Channel9.id-Jakarta. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengatakan bahwa ketersediaan dokter sangat memengaruhi kualitas pelayanan kesehatan. Namun, persebaran dokter di Indonesia saat ini tak terdistribusi merata sehingga memungkinkan “ketimpangan pelayanan kesehatan,” menurut Ketua Pengurus Besar IDI dr. Moh. Adib Khumaidi.
Adib mengatakan bahwa Indonesia kekurangan 78.290 dokter. Kebutuhan ini berdasarkan asumsi rasio terbaik antara dokter dan penduduk adalah 1:1.000.
“Di Indonesia ada 272 juta penduduk, maka yang dibutuhkan adalah 272 ribu dokter. Berdasarkan data saat ini, ada 193.710 dokter. Jadi, ada kekurangan 78.290 dokter,” terangnya di acara mimbar publik yang digelar oleh PB IDI, Selasa (28/3).
Adib menegaskan bahwa Indonesia perlu memikirkan cara produksi dokter. Pun harus memikirkan bagaimana cara mendistribusikan para dokter itu secara merata ke seluruh wilayah Indonesia.
Menurut data IDI, sejumlah dokter spesialis di berbagai wilayah sudah melebihi rasio ideal—seperti dokter spesialis anak, spesialis dalam, hingga spesialis bedah anestesi. “Kalau dokter ini terus diproduksi, maka yang terjadi adalah overload atau penumpukan dokter spesialis tertentu dalam satu wilayah, dan munculnya pengangguran dokter. Ini bisa terjadi kalau Indonesia hanya berfokus pada produksi dokter saja,” pungkasnya.
Berangkat dari situasi itu, Adib menilai bahwa Indonesia perlu melakukan analisa kebutuhan tenaga kesehatan dan tenaga medis dengan pendekatan berbasis kewilayahan. Dengan begitu, kebutuhan spesialis tertentu di suatu wilayah bisa dipenuhi.
“Jadi, per provinsi harus ada analisa ini. Ini nggak hanya melibatkan Kemenkes, tapi juga Kemendagri dan KemenPanRB. Jadi, ada pola link and match-nya,” ujarnya.
“Kalau (link and match) tidak dilakukan, maka akan terjadi double burden. Mungkin saja akan terjadi bonus demografi dokter. Kondisi ini bukan berimplikasi pada perbaikan pelayanan, melainkan memunculkan masalah baru yaitu pengangguran intelektual profesional dokter,” sambung Adib.
Untuk mewujudkan itu, lanjut Adib, saat ini dibutuhkan roadmap kebutuhan dokter dan tenaga kesehatan di seluruh Indonesia hingga 2045. “Ini perlu disusun oleh pemerintah bersama stakehodler, dan juga organisasi profesi,” kata Adib.
Sejalan dengan itu, ia turut menyinggung Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan omnibus law dan menekankan bahwa “problem dokter tidak bisa diselesaikan dengan hanya simplifikasi regulasi.”
Baca juga: IDI Sangsikan RUU Kesehatan Jadi Solusi Masalah Yankes, Kenapa?