Oleh: Tim Rumah Daulat Buku (RUDALKU)
Channel9.id – Jakarta. Enjang Yudiana mulai mengikuti kajian keagamaan pada 2009 bersama kelompok Negara Islam Indonesia (NII).
“Kajiannya disampaikan oleh Pak Sutrisna, aslinya orang Jakarta, tapi punya istri orang Singaparna, Tasikmalaya,” ujar Enjang. “Selain Pak Sutrisna, ada pula Ustadz Ade, asal Garut.”
Setelah beberapa kali mengikuti kajian keagamaan, Enjang dan rekan-rekannya yang berjumlah 9 orang kemudian menjadi bagian dari askar (tentara) NII.
Aktivitas idad askari (pelatihan kemiliteran) pun dilakukan rutin seminggu sekali pada Sabtu-Minggu di gunung Galunggung di Tasikmalaya, gunung Golkar di Ciamis, dan di sebuah gunung di perbatasan Garut-Bandung. Ada rencana i’dad askari ke Kepulauan Seribu, tapi tidak terealisasi. Pelatihan dilakukan dengan menggunakan softgun.
Baca juga: Dari NII ke JAD Berujung Jihad Literasi (1)
Di kajian yang Enjang ikuti itu tidak mewajibkan infak. Enjang tidak tahu faksi NII yang mana yang ia ikuti, yang ia tahu bahwa orang-orang NII di Tasikmalaya adalah berasal dari jaringan Jakarta. Beberapa orang yang aktif di NII Tasikmalaya asal Jakarta kemudian diketahui sebagai penganut Syiah.
“Ustadz Herdian dan Pak Helmi, seorang pengusaha pemborong, mereka Syiah menyusup ke NII. Dari Tasik tidak ada yang masuk Syiah melalui Ustadz Herdian,” ujar Enjang. “Tapi, yang dari Garut, Ustadz Ade, masuk syiah.”
Enjang aktif di pengajian NII hingga 2011. Setelah di NII, ia mengaji di majelis taklim organisasi Persatuan Islam (Persis), sebuah organisasi Islam yang didirikan di Bandung pada 12 September 1923. Di pengajian Persis itu, Enjang bertemu dengan Ustadz Romdhani, yang biasa ia sapa Ustadz Dani.
Ustadz Dani lalu membuat majelis taklim sendiri yang disebutnya sebagai kajian ahlussunnah wal jamaah. Ustadz Dani pula yang menjadi Amir Jamaah Anshorud Daulah (JAD) Jawa Barat.
“Materi pengajian yang digunakan oleh Ustadz Romdhani berasal dari Ustadz Aman Abdurrahman,” ujar Enjang.
Pengajian itu kemudian membawa Enjang menjadi anggota JAD Tasikmalaya pada 2016. Enjang bergabung dengan JAD Tasikmalaya, dan dipercaya menjadi pemimpin i’dad askari.
“Saat memberi pengajaran, Ustadz Dani menegaskan bahwa, amaliah-nya tidak di Indonesia, tapi berniat hijrah ke Syam.” Tak sampai setahun menjadi Amir JAD, Ustadz Dani kemudian hijrah ke Suriah (Syam) setelah berbaiat kepada pemimpin Islamic State in Irak and Syiria (ISIS) Abu Bakar al-Baghdadi.
“Ustadz Dani berangkat ke Syam, Ustadz Khoirul Anam naik jadi Amir JAD,” kata Enjang.
Informasi yang Enjang terima, Romdhani meninggal di Syam pada 2017. Di tahun yang sama, selain Romdhani, Amir JAD Tasikmalaya Teguh alias Abu Jihad, meninggal di Turki saat hendak menuju Syam.
Solidaritas Berujung Penangkapan
Pada 8 Mei 2018, terjadi kerusuhan di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, antara tahanan teroris dengan petugas kepolisian. Enjang mendapat informasi dari temannya bahwa tahanan di Mako Brimob terjadi kerusuhan.
“Di berita itu, gudang persenjataan sudah dikuasai oleh ikhwan. Polisi ada yang dibunuh,” ujar Enjang.
Rencana keberangkatan anggota JAD Tasikmalaya diceritakan oleh amir JAD Tasikmalaya Gilang Taufik di Pengadilan Negeri Jakarta Timur dalam persidangan Enjang dan bersama tiga rekannya. Gilang menyampaikan bahwa kabar penyerangan disampaikan oleh Ari Kardian kepada dirinya, pada hari Selasa tanggal 8 Mei 2018 sekitar pukul 21.00 WIB. Ari Kardian mengirim pesan lewat sosial media Telegram. Ari Kardian meminta tolong kepada anggota JAD Tasikmalaya untuk datang ke Mako Brimob. Setelah permintaan tolong itu, ponsel Ari Kardian tidak aktif.
Gilang kemudian mengirim pesan di group telegram ASSUNAH dengan isi pesan “ini ada kabar dari mako Brimob Kelapa Dua Depok bahwa ikhwan-ikhwan sedang dikepung oleh Polisi, ada permintaan dari Ari Kardian kalau bisa pergi ke Mako Brimob Kelapa Dua untuk membantu mereka.” Gilang kemudian mengajak berkumpul di pasar Cikurubuk di warung ayam goreng untuk musyawarah.
Empat orang berkumpul di pasar Cikurubuk, yakni Gilang, Dani, bendahara JAD Aji Niji, dan Anwar. Setelah itu empat orang menuju gedung serba guna (dabiq) milik Ustadz Rido, lalu datang Ari, Heri, Agus Jabir, dan Yudi. Semua sepakat untuk pergi ke Mako Brimob dengan menggunakan dua mobil, yaitu mobil SUV Peageut warna Hijau milik Ustadz Rido dan Avanza warna Hitam milik rental Mitra Batik yang disewa oleh Aji Niji.
Berangkat dari Tasik pada Rabu 9 Mei 2018 pkl. 02.00 WIB dengan peserta yang ikut 13 orang. Lalu, di masjid Al Hidayah di daerah Muhammad Toha Bandung, menunggu teman Ustadz Rido, sehingga dari Bandung bergabung ikhwan sebanyak lima orang.
Sampai di Mako Brimob, penjagaan ketat dan jalan ditutup. Ia dan rekan-rekan anggota JAD Tasikmalaya pun tak bisa masuk ke dalam. Di antara rekannya memastikan kondisi, dan memang ketat.
“Selain kami, seluruh ikhwan di Indonesia mau ke Mako. Sampai di sana jaringan putus. Tidak bisa komunikasi, akhirnya menginap di jalan, lalu pulang hanya 13 orang, karena 5 orang ditangkap di lokasi,” kisah Enjang.
Berselang empat bulan dari peristiwa Mako Brimob, Enjang pun ditangkap pada Kamis, 2 Agustus 2018, sekira pukul 13.35 WIB di lingkungan pasar Cikuburuk saat mengendarai sepeda motor dari rumah menuju ke pasar Cikurubuk.
“Saya mau belanja sendal, di perjalanan ditangkap,” ujar Enjang.
Berselang sehari, dilakukan penggeledahan di rumah Enjang. Tati, sang istri, terkejut hingga tak sadarkan diri saat rumahnya digeledah oleh tim Densus 88.
Enjang ditahan di Mako Brimob Bandung dua pekan, lalu pindah ke rumah tahanan Polres Garut. Dia menjalani vonis di Lapas Cipinang, Jakarta. (Bersambung)