Hot Topic Hukum

Diduga Hasil Bisnis Narkoba, Kompolnas Minta Polisi Dalami Harta Teddy Minahasa Rp29 M

Channel9.id – Jakarta. Mantan Kapolda Sumatera Barat Irjen Teddy Minahasa diduga terlibat dalam kasus peredaran narkoba jenis sabu.

Teddy disebut-sebut sebagai Kapolda terkaya di Indonesia karena memiliki harta kekayaan lebih dari Rp 29 miliar.

Bahkan, dalam surat pembelaan yang ditulis Teddy, dia mengaku rugi hingga Rp 20 miliar untuk membiayai operasi penangkapan di Laut China Selatan.

Baca juga: Diduga Kendalikan Peredaran Sabu, Irjen Teddy Terancam Hukuman Mati

Ketua Harian Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Benny Mamoto mengatakan, penyidik perlu menguak kasus ini secara tuntas. Penyidik perlu mencari tahu sumber kekayaan Teddy. Apakah berasal dari bisnis narkoba atau tidak.

“Istrinya Teddy memang pebisnis. Kalau saya ke Malang, hotelnya pasti punya bapak itu (Teddy). Tapi kalau bisnis narkoba memang usaha yang sangat besar. Oleh karena itu, pengungkapan kasus ini harus tuntas. Apakah ini baru sekali ini saja transaksi atau ada sebelumnya,” kata Benny dikutip dari Radio Elshinta, Kamis 20 Oktober 2022 pagi.

Benny pun meminta penyidik untuk mendalami pernyataan Teddy tentang mengeluarkan uang Rp 20 miliar untuk operasi penangkapan di Laut China Selatan. Menurutnya, teknik yang digunakan Teddy tidak lazim dipakai.

“Keluar uang Rp 20 miliar untuk melakukan penyelundupan Itu. Nah kita perlu bertanya uangnya dari mana. Memang itu tekniknya?” kata Benny.

Benny lantas mencontohkan teknik yang sering digunakan penyidik dalam melakukan operasi penangkapan narkoba. Teknik ini disebut Controlled Delivery.

Controlled Delivery adalah sebuah teknik khusus yang dilakukan penyidik tindak pidana narkoba tahap penyelidikan. Teknik ini digunakan saat penyidik melakukan operasi penangkapan barang bukti, di mana seorang tersangka mau bekerja sama dengan polisi dengan maksud menangkap orang-orang yang terlibat kejahatan narkoba.

Teknik ini digunakan dalam penangkapan Bandar Narkoba Freddy Budiman. Benny menceritakan, kala itu dirinya mendapatkan informasi dari luar akan ada pengiriman narkoba dalam jumlah besar.

“Kami dapat informasi dari luar. Kontainer akan ke sini dengan nomor segini yang diduga akan mengirim narkoba. Nah itu kita langsung lacak perjalanannya, kontainer sampai di Tanjung Priok kapan. Akhirnya di sana bisa teridentifikasi,” kata Benny.

“Saya minta anggota nyamar jadi petugas. Kemudian kerja sama dengan Bea Cukai untuk membuka itu. Kami cek benar isinya narkoba. Lalu kita proses oknum-oknum itu. Lalu kita minta mereka ke alamat yang dituju. Lalu kita buntuti. Itu namanya Controlled Delivery untuk mengetahui siapa lagi yang terlibat,” kata Benny.

“Jadi Freddy Budiman berhasil ditangkap. Tapi Bos di China ditangkap juga. Jadi akhirnya kerja sama dengan polisi China datang ke kami untuk memeriksa. Jadi terkoneksi,” lanjut Benny.

Benny pun mendorong Polri untuk belajar dari kasus ini. Polri harus bebenah dari masalah regulasi hingga pembinaan anggota. Kompolnas, kata Benny, akan terus mengawadi kinerja kepolisian.

“Kemudian konteks ke depan seperti yang diucapkan Kapolri bagaimana mengembalikan kepercayaan publik menjabarkan arahan dari Presiden Jokowi,” pungkasnya.

HY

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

9  +  1  =