Channel9.id-Jakarta. Aksi menolak Omnibus Law Undang-undang Cipta Kerja terjadi di hampir seluruh kota di Indonesia sejak rapat paripurna DPR RI mengesahkannya pada Senin sore (5/10). Dalam aksi-aksi tersebut, beberapa di antaranya–termasuk di Jakarta pada Kamis (8/10) berujung ricuh.
Menanggapi aksi-aksi demonstrasi–termasuk yang berujung ricuh itu Setara Institut menilai, kebebasan menyuarakan pendapat tidak lantas membenarkan anarki sosial.
“Unjuk rasa adalah artikulasi kebebasan berpendapat yang dijamin UUD Negara RI 1945 dan juga instrumen hak asasi manusia. Akan tetapi, kebebasan itu harus dijalankan dengan tidak melanggar pembatasan-pembatasan yang sudah ditetapkan, seperti larangan melakukan pengrusakan, tidak menimbulkan anarki sosial, tidak mengganggu ketertiban umum,” ujar Hendardi, Ketua SETARA Institute pada dalam keterangan tertulis, Selasa (13/10).
Baca juga: Pendiri KAMI Syahganda Nainggolan Ditangkap Polisi
Menurut Hendardi, jika aksi unjuk rasa berpotensi menimbulkan anarki sosial, penegak hukum dan aparat keamanan memiliki kewajiban untuk memastikan pencegahan serta penindakan. Tindakan-tindakan tersebut mesti dilakukan dengan cara-cara yang dibenarkan.
“Aksi dengan kekerasan yang terjadi di beberapa tempat pada 5-7 Oktober 2020 semestinya memberikan pembelajaran bagi semua pihak untuk menahan diri dalam menyampaikan aspirasinya. Peristiwa awal Oktober tersebut juga menggambarkan bahwa aksi dalam jumlah massa yang besar hampir pasti mengundang conflict enterpreneur untuk memanfaatkan situasi untuk kepentingan-kepentingan tertentu,” lanjutnya.
Selain itu, Hendardi menyoroti soal penyebaran informasi terkait rencana aksi lanjutan dengan agenda-agenda yang melampaui dari isu UU Cipta Kerja, di tengah masyarakat telah menimbulkan keresahan dan ketakutan.
“Aksi unjuk rasa dengan agenda-agenda ekstra konstitusional harus dicegah dengan tindakan hukum yang akuntabel. Percampuran kepentingan dan agenda aksi oleh berbagai komponen masyarakat telah menggambarkan bahwa aksi unjuk rasa yang digelar hari ini memiliki kerentanan lebih luas mengganggu ketertiban sosial,” tandasnya.
Hendardi juga menyarakan kepada pihak yang menolak UU Cipta Kerja untuk menggunakan mekanisme jalur formal.
“Elemen masyarakat dapat menggunakan mekanisme yang tersedia dalam sistem ketatanegaraan kita, yakni menguji pasal-pasal yang kontroversial itu ke meja Mahkamah Konstitusi. Termasuk sejumlah catatan formil yang dianggap tidak sesuai dengan prosedur pembentukan UU juga bisa diujikan ke Mahkamah Konstiusi,” pungkas Hendardi.
IG