Oleh:Yanuar Iwan.
Warna politik 2019 adalah warna politik persaingan dan kompetisi bentuk ucapan,tindakan,dan perbuatan kedua kompetitor petahana maupun oposisi hampir seluruhnya bisa dikategorikan sebagai bagian dari politik praktis.
Dalam perspektif demokrasi itu sah-sah saja,justru akan berdampak sangat baik apabila ucapan,tindakan,dan perbuatan insan politik tersebut tidak mengandung makna kontroversi dan bisa dikategorikan sebagai bagian dari pendidikan politik bangsa.
Dari pihak petahana memiliki peluang lebih besar dalam membawa pesan-pesan politik karena berkaitan dengan aktivitas-aktivitas birokrasi,peluang untuk memanfaatkan ruang publik untuk menarik simpati massa tentunya terbuka lebar.Dalam tahun yang penuh dengan sensitifitas politik hal-hal yang berhubungan dengan lambang-lambang politik tentunya bisa mengandung banyak arti dan sangat rentan terjadi kesalahpahaman komunikasi.
Peristiwa “Yang gaji kamu siapa” menjadi viral didunia maya karena sebagian besar disebabkan kesalahpahaman komunikasi.Acara stiker sosialisasi pemilu 2019 pada kamis 31/1/2019 menuai kontroversi dan kritikan.Panitia acara tersebut membuat “blunder”karena memberikan numerasi no 1 dan no 2 kepada dua stiker yang berbeda warna,lambang numerasi no 1 dan no 2 ditahun politik tentunya bisa diartikan sebagai aspirasi politik,pihak panitia tentunya bisa mengganti dengan X dan Y atau X dan Z.
Atmosfir diacara itu mudah sekali tersulut api politik walaupun Menkominfo sudah menegaskan bahwa acara itu tidak ada hubungannya dengan pilpres 2019.”Blunder” yang kedua adalah sewaktu seorang ASN diminta untuk memberikan pilihannya no 1 atau no 2 ASN tersebut menjawab no 2 dengan alasan visi misi no 2 lebih sesuai dengan keyakinannya,reaksi dari Rudiantara sesaat setelah ASN tersebut meninggalkan panggung acara adalah dengan bertanya”yang bayar gaji Ibu siapa?pemerintah atau siapa bukan keyakinan Ibu (dengan nada tinggi).Mis komunikasi mengakibatkan emosi,walaupun Kemkominfo sudah melakukan klarifikasi bahwa Rudiantara hanya ingin menegaskan netralitas ASN karena ASN digaji oleh negara tetap saja ada kalimat yang harus diperbaiki pada kalimat “pemerintah atau siapa bukan yang keyakinan Ibu”.
Emosi dari seorang pejabat publik apalagi seorang Menteri tidak harus dikaitkan dengan pembayaran gaji,karena demokrasi intinya adalah memberikan ruang untuk perbedaan,demokrasi tidak feodal,demokrasi selalu memberikan makna bagi kemanusiaan,pejabat pemerintah adalah pembantu rakyat untuk menemukan proses pembelajaran politik untuk saling menguatkan didalam segala perbedaan mereka harus mengikuti kehendak rakyat didalam tindakan-tindakannya karena demokrasi tujuan utamanya adalah menciptakan kesejahteraan rakyat.
Peristiwa kedua terjadi pada acara silaturahmi Jokowi dengan paguyuban pengusaha Jawa Tengah diSemarang sabtu 2/2/2019.Walikota Semarang Hendrar Prihadi meminta masyarakat untuk tidak menggunakan jalan tol jika tidak mendukung pasangan Jokowi-Ma’ruf Amin dipilpres 2019.Ketua DPC PDI-P kota Semarang tersebut berkata “Disampaikan kesaudaranya diluar sana kalau tidak mendukung Jokowi,jangan pakai jalan tol,disambut riuh hadirin.
Ucapan walikota Semarang tersebut sangat mencederai demokrasi,kesetiaan terhadap pemimpin tidak seharusnya dipertunjukkan dengan akrobat-akrobat kata-kata yang justru kontraproduktif dan jauh dari makna pendidikan politik,unsur otoriter bisa timbul dari perkataan tersebut.Demokrasi bukan hanya soal menang dan kalah,pondasi demokrasi adalah rasa cinta terhadap kemanusiaan.
Saya teringat dengan budayawan Emha Ainun Najib dalam salah satu tulisannya”Tuhan tidak pernah memintamu untuk menang melawan orang lain.Yang diminta olehNya adalah kemenangan melawan diri sendiri”.Politik adalah ranah kompetisi tetapi apabila kompetisi tersebut selalu diartikan dengan kemenangan maka manusia tidak akan pernah menggapai kebahagiaan,kita hanya terjebak dalam imitasi-imitasi kemenangan yang sejatinya adalah nafsu yang menghancurkan sesama dan jauh dari demokrasi,seorang pejabat publik bertanggung jawab untuk melayani dan melindungi masyarakat tanpa membedakan asalusul,agama,dan aspirasi politik karena pada dasarnya mereka adalah pembantu rakyat didalam merubah nasib terutama dalam menggapai kesejahteraan.
- Penulis adalah Pemerhati Ruang Publik Tinggal Di Cipanas.