PHK pekerja Yamaha
Ekbis

Di Tengah Ancaman PHK, Buruh Yamaha Music Tuntut Negara Tegakkan Hukum

Channel9.id, Jakarta – Serikat pekerja yang tergabung dalam SPEE FSPMI Bekasi membantah tudingan bahwa aksi unjuk rasa ribuan buruh di PT Yamaha Music Manufacturing Asia (YMMA), Senin (23/6), sebagai bentuk ancaman terhadap iklim investasi di Indonesia. Mereka menegaskan bahwa aksi tersebut adalah bentuk perjuangan untuk menuntut keadilan atas pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak terhadap dua pengurus serikat pekerja.

“Aksi ini bukan untuk menakut-nakuti investor atau menghambat pencari kerja. Ini adalah bentuk perjuangan kami dalam menegakkan keadilan industrial,” tegas Slamet Abadi, Sekretaris Pimpinan Cabang SPEE FSPMI Bekasi dalam keterangannya, Selasa (24/6/2025).

Aksi yang melibatkan ribuan buruh ini merupakan tindak lanjut dari protes terhadap keputusan manajemen PT YMMA yang memecat Ketua dan Sekretaris PUK SPEE FSPMI Yamaha Music, Slamet Bambang Waluyo dan Wiwin Zaini Miftah, pada 27 Februari 2025. PHK tersebut dilakukan menyusul adanya laporan dugaan pelanggaran hukum terkait kegiatan penyampaian informasi hasil perundingan upah di luar jam kerja.

Padahal, menurut serikat pekerja, kegiatan tersebut merupakan bagian dari hak berserikat yang dilindungi oleh Undang-Undang Ketenagakerjaan. Pasal 153 ayat (1) huruf g menyatakan bahwa perusahaan dilarang melakukan PHK terhadap pekerja yang menjalankan aktivitas serikat pekerja.

“Kami sudah menempuh semua jalur damai, dari perundingan bipartit hingga lobi ke tingkat manajemen pusat. Bahkan sudah ada mediasi dari Wakil Bupati Bekasi dan intervensi dari Kementerian Ketenagakerjaan, namun semua upaya itu diabaikan,” ujar Slamet.

Surat resmi dari Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia, bernomor 4/50/HI.00.1/III/2025, menyatakan bahwa PHK terhadap Slamet dan Wiwin tidak sah hanya berdasarkan laporan dugaan tindak pidana semata. Sementara itu, Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Bekasi juga telah mengeluarkan anjuran agar hubungan kerja tetap dipulihkan dan seluruh hak pekerja dibayarkan.

Namun, hingga saat ini, manajemen PT YMMA tetap melanjutkan proses PHK ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Bandung, tanpa mengindahkan anjuran dari lembaga resmi negara.

“Kami menilai ini sebagai bentuk ketidakpatuhan perusahaan terhadap hukum dan tidak adanya itikad baik untuk membangun hubungan industrial yang sehat. Perundingan yang dilakukan selama ini hanya formalitas belaka,” kata Slamet.

Ia juga menyoroti alasan perusahaan yang mengacu pada ketentuan Perjanjian Kerja Bersama (PKB), yang menurutnya tidak dapat dijadikan dasar hukum jika bertentangan dengan Undang-Undang. Kementerian Ketenagakerjaan sendiri menegaskan bahwa norma dalam PKB tidak boleh bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Serikat pekerja meminta pemerintah bertindak lebih tegas dalam menegakkan hukum ketenagakerjaan dan memastikan bahwa kebebasan berserikat tidak dikorbankan demi kenyamanan semu para investor. “Kami ingin investasi tetap tumbuh, tapi tidak dengan mengorbankan hak-hak buruh,” pungkas Slamet.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

72  +    =  81