Ekbis

E2S: Subsidi BBM dan LPG Tidak Tepat Sasaran, Perlu Payung Hukum yang Tegas

Channel9.id – Jakarta. Chairman Energy & Mining Editor Society (E2S) Dudy Rachman menyampaikan, subsidi sektor energi terutama subsidi bahan bakar minyak (BBM) jenis solar dan pertalite serta LPG 3 Kg tidak tepat sasaran.

Masih banyak masyarakat kelas atas yang mengonsumsi subsidi tersebut. Menurut Dudy, hal ini karena tiadanya payung hukum yang tegas dalam memberikan sanksi kepada mereka.

Pernyataan itu disampaikan Dudy saat membuka webinar SUKSE2S : Generating Stakeholders Support for Achieving Effectiveness of Fuel and LPG Subsidies, Rabu 29 Juni 2022.

Baca juga: Polri Ungkap 230 Kasus Penyalahgunaan BBM Bersubsidi Sepanjang 2022

“Sungguh ironis mobil-mobil mewah dengan harga di atas Rp300 juta mengonsumsi BBM yang disubsidi. Tiada payung hukum yang tegas membuat pemilik pengendara mewah ini menjadi semena-mena dalam membeli BBM murah meriah,” kata Dudy.

Dudy menyampaikan, di tengah situasi tingginya harga minyak dunia ini bisa menjadi momentum supaya subsidi bisa tepat sasaran.

Adapun subsidi BBM seharusnya diberikan kepada masyarakat kelas bawah. Sedangkan, subsidi LPG 3 Kg sejatinya untuk rumah tangga miskin dan para pelaku usaha mikro.

“UU No 20 Tahun 2008 tentang UMKM menyebutkan penggunaan subsidi 3 Kg hanya diperuntukkan untuk usaha kecil yang beromset maksimal 833 ribu per hari, tapi masih banyak pelaku usaha besar yang menggunakna LPG 3 Kg,” kata Dudy.

Di samping itu, Dudy menjelaskan, sudah beberapa tahun harga BBM jenis solar tidak dilakukan penyesuaian. Harga solar masih ditahan pada kisaran Rp5.150 per liter.” Padahal harga ekonomi sudah melewati 3 kali lipat harga saat ini,” kata Dudy.

Pemerintah juga menjaga harga pertalite di level Rp7.650 per liter. Bahkan harga LPG 3 Kg tidak mengalami kenaikan sejak program konversi minyak tanah ke LPG 3 Kg 15 tahun lalu.

“Padahal biaya pengadaan BBM subsidi dan penugasan termasuk LPG tentu tidak murah di tengah harga minyak mentah USD 100 per barel,” ujar Dudy.

Di sisi lain, konsumsi BBM subsidi dan penugasan cenderung terus meningkat. Pemerintah berbaik hati dengan menaikkan kuota solar dari 15 juta kilo liter menjadi 18 juta kilo lite dan pertalite 23 jt kilo liter menjadi 28 juta liter.

“Bila tidak dijaga bisa dipastikan sampai akhir tahun 2022, kuota solar dan pertalite yang sudah ditambah pun berpotensi terlampaui. Ini bakal menambah beban negara,” ujar Dudy.

Beban itu belum ditambah dengan biaya kompensasi kepada Pertamina yang telah menyediakan dan mendistribusikan energi itu ke seluruh wilayah Indonesia.

E2S pun memproyeksikan jika terus seperti itu, hingga penghujung tahun dana subsidi dan kompensasi mencapai lebih dari Rp500 triliun.

“Dengan dana itu sebetulnya bisa dibangun ruas tol baru dengan sepanjang 3.501 km dengan biaya investasi Rp142 miliar per kilometernya. Dana itu juga bisa membangun sekolah dasar sebanyak 227 ribu unit dengan biaya Rp2,19 miliar. Untuk kesehatan misalnya 41.666 puskesmas baru dengan dana Rp12 miliar. Bahkan rumah sakit kelas menengah dapat dibangun 3333 unit dengan harga Rp101 miliar,” katanya.

HY

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

9  +  1  =