Channel9.id – Jakarta. Mantan Sekretaris Utama (Sestama) Badan SAR Nasional (Basarnas) Max Ruland Boseke divonis pidana 5 tahun penjara dalam kasus korupsi pengadaan truk angkut personel 4WD dan rescue carrier vehicle di Basarnas.
Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat juga menjatuhi vonis kepada Sestama Basarnas periode 2009–2015 itu dengan denda Rp500 juta subsider pidana kurungan selama 9 bulan oleh.
“Menjatuhkan pidana oleh karenanya terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama lima tahun dan denda sebesar Rp500 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti pidana kurungan selama sembilan bulan,” ujar ketua majelis hakim Teguh Santoso saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (24/3/2025).
Hakim menyebut Max telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama pada kasus tersebut, sebagaimana dalam dakwaan alternatif pertama penuntut umum.
Selain itu, Max juga dijatuhi hukuman tambahan berupa pembayaran uang pengganti sebesar Rp2,5 miliar. Jika dalam waktu satu bulan terpidana tidak membayar uang pengganti, maka harta bendanya disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka dipidana penjara selama satu tahun.
Dalam menjatuhkan hukuman tersebut, hakim mempertimbangkan sejumlah hal yang memberatkan dan meringankan untuk Max.
Hal memberatkan yakni Max sebagai Sestama Basarnas tidak akuntabel dalam menjalankan tugas, menikmati hasil dari tindak pidana korupsi, serta sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) tidak bertanggung jawab dalam penggunaan anggaran negara.
Sedangkan hal meringankan adalah Max belum pernah dihukum, bersikap sopan di persidangan, dan tidak mempersulit jalannya persidangan. Max juga disebut memiliki tanggung jawab keluarga.
Adapun vonis ini sesuai dengan tuntutan jaksa KPK yang ingin Max dihukum dengan pidana lima tahun dan tiga bulan penjara ditambah denda Rp500 juta subsider sembilan bulan kurungan, serta uang pengganti Rp2,5 miliar subsider satu tahun kurungan.
Selain Max, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) sekaligus Kasubdit Pengawakan dan Perbekalan Direktorat Sarana dan Prasarana Badan SAR periode 2013-2014 Anjar Sulistiyono dihukum dengan pidana empat tahun penjara dan denda sebesar Rp200 juta subsider enam bulan kurungan.
“Menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan alternatif pertama penuntut umum,” kata hakim.
Sedangkan Direktur CV Delima Mandiri William Widarta divonis dengan pidana penjara selama enam tahun dan denda sebesar Rp500 juta subsider sembilan bulan kurungan. William juga dihukum membayar uang pengganti sejumlah Rp17,94 miliar subsider tiga tahun penjara.
“Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani terdakwa [William Widarta] dikurangi dengan pidana yang dijatuhkan. Memerintahkan terdakwa tetap ditahan,” ucap hakim.
Para terdakwa terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Dalam kasus tersebut, Max dkk terbukti merugikan keuangan negara senilai Rp20,44 miliar. Perbuatan korupsi bertujuan memperkaya diri Max sebanyak Rp2,5 miliar dan William Rp17,94 miliar.
Kasus bermula saat Max menjadi KPA Tahun Anggaran (TA) 2014, Anjar diangkat menjadi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) TA 2014, serta Kepala Basarnas periode 2013-2014 Muhammad Alfan Baharuddin ditetapkan sebagai Pengguna Anggaran TA 2014.
Sejak 2006, William disebut telah mengikuti berbagai lelang pekerjaan pengadaan di Basarnas dengan menggunakan CV Delima Mandiri. Namun, William mengikuti proses pelelangan itu dengan tidak mematuhi peraturan yang berlaku sehingga mengakibatkan kerugian keuangan negara dari selisih kelebihan pencairan uang pelaksanaan pekerjaan senilai Rp20,44 miliar.
Selisih tersebut berasal dari pencairan uang pelaksanaan pengadaan truk angkut personel 4WD senilai Rp10,05 miliar karena terdapat pembayaran senilai Rp42,55 miliar, sedangkan realisasi pembiayaan hanya Rp32,5 miliar.
Selain itu, selisih pencairan dana berasal pula dari pelaksanaan pengadaan kendaraan pengangkut penyelamat senilai Rp10,38 miliar lantaran adanya pembayaran senilai Rp43,54 miliar, sedangkan realisasi pengadaan hanya Rp33,16 miliar.
HT