Lifestyle & Sport

Dinyatakan Sembuh, Banyak Penyintas Covid-19 Masih Alami Gejala Berkepanjangan

Channel9.id-Jakarta. Pandemi Covid-19 belum berakhir. Jumlah pasien yang terinfeksi virus corona SARS-COV-2 terus bertambah setiap waktu.

Hingga kini, beragam penelitian masih terus dilakukan guna memperdalam soal penyakit tersebut dan bagaimana mengentaskannya.

Suatu penelitian mendapati adanya satu fenomena efek jangka panjang atau gejala lebih lama pada pasien penyintas Covid-19–yang telah dinyatakan sembuh. Fenomena ini disebut “long COVID”. Ada sejumlah fakta terkait fenomena ini yang wajib diketahui, yaitu berikut ini.

1. Long Covid ialah fenomena masih adanya efek infeksi atau gejala Covid-19 berkepanjangan, meski telah dinyatakan sembuh.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengimbau agar pengidap Covid-19 harus isolasi diri hingga 10 hari. Umunya, setelah 10 hari, pengidap dinyatakan sembuh, sebagaimana sejumlah jurnal medis mengatakan.

Namun, terdapat laporan yabg menyebutkan bahwa penyintas masih mengalami efek infeksi. Ini disebut long Covid.

2. Dialami 75-80% penyintas Covid-19

Berdasarkan laporan yang masuk terkait penyintas, sebagian besar masih merasakan gejala Covid-19. Meskipun sudah berbulan-bulan dinyatakan sembuh. Salah satunya aktris asal Amerika Serikat, Alyssa Milano.

Milano membeberkan kondisinya melalui video setelah sembuh. Ia menunjukkan dirinya mengalami kerontokan rambut yang parah.

Dikutip dari CBS News, masih ada yang mengalami hal yang dialamai Milano. Meski rambut rontok bukan gejala “resmi”, sebuah survei menemukan bahwa 26% orang dengan long Covid mengalami rambut rontok. Data ini berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Survivor Corps, grup yang membantu penyintas Covid-19.

Mereka menyurvei sebanyak 1.500 pasien. Para pasien melaporkan gejala tak biasa pascainfeksi, seperti kenaikan berat badan, telinga tersumbat, dan kerontokan rambut.

Dilansir dari Sky News, 81 dari 110 pasien Covid-19 yang dirawat di Southmead Hospital, Bristol, Inggris, mengaku masih sulit bernapas, nyeri otot, hingga kelelahan. Padahal mereka sudah tiga bulan dinyatakan sembuh

Melihat data tersebut, para ahli percaya bahwa jika kejadian fenomena long Covid ini di atas 75%.

Berdasarkan data dari aplikasi Covid Symptom Study yang dibuat oleh King’s College London, Inggris, mendapati bahwa setidaknya 1 dari 20 pasien merasakan gejala berkepanjangan. Sementara itu, di Italia, ada laporan 9 dari 10 pasien di Roma masih merasakan gejala berkepanjangan 60 hari pascainfeksi, dilansir dari The Independent.

3. Gejala long Covid serupa dengan Covid-19, walau berbeda-beda pada tiap orang

Dalam fenomena long Covid, pasien melaporkan gejala yang pernah dirasakan saat masih terinfeksi. Adapun gejalanya seperti kelelahan, mudah kehabisan napas, sakit otot dan sendi, sulit konsentrasi, depresi, hingga kabut otak.

Bahkan, menurut laporan dokter kepada British Medical Association, ada yang mengeluhkan masih mengalami anosmia atau hilangnya kemampuan mencium bau.

Sebuah studi berjudul “Persistent Symptoms in Patients After Acute COVID-19” di jurnal “JAMA Network” meneliti sekelompok penyintas Covid-19 di Roma.

Studi yang terbit pada Juli lalu itu menemukan bahwa 44,1% dari 143 pasien melaporkan kualitas hidupnya menurun. Penurunan ditandai dengan kelelahan tak berkesudahan (53,1%), sulit bernapas (43,4%), nyeri sendi (27,3%), dan sakit di dada (21,7%).

4. Covid-19 dipercaya tidak hanya menginfeksi paru-paru

Penyakit ini tidak hanya menginfeksi paru-paru, melainkan juga menekan sistem imun. Berdasarkan studi dari Cina pada awal Agustus lalu, ditemukan bahwa virus SARS-CoV-2 mengubah sistem imun.

Imbasnya, virus dapat berkembang, menyebabkan peningkatan sitokin yang besar, atau disebut sebagai badai sitokin (reaksi berlebih sistem kekebalan tubuh), dan mengakibatkan peradangan.

Melihat pola tersebut, besar kemungkinan bahwa gejala long Covid bisa tetap ada karena memang sistem imun yang belum benar-benar pulih. Kendati demikian, masih dibutuhkan penelitian lebih lanjut memahami fenomena itu lebih dalam.

5. Long-Covid membuat banyak penyintas mengalami depresi

Salah satu yang hal yang dikhawatirkan ialah depresi. Depresi ini tak hanya memengaruhi kehidupan penyintas, tetapi juga orang di sekitarnya.

Dilansir The BMJ Opinion, Paul Garder, profesor penyakit menular dari Liverpool School of Tropical Medicine, Inggris, mengatakan bahwa long Covid bisa membuat seseorang menjadi ragu akan dirinya. Misalnya, apakah dia akan benar-benar sembuh, apakah nantinya akan tertular lagi, dan sebagainya, yang mana perlahan ini akan memengaruhi orang-orang di sekitarnya.

Long Covid ini, katanya, juga bisa dialami oleh pasien yang l hanya mengalami gejala ringan saat terinfeksi, misalnya demam dan sesak napas.

6. Bukan hanya Covid-19 yang memberi dampak jangka panjangan

Para ahli sejatinya tidak terkejut dengan fenomena long Covid. Sebab ada sejumlah penyakit juga memiliki efek serupa, seperti SARS yang pernah mewabah pada 2002-2004 lalu.

Menurut studi di Kanada pada 2011, penyintas SARS mengalami sulit tidur. Mereka juga mengalami kelelahan parah, depresi, hingga nyeri otot. Bahkan, ada yang harus mengubah gaya hidup termasuk pekerjaannya.

Itu dia informasi seputar long Covid. Masih banyak hal tentang Covid-19 yang belum terkuak. Berbagai penelitian masih terus dilakukan, termasuk tentang bagaimana efek bagi para penyintasnya yang mengalami long Covid.

(LH)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

84  +    =  86