utang moral” kepada para guru honorer yang mengabdi belasan tahun bahkan lebih, dengan upah sekadarnya dari pemerintah daerah atau komite sekolah.

Skema P3K merupakan amanah UU ASN dan turunanya seperti PP No. 49 Tahun 2018 tentang Manajemen PPPK. Profesi guru juga dimasukkan ke dalam 147 profesi yang dapat dibuka formasi P3K berdasar Perpres No. 38 Tahun 2020 tentang Jenis Jabatan yang Dapat Diisi oleh PPPK.

Kekhawatiran Skema Guru P3K

Setidaknya ada lima kekhawatiran para guru, jika seleksi guru hanya melalui skema tunggal P3K. Yang semestinya formasi PNS dan P3K dibuka bersamaan.

Pertama, terus meningkatnya minat siswa berkuliah di LPTK. Total ada sekitar 5.998 program studi (prodi) kependidikan, yang meluluskan sekitar 250 ribu mahasiswa sarjana pendidikan tiap tahun.

Secara nasional, lulusan sarjana pendidikan berasal dari 421 LPTK. Rincian LPTK: 12 LPTK (eks IKIP) negeri; 28 FKIP; 1 FKIP Universitas Terbuka; dan 380 LPTK swasta (Kemristekdikti, 2015). Data terbaru menyebut terdapat 425 LPTK di Indonesia.

Akan berdampak buruk terhadap motivasi mahasiswa LPTK dan eksistensi LPTK. Persaingan makin tinggi, sedangkan perekrutan guru PNS makin terbatas. Alhasil, lulusan LPTK mengabdi lagi menjadi honorer di sekolah. Atau menjadi guru swasta, dengan pendapatan yang jauh dari sejahtera.

Lingkaran persoalan guru honorer akan begitu terus sampai kapanpun. Pengabdian maksimal dengan kesejahteraan dan perlindungan minimal. Maka membatasi rekrutmen guru PNS, sama saja menabung masalah pemenuhan akan kekurangan guru ke depan. Mengingat guru P3K ada masa batas perjanjian kontraknya.

Kedua, merujuk Permenpan RB No. 14 Tahun 2019 tentang Pembinaan PPPK yang Menduduki Jabatan Fungsional khususnya Pasal 14 (3), ada klausul pemutusan hubungan perjanjian kerja (PHK) kepada P3K, yang relatif mudah dilakukan pejabat pembina kepegawaian (kepala daerah). Kontras dengan mekanisme pemberhentian PNS yang relatif sulit dan berjenjang, seperti diatur dalam PP No. 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS.

Bahkan dalam PP No. 49 Tahun 2018 tentang Manajemen PPPK, Pasal 57 (ayat 1) eksplisit menyebutkan, pemutusan hubungan perjanjian kerja dapat dilakukan dalam rangka perampingan organisasi atau karena kebijakan pemerintah yang mengakibatkan pengurangan P3K. Jelas bahwa guru P3K dapat diberhentikan secara sepihak oleh pemerintah dengan dua alasan tersebut.

Perlakuan negara terhadap guru PNS dan P3K jelas berbeda. Ada potensi diskriminasi terhadap guru P3K nanti. Posisi guru P3K sangat lemah, karena regulasi memang melemahkannya.

Ketiga, masih dalam PP No. 49 Tahun 2018, Pasal 37 (ayat 1) dan turunannya Permenpan RB No. 70 Tahun 2020 tentang Masa Hubungan Perjanjian Kerja PPPK, Pasal 4 (ayat 2) menyebutkan, masa hubungan perjanjian kerja ditetapkan dalam jangka waktu paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun sesuai dengan penyusunan kebutuhan ASN.

Guru P3K hanya dihargai satu tahun kontrak oleh negara. Padahal guru P3K yang lolos seleksi, mayoritas adalah guru honorer Kategori II (K-2) dan Non-Kategori. Usia mereka rata-rata di atas 35 tahun, bahkan ada yang usia 50 an, sudah mengabdi bertahun-tahun, dengan pendapatan jauh di bawah PNS, serta minimnya perlindungan profesi selama ini.

Keempat, minimnya perlindungan terhadap guru P3K berpotensi akan tetap terjadi. Mengingat belum adanya regulasi khusus tentang hak-hak dan perlindungan khusus sebagai guru P3K. Absennya negara dan perlakukan diskriminatif pada guru P3K sudah dirasakan sejak 2019.

Contoh kasus, guru P3K yang lolos seleksi pada 2019 berjumlah 34.954 orang. Hingga awal Januari 2021, mayoritas belum kunjung mendapat NIP, gaji, dan SK Pengangkatan. Hanya sebagian kecil sudah dapat SK kepala daerah. Berbanding terbalik dengan nasib guru PNS yang sama-sama seleksi 2019. Semuanya sudah dapat SK, gaji, NIP, mengikuti pelatihan sebagai PNS, dan tugas penempatan.

Jika kenyataan demikian, tidak salah para guru honorer berpikir ulang menjadi P3K. Nasib guru P3K formasi 2019 saja masih terkatung-katung, bagaimana kira-kira nasib satu juta guru yang akan direkrut massal 2021 nanti?

Fakta yang juga ganjil adalah, ada guru P3K dapat SK kontrak hanya satu tahun, namun ada yang kontraknya justru lima tahun, di daerah yang sama. Tentu membuat sesama guru P3K cemburu dan curiga, apa gerangan yang membuat dirinya hanya satu tahun. Inilah bentuk diskriminasi berikutnya dan celah politisasi akan selalu terjadi.

Kelima, kekhawatiran besarnya politisasi tingkat lokal terhadap guru P3K oleh kepala daerah atau birokrat daerah. Merujuk pada aturan masa perjanjian kerja di atas, kepala daerah dapat tidak memperpanjang masa kontrak guru P3K. Alasan “objektif” di atas kertas administrasi bisa saja dibuat (buat). Faktor like and dislike birokrat (kepala) daerah akan dominan.

 

Penulis adalah Koordinator Nasional  Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

3  +  2  =