Oleh: Emrus Sihombing*
Channel99.id-Jakarta. Di tengah bangsa kita, mulai dari Presiden hingga seluruh rakyat Indonesia bekerja keras di berbagai bidang, termasuk upaya kita bersama membentuk pengalaman peta kognisi, sikap dan perilaku masyarakat untuk memutus mata rantai penyebaran virus Covid-19, tiba tiba publik dikejutkan ada oknum dari Kimia Farma yang diduga menggunakan alat rapid test antigen daur ulang (Artadu) di bandara internasional Kualanamu, Medan.
Hal ini tentu sangat berpotensi menyebarkan virus Covid-19 dari penerima Artadu kepada manusia lain, sekaligus dugaan perilaku tersebut dapat membuyarkan kepercayaan publik terhadap penanganan Covid-19 di tanah air. Jadi, dugaan penggunaan Artadu sebagai tindakan penyimpangan luar biasa atau extraordinary crime.
Karena itu, dugaan tindakan ini sudah di luar nalar, batas kewajaran dan kemanusiaan. Jika terbukti sah secara hukum, hakim sejatinya dapat memberikan hukuman yang sangat berat kepada para pelaku untuk menumbuhkan efek jera. Sekaligus juga pendidikan hukum kepada masyarakat, dan sekaligus bisa menjadi landasan yurisprudensi ke depan. Sebab, Covid-19 sebagai bencana nasional, bahkan bencana global.
Di samping itu, muncul pertanyaan kritis, mengapa bisa terjadi. Jawabnya sederhana, mekanisme koordinasi, pengawasan dan pengendalian sangat lemah. Siapa yang paling bertanggungjawab dari ketiga hal tersebut? Dari aspek kepemimpinan, tentu Dirut Kimia Farma merupakan orang yang paling bertanggungjawab. Apa bentuk tanggungjawab nya? Jawabnya, berpaling kepada hati nurani Dirut Kimia Farma, misalnya belum minta maaf karena belum terbukti bersalah.
Padahal, seorang pemimpin yang baik harusnya lebih mengedepankan empati daripada alasan normatif. Selain itu, pemimpin harus bertanggungjawab atas kinerja bawahannya, baik yang positif apalagi yang mengecewakan penerima dan calon penerima layanan. Untuk itu menurut hemat saya, Menteri BUMN perlu memerintahkan Dirut Kimia Farma menjelaskan ke publik, mengapa bisa terjadi dugaan penggunaan Artadu dari aspek pengawasan.
Baca juga: Karyawannya Gunakan Rapid Test Bekas, Kimia Farma Angkat Suara
Bila merujuk pada fenomena gunung es, bisa saja dugaan penggunaan Artadu semacam ini terjadi di lain tempat. Karena itu, Menteri BUMN perlu membentuk tim independen melakukan ivestigasi membuka secara terang benderang di semua titik pelayanan test antigen dan sejenisnya milik Kimia Farma untuk tujuan perbaikan.
Selain itu, saya menyarankan kepada Bapak Presiden agar menugaskan para menteri terkait untuk senantiasa melakukan koordinasi, pengawasan dan pengendalian secara ketat terhadap jajaran di bawahnya terkait kegiatan dan program pelacakan, testing dan perlakukan (pengobatan) yang dinakodai oleh Menteri Kesehatan.
Sesekali, menteri uji petik dengan meminta seseorang sebagai konsumen dari layanan pelacakan, testing dan pengobatan. Hal ini penting karena menyangkut keselamatan manusia dari gempuran Covid-19 yang belum ada tanda-tanda akan landai apalagi berakhir.
*Komunikolog Indonesia