Channel9.id – Jakarta. Forum diskusi PARA Syndicate dengan topik “Tunda PEMILU vs Tunda IKN: Rakyat Pilih Mana?”, Rabu (9/3/22) secara daring, mengulasnya bersama narasumber, yaitu Wakil Ketua Umum DPP Partai Demokrat Benny K. Harman, Pemimpin Redaksi Koran TEMPO Jajang Jamaludin, Direktur LIMA Indonesia Ray Rangkuti, dan Peneliti PARA Syndicate Virdika Rizky Utama, dan dipandu oleh Direktur Eksekutif PARA Syndicate Ari Nurcahyo.
Dalam pengantarnya, Ari mengatakan, publik perlu menggali lebih dalam di balik pernyataan Presiden Jokowi dalam menanggapi isu terkait wacana presiden tiga periode dan penundaan pemilu yang terkesan masih bersayap.
“Dalam diskusi ini kita ingin menguji sejauh mana pernyataan presiden itu memberikan kepastikan politik dan mengkonsolidasikan demokrasi atau sebaliknya,” kata Ari.
Virdika Rizky Utama, peneliti PARA Syndicate membuka diskusi dengan menyatakan baik tunda IKN maupun tunda pemilu pilihan yang ironis untuk rakyat.
“Rakyat disuruh memilih yang agak lebih baik dari pada yang terburuk,”ujarnya.
Virdi menyatakan bahwa penundaan pemilu dengan melakukan amandemen terbuka peluang bisa berlangsung cepat seperti pembentukan UU IKN.
“Ini semua kepentingan elite. Jadi bisa berlangsung cepat lobi-lobinya. Rakyat tak dilibatkan dalam proses ini, karena hanya melayani oligarki,” jelasnya.
Virdi berpendapat, apabila amandemen ini dilakukan maka akan melemahkan demokrasi dan justru membuka pintu bagi otoritarianisme.
“Penguasa negara akan kembali menjadi sangat kuat dan rakyat akan semakin lemah, karena sebelumnya siapapun yang kritis terhadap pemerintah akan coba dibungkam oleh pendukung dan buzzer pemerintah,” kata Virdi.
Lebih jauh, ia meyakini akan ada gelombang protes yang sangat besar bila amandemen dilakukan. Pasalnya, kata Virdi, generasi 1998 dan generasi saat ini yang menjadi mahasiswa, pemuda, dan aktivis akan bertemu dalam satu isu. “Ini bisa membuat instabilitas politik dan ekonomi terganggu,” ucapnya.
Pemimpin redaksi Koran TEMPO Jajang Jamaludin menegaskan bahwa dirinya dan Tempo secara tegas menolak pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) dan wacana tunda pemilu. Musababnya, kata Jajang, adalah pertaruhan masa depan demokrasi Indonesia.
“Kami risau dengan masa depan demokrasi Indonesia, demokrasi bisa mati pelan-pelan lewat prosedur yang demokratis. Ketika konstitusi dibajak, ini munculnya otoritaritarianisme. Ada pelemahan aktor-aktor dan lembaga demokrasi, seperti pelemahan KPK dan masyarakat sipil,”katanya. Kalau dipaksakan “penundaan pemilu melanggar konstitusi dan menabrak demokrasi,” sambung Jajang. “Kami berpijak pada paham konstitusionalisme dan demokrasi yang mengharuskan jabatan itu dibatasi,” ujarnya.
Jajang melanjutkan, mengenai pemindahan IKN, ini tampak sekali tergesa-gesa dan memaksakan. “Pindah ibu kota bukan pindah kost-kost-an”, tegasnya.
Apalagi investigasinya mengungkapkan bahwa beberapa menteri bahkan kebingungan untuk membangun IKN karena tak ada uang. “Ini prosesnya tidak ada deliberatif, sangat cepat sekali dan tergesa-gesa. Dalam kampanye Pemilu 2014 dan 2019 gak pernah muncul, tapi tiba-tiba jadi. Sekarang ini sedang krisis dengan tekanan ekonomi untuk penanganan pandemi dengan biaya sekitar 1.700 T,” imbuhnya.
Menurutnya, kita tidak boleh keliru dalam menetapkan prioritas nasional akibat tidak mengukur kemampuan. Jajang menyatakan, ide pembangunan IKN ini dugaannya digagas oleh orang-orang yang dihinggapi sindrome delusion of grandeur.
“Ada bayangan tentang kejayaan. Mereka selalu membayangkan dirinya besar dan mampu, padahal kenyataannya gak memungkinkan,” katanya.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Benny K. Harman menyatakan penggagas penundaan pemilu dan penambahan masa jabatan serta amandemen ini kehilangan akal sehat.
“Mereka tak bisa lebih jauh memberikan alasan yang masuk akal dalam menjelaskan kepada kita semua kenapa harus tunda pemilu,” tegas Benny.
Menurutnya, gagasan ini tidak muncul begitu saja yang melibatkan panggung belakang dan panggung depan kekuasaan. Ini bukan wacana biasa tapi “Ini percikan api dari sumber api yang dahsyat, dan pantulan kehendak yang begitu kuat dari kekuasaan, dari orang-orang di istana dan sekitar kekuasaan”, kata Benny.
Benny berkeyakaninan bahwa wacana penambahan masajabatan presiden itu berasal dari istana. Semua yang menginisasi wacana ini dari para pejabat dan pembantu presiden. “Ada dugaan kuat Presiden Jokowi dan orang-orang sekitarnya yang ingin memperpanjang kekuasaan dengan menunda pemilu,” katanya.
Wacana ini dicarikan alasannya dengan alasan program pembangunan yang sifatnya strategis, kepuasan publik atas kinerja pemerintah, dan kondisi ekonomi.
“Agar narasi ini tidak dianggap bersumber dari Pak Jokowi, maka dibangun narasi sedemikian rupa dari kepuasan kerja Jokowi, untuk meyakinkan publik agar menerima wacana dari istana,” cetusnya.
Selainitu, Benny juga menyoroti kerja parlemen yang belakangan hanya jadi stempel pemerintah. DPR kehilangan fungsi check and balances dalam mengawasi jalannya pemerintahan.
“DPR saat ini mengalami kelumpuhan. Partai Demokrat dengan jelas menolak penundaan pemilu dari para oligarkh di belakangnya,” katanya.
Dan juga mengenai IKN, Benny menganggap bahwa rencana pembangunan itu sangat dibuat-buat. Ia khawatir bila nanti jadi tak ada pemilu, karena dananya sudah habis untuk IKN.
“Kesengajaan tidak menyediakan anggaran pemilu adalah kejahatan konstitusi. Ini lebih dari pelanggaran konstitusi, tapi constitutional crime. Kami menolak tegas setiap langkah orang-orang presiden dan presiden untuk memperpanjang dan memperbesar kekuasaan dengan menunda pemilu. Ini bukan untuk rakyat. Ini memalukan!,” tegasBenny.
Sementara, Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti menilai pembangunan IKN harus terus berjalan. Menurutnya, ide untuk memindahkan ibukota juga sudah diwacanakan pasca-reformasi, dan dengan berbagai macam kondisi sosial dan ekonomi Jakarta yang sudah semrawut.
“Saya menyambut baik ditetapkannya IKN, tetapi jangan terlalu dipaksakan untuk cepat selesai sesuai target pada 2024 tanpa memperhatikan kondisi dan kemampuan, karena akan menimbulkan implikasi,terutama ekonomi,”ucapRay.
Ia melanjutkan, dengan memaksakan untuk mempercepat target selesai IKN ini justru menampakan bahwa ini ambisi Presiden Jokowi.
“Ini kelihatannya proyek Jokowi, bukan proyek bangsa ini. Pemerintah ini takut kalau proyek ini tidak jalan, kalau pemerintahan berganti. Padahal tak perlu seperti itu,” kataRay.
Sedangkan, mengenai pemilu, Ray juga menolak wacana tunda pemilu. Menurutnya, “Pernyataan Pak Jokowi ini “maju” ke arah penundaan pemilu, bukannya mundur. Kita harus hati-hati”.
Bila pemilu ditunda, maka pilkada juga berpotensi ditunda. Prinsip keserentakan Pemilu 2024 punya konsekuensi pada pengisian jabatan kepala daerah. Efek amandemen konstitusi untuk menunda pemilu akan ke mana-mana, tidak hanya pemerintahan di pusat tapi juga pemerintahan daerah.
“Hal itu akan membuat kebingunan pemerintahan daerah, sebab dipimpin oleh pelaksana tugas,” katanya.
Ray menambahkan, partai-partai harus ingat bahwa tonggak prinsip Reformasi adalah untuk membatasi jabatan presiden, baik masa menjabat dan periode maupun kewenangan.
“Apa dasar presiden tiga periode? Jangan ada partai anak muda tapi gagasan jadul,” pungkas Ray.
HY