Channel9.id – Jakarta. Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Mohamad Syafi’ Alielha atau Savic Ali mengingatkan masyarakat agar tidak hanya memikirkan kepentingan masing-masing. Sebab, menurutnya, semua orang memiliki peran sebagai mata rantai ekonomi.
Hal itu disampaikan Savic menanggapi aksi unjuk rasa sopir truk terkait muatan berlebih atau Over Dimension Over Loading (ODOL) yang berlangsung di Jakarta pada Rabu (2/7/2025) hari ini. Para sopir truk itu memenuhi Jalan Medan Merdeka Selatan hingga menyebabkan kemacetan.
“Dalam mata rantai ekonomi barang itu, kelihatan peran itu. Dan itu kalau bolong, nggak jalan, orang baru berpikir, ‘oh iya’. Orang nggak bisa memikirkan kepentingannya sendiri saja. Juga ada kepentingan di mata rantai itu yang harus dipikirkan,” kata Savic di Gedung PBNU, Jalan Kramat Raya, Jakarta, dilansir dari NU Online, Rabu.
Savic menilai rencana kebijakan nol kelebihan muatan dan dimensi atau Zero ODOL oleh pemerintah seharusnya juga mempertimbangkan dampak terhadap biaya logistik nasional. Ia menyayangkan kurangnya kesadaran publik tentang bagaimana harga barang termasuk bahan pokok bisa ditekan berkat efisiensi dalam sistem distribusi.
“Dia nggak tahu bahwa mangga kita itu diangkut oleh truk, beras kita dan apa pun, kita bisa menikmati harga itu ternyata ada yang menanggung, karena biaya kirim selama ini murah, karena ditekan. Ternyata kalau dipakai aturan bahwa truk hanya 4 ton, itu harga beras akan bisa seperti sekarang, misalnya. Banyak orang yang tidak mikir itu,” katanya.
Lebih lanjut, Savic menyatakan dukungan terhadap setiap aksi massa yang berangkat dari kegelisahan bersama dan aspirasi yang tidak didengar. Menurutnya, keputusan untuk berdemonstrasi merupakan bentuk dari kebuntuan dialog antara masyarakat dan pemerintah.
“Kalau teman-teman memutuskan aksi, berarti kan sudah menemukan kebuntuan, ada aspirasi, ada kepentingan yang tidak pernah diakomodasi, tidak didengar. Saya kira PBNU itu kan posisinya seperti dulu dicontohkan Gus Dur, bahwa PBNU sebetulnya adalah suara mereka yang tidak didengar, voice of the voiceless,” tuturnya.
Menurut Savic, jika ruang dialog tidak dibuka, maka aksi massa menjadi pilihan terakhir. Ia mencontohkan aksi buruh kereta api di London, Inggris, yang dapat melumpuhkan ekonomi.
“Tanggal sekian kami demo, otomatis sekian 10 juta orang London tidak bisa kerja, sehingga pemerintah dipaksa harus follow up benar agar terjadi titik temu dengan para buruh kereta. Karena kalau nggak, yang dirugikan 10 juta, ekonomi berhenti karena sebagian besar orang pakai kereta, bukan mobil,” katanya.
“Bahkan nggak cuma itu, mungkin kalau Menhub bisa dijawab, itu selesai. Belum tentu juga. Tapi kalau ada hari seluruh angkutan mandek, itu dampaknya akan memaksa pemerintah untuk mengambil langkah pemecahan,” terangnya.
Diketahui, aksi unjuk rasa sopir truk di Jakarta hari ini dimotori oleh Rumah Berdaya Pengemudi Indonesia (RBPI) dan sejumlah asosiasi pengemudi logistik. Para sopir truk datang dari berbagai daerah di Indonesia, mulai dari Jawa Tengah, Jawa Timur, Pulau Sumatera, hingga Kalimantan Selatan.
Dalam aksi hari ini, mereka menuntut pemerintah mengkaji kembali RUU nol kelebihan muatan dan dimensi atau zero over dimensi over loading (ODOL) karena dinilai tidak mempertimbangkan kepentingan mereka sebagai pengemudi. Mereka menilai peraturan ini akan berdampak pada pengurangan kapasitas muatan truk, sehingga mengurangi pendapatan mereka.
HT