Nasional

Dr. Suaedy: Islam Nusantara Belum Membumi di Indonesia

Channel9.id – Jakarta. Komisioner Ombudsman RI Dr. Ahmad Suaedy mendorong memperkuat Islam Nusantara sebagai kajian ilmu pengetahuan.

Hal itu dibutuhkan supaya gagasan Islam Nusantara diperkenalkan di seluruh dunia. Pun menjadi penyeimbang di tengah pertentangan barat (sekuler) dan timur tengah (agama).

Menurut Dosen UNUSIA ini, Islam Nusantara mampu menawarkan paradigma baru dengan mengambil jalan tengah dan meramu dua pandangan tersebut. Dia membuat kehidupan agama dan negara bisa berjalan bersama-sama.

Namun, gagasan Islam Nusantara belum membumi di Indonesia. Kajian Islam di nusantara masih memisahkan nilai-nilai agama dengan situasi sosial dan politik.

“Sekarang belum menginjak di bumi Indonesia. Kitab-kitab yang digunakan masih kitab dari Timur Tengah. Itu sebetulnya tidak masalah, tapi kalau kaitannya dengan ibadah. Tapi memang tidak bisa dikaitkan dengan gerakan sosial pemerintah dan kekuasaan. Jadinya imajinasinya keluar,” katanya, dalam Webinar yang diadakan ISNU DKI Jakarta, Sabtu (4/7).

Dalam hal ini, masyarakat saat mengkaji agama tidak dikaitkan dengan permasalahan sosial dan kekuasan seperti isu keadilan.

“Padahal masalah sosial politik juga bagian dari agama,” katanya.

Selain itu, kajian Islam di beberapa universitas masih menggunakan paradigma neorientalisme.

“Neo-orientalisme adalah timur melihat timur. Islam belum untuk melihat situasi di luar. Kita perlu mendorong kesadaran politik yang lebih,” katanya.

Selain itu, belum tumbuh sikap kritis dalam mengkaji nilai-nilai Islam.

“Dakwah adalah sarana utama untuk menyebarkan nilai-nilai Islam. Tujuan dakwah adalah menyampaikan nilai-nilai yang baik. Namun, hal itu tidak dibarengi dengan refleksi dan sikap kritis,” katanya.

Oleh karena itu, ia mendorong untuk mengencarkan riset-riset lokal supaya memperkuat Islam Nusantara dari sisi keilmuan.

“Membumikan Islam Nusantara sebagai ilmu pengetahuan dengan data valid. Jadi tidak kecenderungan umum seperti ini. Dianggap kebenaran mutlak. Ini adalah tantangan luar biasa. Kita ingin mendorong cara berpikir metodologis dan bisa dipertangungjwabkan,” katanya.

(HY)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

  +  66  =  67