Channel9.id – Jakarta. Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) yang juga seorang advokat, Denny Indrayana membantah tuduhan membocorkan rahasia negara. Hal itu terkait dengan pernyataannya yang mengaku mendapat informasi bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) akan memutuskan sistem pemilu legislatif yang akan kembali ke sistem proporsional tertutup atau coblos partai.
Denny, melalui akun Twitternya @dennyindrayana pada Selasa (30/5/2023), awalnya mengaku paham betul mengenai ranah hukum pidana dan pelanggaran etika. Ia bahkan mengungkit profesinya yang merupakan seorang advokat di dua negara.
“Sebagai akademisi sekaligus praktisi – Guru Besar Hukum Tata Negara dan advokat yang berpraktik tidak hanya di Jakarta (Indonesia) tapi juga Melbourne (Australia), insya allah saya paham betul untuk tidak masuk ke dalam wilayah delik hukum pidana ataupun pelanggaran etika,” kata Denny dalam unggahannya.
Oleh karena itu, ia pun menegaskan bahwa informasi yang ia sampaikan mengenai putusan MK itu bukan merupakan pembocoran rahasia negara.
“Karena itu, saya bisa tegaskan: tidak ada pembocoran rahasia negara, dalam pesan yang saya sampaikan kepada publik,” tegasnya.
Denny menyampaikan, rahasia putusan tersebut berada di lingkungan MK. Sedangkan, lanjutnya, informasi yang ia dapat, bukan berasal dari lingkungan MK, hakim konstitusi, ataupun elemen lain di MK. Ia pun menyarankan agar tidak ada langkah mubazir dengan melakukan pemeriksaan di lingkungan MK.
“Saya sudah secara cemat memilih frasa, ‘… mendapatkan informasi’, bukan ‘… mendapatkan bocoran’. Tidak ada pula putusan yang bocor, karena kita semua tahu, memang belum ada putusannya. Saya menulis, ‘… MK akan memutuskan’. Masih akan, belum diputuskan,” ungkap Denny.
Ia juga menyinggung cuitan Menkopolhukam Mahfud Md yang mengatakan Denny mendapat informasi tersebut dari A1. Denny mengatakan, ia secara sadar tidak menggunakan istilah “informasi dari A1”.
“Karena, info A1 mengandung makna informasi rahasia, seringkali dari intelijen. Saya menggunakan frasa informasi dari ‘Orang yang sangat saya percaya kredibilitasnya’,” imbuhnya.
Sebagai informasi, polemik ini bermula ketika mantan Wamenkumham Denny Indrayana mengaku mendapatkan informasi bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) akan memutuskan sistem pemilu legislatif yang akan kembali ke sistem proporsional tertutup atau coblos partai. Ia mengatakan, putusan tersebut diwarnai perbedaan pendapat atau dissenting opinion di MK.
“Pagi ini saya mendapatkan informasi penting. MK akan memutuskan pemilu legislatif kembali ke sistem proporsional tertutup, kembali memilih tanda gambar partai saja. Info tersebut menyatakan, komposisi putusan 6 berbanding 3 dissenting,” ujar Denny Indrayana kepada awak media, Minggu (28/5/2023).
Namun, ia tidak menyebut secara gamblang sosok pemberi informasi tersebut. “Siapa sumbernya? Orang yang sangat saya percaya kredibilitasnya, yang pasti bukan Hakim Konstitusi. Maka, kita kembali ke sistem pemilu Orba: otoritarian dan koruptif,” kata Denny.
Pernyataan Denny ini pun menuai kontroversi, hingga Paguyuban Bakal Calon Anggota DPR dan DPRD (BCAD) melaporkan Denny karena dinilai telah membocorkan rahasia negara soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai uji materi sistem pemilu. BCAD melaporkan Denny Indrayana ke Polda Metro Jaya pada Senin (29/5/2023).
Sebelum itu, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md lewat akun Twitter resminya @mohmahfudmd, putusan MK yang belum dibacakan masih berstatus sebagai rahasia negara. Info yang diterima Denny Indraya menurut Mahfud, itu bisa dikatagorikan sebagai upaya pembocoran rahasia negara.
“Terlepas dari apa pun, putusan MK tak boleh dibocorkan sebelum dibacakan. Info dari Denny ini jadi preseden buruk, bisa dikategorikan pembocoran rahasia negara. Polisi harus selidiki info A1 yang katanya menjadi sumber Denny agar tak jadi spekulasi yang mengandung fitnah,” kata Mahfud lewat cuitan di akun Twitter yang dipantau Antara di Jakarta, Minggu (28/5/2023).
Mahfud bahkan mengatakan dirinya yang pernah menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi tidak berani bertanya kepada MK soal putusan yang belum dibacakan. Dia pun mendesak MK mencari pihak yang membocorkan informasi tersebut.
“Putusan MK itu menjadi rahasia ketat sebelum dibacakan, tapi harus terbuka luas setelah diputuskan dengan pengetokan palu vonis di sidang resmi dan terbuka. Saya yang mantan Ketua MK saja tak berani meminta isyarat apalagi bertanya tentang vonis MK yang belum dibacakan sebagai vonis resmi. MK harus selidiki sumber informasinya,” kata Mahfud dalam cuitannya.
Baca juga: Denny Indrayana Dipolisikan, Mahfud MD Diskusi dengan Kapolri dan Panglima TNI
HT