Channel9.id, Jakarta – Panggung Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menjadi saksi kesinambungan diplomasi Indonesia lintas generasi. Tujuh puluh lima tahun lalu, ekonom muda Sumitro Djojohadikusumo berjuang memastikan republik baru tidak terisolasi dari dunia internasional. Kini, putranya, Presiden Prabowo Subianto, berdiri di mimbar yang sama untuk menyuarakan dukungan bagi Palestina.
Pada 28 September 1950, bendera Merah Putih pertama kali dikibarkan di PBB setelah Indonesia resmi diterima sebagai anggota ke-60 melalui Resolusi 491. Proses panjang menuju pengakuan itu tak lepas dari kiprah Sumitro, yang kala itu memimpin delegasi Indonesia di forum internasional. Lewat lobi intensif, ia mendorong lahirnya resolusi-resolusi Dewan Keamanan PBB yang menekan Belanda menghentikan agresi militer dan mengakui kedaulatan Indonesia.
Salah satu langkah berani Sumitro adalah Sumitro Memorandum (1948), yang mendesak Amerika Serikat menghentikan bantuan Marshall Plan kepada Belanda. Aksi ini memperkuat tekanan publik internasional dan membuka jalan bagi Konferensi Meja Bundar 1949, hingga akhirnya dunia mengakui kedaulatan Indonesia.
Tiga perempat abad berselang, giliran Prabowo yang berbicara di forum yang sama. Dalam Konferensi Tingkat Tinggi Internasional tentang Penyelesaian Damai Palestina dan Implementasi Solusi Dua Negara, Presiden menegaskan bahwa solusi dua negara adalah satu-satunya jalan menuju perdamaian abadi.
“Kita harus menjamin kenegaraan bagi Palestina. Namun, begitu Israel mengakui Palestina, Indonesia juga siap mengakui Israel dan mendukung jaminan keamanannya,” tegas Prabowo.
Pidato tersebut menandai sikap diplomasi Indonesia yang tidak hanya berpihak pada Palestina, tetapi juga mendorong jalan tengah yang realistis: perdamaian dengan pengakuan timbal balik.
Prabowo menambahkan, Indonesia siap mengirimkan pasukan penjaga perdamaian di bawah mandat PBB sebagai bentuk kontribusi nyata. Sikap ini menunjukkan konsistensi Indonesia mengawal isu dekolonisasi, dari perjuangan kemerdekaan Indonesia di era Sumitro hingga advokasi bagi Palestina hari ini.
Dengan demikian, diplomasi keluarga Djojohadikusumo di PBB tidak berhenti sebagai catatan sejarah. Dari Sumitro hingga Prabowo, benang merahnya tetap sama: membela hak bangsa yang terjajah dan memperjuangkan perdamaian yang adil.