Channel9.id – Jakarta. Persepsi publik dan media massa terhadap kinerja Polri sepanjang 2020 terus menguat, demikian riset yang dilakukan oleh Indonesia Indicator (I2).
Berdasarkan analisis framing pemberitaan media online di Indonesia, nilai rapor kinerja Polri pada tahun ini sebesar 79 dari angka 100.
Direktur Komunikasi Indonesia Indicator (I2), Rustika Herlambang menyatakan, berbagai aktivitas Polri di media massa dan media sosial selama ini bisa diukur untuk mengetahui agenda publik dan agenda masyarakat pada Polri.
“Sepanjang 2020, Polri diberitakan dalam 331.308 berita dari 2.647 media online berbahasa Indonesia,” ujar dia seperti dikutip Antara, Rabu (1/7).
Dari keseluruhan berita terkait kinerja Polri, I2 mencatat, sekitar 79% memiliki sentimen netral dan positif. Sementara, pemberitaan terkait Polri yang memiliki sentimen negatif sebanyak 21%.
Kemudian, sebanyak 57% pemberitaan tentang Polri, kata Rustika, memuat kegiatan jajaran Polri menangani covid-19.
Isu yang menarik bagi media online adalah Maklumat Kepala Kepolisian Indonesia terhadap kerumunan, protokol kesehatan, bantuan beras, pengawalan bansos, mengawal BLT, dapur umum bersama TNI, dan operasi ketupat.
“Isu tersebut banyak mendapatkan atensi positif di media dan masyarakat,” kata dia.
Menurut dia, isu terbesar kedua yang menjadi perhatian media adalah keberhasilan Polri dalam menangani kasus narkoba.
Pernyataan tegas Kapolri agar anggota tak segan menembak mati bandar membuat penanganan kasus menjadi lebih kuat. Sampai pertengahan 2020, Polri mencetak berbagai prestasi, seperti menggagalkan penyelundupan sabu seberat 1,15 ton, menggerebek bandar narkotika di Sukabumi dan menyita 359,57 kg sabu, dan menemukan sabu-sabu seberat 797,11 kg di Serang, Banten.
Selain itu, kinerja Polri dalam penanganan banjir, persiapan pilkada serentak, karhutla, dan Papua juga menjadi isu perhatian media.
Sekalipun catatan keseluruhan mengesankan, menurut dia, Kepolisian Indonesia masih membukukan angka merah sebanyak 21%.
Ada beberapa kinerja Kepolisian Indonesia mendapat framing negatif dari media di antaranya datang dari penanganan kasus Novel Baswedan, Harun Masiku, dan penangkapan aktivis.
“Jadi bisa dikatakan bahwa rapor Kepolisian Indonesia sepanjang 2020 adalah 79 dari angka 100,” kata dia.
Rustika sampaikan, kinerja Polri di media sosial mendapat respons negatif mencapai 23%. Hal ini menunjukkan agenda media dan agenda media sosial sama. Namun, memiliki tingkat perhatian yang berbeda.
Sepanjang 1 Januari- 29 Juni 2020 terdapat sebanyak 1.766.022 percakapan dari 667.398 akun non-Polri di Twitter.
“Penghitungan ini sengaja dipisahkan untuk mengetahui respons masyarakat pada Polri, mengingat akun-akun Polri cukup aktif lakukan sosialisasi kebijakan Polri, dari level nasional hingga level Polsek,” kata dia.
Isu terbesar di Twitter adalah soal penanganan dan informasi terkait covid-19.
“Di sini terlihat bagaimana Polri menjadi salah satu rujukan, solusi, sekaligus sasaran keingintahuan hingga kejengkelan atas berbagai isu terkait penanganan dan kebijakan pemerintah terkait covid,” kata dia.
Isu terbesar berikutnya di Twitter adalah isu kriminalitas, kemanusiaan, terorisme radikalisme, penangkapan aktivis, Papua, dan Novel Baswedan.
“Beberapa isu terakhir inilah yang membuat framing negatif pada Polri sepanjang 2020,” ujar dia.
Berdasarkan tangkapan sistem Intelligent Perception Analysis (IPA), kata dia, isu Kepolisian Indonesia direspons netizen milenial sebanyak 83,4%.
Dari sisi gender, terdapat 58,2% netizen laki-laki, dan 41,8% netizen perempuan, dengan persebaran lokasi yang hampir menyeluruh. Emosi yang dimunculkan adalah antisipasi dan kepercayaan, imbuh dia.
Beberapa kemarahan dari netizen beberapa kali bergolak di antaranya karena kasus pernikahan Kepala Polsek di suatu hotel mewah di Jakarta yang sempat jadi topik menonjol Ravio Patra, Novel Baswedan, dan isu Papua.
“Isu ini memberikan sentimen negatif sebesar 23% di Twitter. Inti dari emosi ini adalah adanya ketidakpuasan dari netizen atas penanganan Polri,” katanya.
(HY)