Pekerja yamaha musik
Ekbis

FSPMI Akan Geruduk PT Yamaha Music, Tuding Perusahaan Kriminalisasi Serikat Pekerja

Channel9.id, Jakarta – Ribuan buruh dari berbagai wilayah Jabodetabek dan Jawa Barat bakal mengepung kawasan industri MM2100, Cikarang Barat, Bekasi, Kamis (3/7/2025). Aksi besar-besaran ini digerakkan oleh Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) sebagai bentuk perlawanan terhadap pemutusan hubungan kerja (PHK) dua pimpinan serikat di PT Yamaha Music Manufacturing Asia (YMMA).

Aksi yang direncanakan berlangsung dua hari hingga Jumat (4/7) ini menyoroti pemecatan terhadap Slamet Bambang Waluyo dan Wiwin Zaini Miftah, Ketua dan Sekretaris PUK SPEE FSPMI di PT YMMA, yang dituding terlibat dalam aktivitas kriminal berdasarkan laporan polisi.

Presiden FSPMI Riden Hatam Aziz menyebut tuduhan tersebut sebagai bentuk kriminalisasi terhadap gerakan serikat pekerja.

“Kalau kegiatan serikat dianggap kejahatan, seluruh gerakan buruh terancam dibungkam. Ini preseden sangat berbahaya,” tegasnya.

Empat Tuntutan Buruh

Dalam aksinya, FSPMI membawa empat tuntutan utama:

Membatalkan PHK Slamet dan Wiwin serta mempekerjakan mereka kembali.

Mencabut seluruh surat peringatan kepada anggota serikat.

Mengembalikan pemotongan upah sepihak.

Menyepakati penyesuaian upah tahun 2025 di PT YMMA.

Menurut FSPMI, pemecatan dua pimpinan serikat ini bermula dari laporan pidana yang menuduh mereka melanggar Pasal 169 KUHP—pasal yang umumnya digunakan untuk membubarkan organisasi terlarang atau kelompok kriminal. Tuduhan ini dinilai sangat tidak berdasar dan melecehkan fungsi serikat sebagai bagian sah dari demokrasi industrial.FSPMI menyoroti bahwa pemecatan Slamet dan Wiwin telah bertentangan dengan anjuran resmi pemerintah.

Pada 23 Mei 2025, Mediator Hubungan Industrial dari Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Bekasi telah merekomendasikan agar perusahaan tidak memutus hubungan kerja dan mempekerjakan keduanya kembali.

Tak hanya itu, Kementerian Ketenagakerjaan RI melalui surat resmi tertanggal 10 Maret 2025 juga menyatakan bahwa laporan pidana tidak bisa menjadi dasar PHK sebelum ada putusan hukum tetap.

“Surat dari Kemnaker jelas menyatakan, tidak boleh ada PHK hanya karena ada laporan polisi. Tapi kenyataannya perusahaan tetap melakukannya. Ini pembangkangan terhadap otoritas negara,” ujar Ketua Umum SPEE FSPMI Abdul Bais.

FSPMI menuntut pemerintah, khususnya Kementerian Ketenagakerjaan, untuk segera turun tangan. “Kalau surat resmi dari kementerian saja tak digubris, siapa lagi yang bisa melindungi buruh?” kata Bais.

Ia menambahkan, bila dibiarkan, praktik semacam ini akan menjadi celah bagi perusahaan lain untuk menekan serikat pekerja dengan laporan pidana fiktif.

Aksi solidaritas ini diikuti oleh massa buruh dari Bekasi, Jakarta, Karawang, Purwakarta, Subang, Bogor, Depok, Bandung, Cirebon, Tangerang, Serang, hingga Cilegon. Mereka mendesak PT YMMA segera menghentikan praktik pemberangusan serikat dan menghormati hukum ketenagakerjaan yang berlaku.

“Kami datang bukan hanya untuk Slamet dan Wiwin. Ini tentang menjaga marwah serikat dan hak-hak buruh di seluruh Indonesia,” pungkas Baiz.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

3  +    =  10