Nasional

FSGI: SKB 4 Menteri yang Baru Tak Akan Maksimal

Channel9.id – Jakarta. Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menilai, keputusan pembukaan sekolah tatap muka di kawasan zona kuning sesuai SKB 4 Menteri yang baru, berisiko memunculkan klaster Covid-19 baru di sekolah.

Sekjen FSGI Heru Purnomo menilai, SKB 4 Menteri yang Juni lalu sebenarnya sudah relatif bisa menjaga anak dan guru. Namun, tidak efektif karena banyak penyimpangan dari sejumlah sekolah.

“Misal, SKB 4 Menteri sebelumnya, SD bisa dibuka di zona hijau 2 bulan setelah SMP/SMA. Tapi dalam SKB 4 Menteri yang baru, SD diperkenankan dibuka bersamaan dengan SMP/SMA di zona kuning. Padahal secara usia, justru anak SD belum memahami risiko dan kesadaran akan kesehatan yang baik,” katanya dalam keterangan pers, Senin (10/8).

Menurut Heru, tidak maksimalnya SKB 4 Menteri sebelumnya karena banyak dilanggar oleh Pemda. Setidaknya, ada 79 daerah yang melanggar SKB 4 Menteri.

“Dan, anehnya tak ada sanksi dari pusat kepada daerah yang melanggar aturan tersebut. Padahal 79 daerah ini sedang mempermainkan kesehatan dan nyawa anak bersama guru,” kata Heru Kepala SMP Negeri di Jakarta Timur ini.

Karena itu, FSGI khawatir, SKB 4 Menteri yang baru juga berpotensi dikesampingkan daerah. Lantaran, tak ada sanksi bagi daerah yang melanggar.

“Terlebih, sifat SKB 4 Menteri yang baru ini, juga memberikan kewenangan pada daerah dan sekolah (termasuk Komite Sekolah) untuk membuka sekolah di zona kuning. Keputusan ini justru akan membuat daerah dan sekolah berbeda-beda nanti dalam praktiknya,” ujarnya.

Heru pun meminta SKB 4 menteri yang baru ini benar-benar diawasi pelaksanaannya. Kemendikbud dan Kemenag harus memverifikasi langsung ke sekolah/madrasah terkait pengisian Daftar Cek Protokol Kesehatan yang diisi sekolah.

“Jangan sampai sekolah tak jujur mengisi. Harus dikroscek betul apakah sekolah/madrasah sudah betul-betul siap menerapkan protokol kesehatan secara ketat. Jangan hanya sekedar mengisi kuesioner secara formalitas, lantas tanpa turun langsung ke sekolah/madrasah. Karena ini akan berbahaya bagi anak dan guru,” ujarnya.

Selain itu, Wasekjen FSGI Satriwan Salim melanjutkan, ditinjau dari efektivitas pembelajaran siswa tatap muka di sekolah zona kuning, juga tak menjamin.

“Sebab pembelajaran dibatasi 4 jam/hari; kantin sekolah dilarang buka; kegiatan ekstrakurikuler dilarang; kegiatan olahraga dilarang; siswa dilarang berkumpul dengan kelas lain; kegiatan kesiswaan OSIS, MPK, dll dilarang; siswa hanya berinteraksi terbatas di kelas sendiri,” katanya.

“Jadi sebenarnya psikososial siswa juga sangat dibatasi walau tatap muka. Karena kegiatan kesiswaan semuanya dilarang. Padahal yang diidam-idamkan oleh anak untuk masuk sekolah adalah kegiatan sekolah yang banyak tadi, berkumpul ramai-ramai, nah sekarang justru semua itu dilarang. Artinya pembelajaran di sekolah juga tak akan efektif, demikian pungkasnya,” lanjutnya.

Karena itu, opsi memperpanjang PJJ dengan perbaikan-perbaikan adalah pilihan terbaik saat ini. Ketimbang anak masuk sekolah di zona kuning (dan hijau), tetapi akan mengancam kesehatan dan nyawanya. Dan pelaksanaan pembelajaran di sekolah juga tak akan optimal pelaksanaannya.

FSGI pun berharap kepada orang tua siswa, memiliki kesabaran hati dalam mendampingi anak selama PJJ/BDR. Komunikasi yang intensif antara guru, wali kelas, dan orang tua adalah kunci kebaikan selama PJJ/BDR bagi anak.

(HY)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

  +  48  =  57