Politik

Gerindra Sorot Melesetnya Target Pendapatan Belanja dan Defisit Anggaran dalam APBN 2019

Channel9.id-Jakarta. Fraksi Partai Gerindra menyayangkan kinerja pemerintah lantaran target pendapatan yang tidak terealisasi dan adanya defisit dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)2019.

“Pendapatan Negara hanya terealisasi mencapai 90,56 persen atau sebesar Rp1.960,63 triliun dari target Rp2.165 triliun, yang berarti hanya tumbuh positif sebesar 0,87 persen dari pendapatan negara tahun 2018. Sedangkan Belanja Negara terealisasi 93,83 persen atau sebesar Rp2.309,28 triliun dari target Rp2.461,11 triliun,” ujar Ketua Fraksi Gerindra Ahmad Muzani dalam siaran persnya, Selasa (18/08).

Muzani menuturkan, Gerindra mendorong Pemerintah harus bekerja ekstra keras dalam menaikan rasio pajak, sehingga negara tidak tergantung kepada utang untuk pembiayaan yang setiap tahunnya semakin membesar.

“Kecenderungan penurunan realisasi Belanja Negara diharapkan tidak berlanjut, apalagi untuk tahun 2020 yang memerlukan kerja lebih keras lagi di tengah ancaman resesi ekonomi,”katanya.

Senada dengan Muzani, Sekretaris Fraksi Gerindra Desmond J Mahesa mengungkapkan, dari tujuh indikator asumsi dasar ekonomi makro yang mendasari penyusunan APBN TA 2019, hanya 2 (dua) indikator mencapai target yang ditetapkan, yaitu indikator inflasi dan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS.

Desmond memaparkan, tingkat inflasi tahun 2019 sebesar 2,72 persen, atau di bawah target inflasi yang telah ditetapkan dalam APBN 2019, yaitu sebesar 3,50 persen. Rata-rata nilai tukar rupiah di tahun 2019 berada pada kisaran Rp14.146 per dolar AS, lebih rendah dari asumsi sebesar Rp 15.000.

“Namun, lima indikator asumsi dasar ekonomi makro meleset dari target yang ditetapkan, yaitu: nilai Indonesian Crude Price (ICP) sebesar 62 USD per barel, lebih rendah dari target 70 USD per barel; lifting minyak bumi hanya mencapai 746 ribu dari target 775 ribu barel per hari; lifting gas bumi hanya
tercapai 1,05 juta, sementara asumsinya sebesar 1,25 juta barel setara minyak per hari,” jelasnya.

Desmond menilai, secara umum capaian dan realisasi dari asumsi pada APBN TA 2019 meleset dari target yang ditetapkan, termasuk dua indikator penting yaitu; pertumbuhan ekonomi, dan tingkat bunga SPN 3 bulan tercatat sebesar 5,6 persen.

“Realisasi itu lebih tinggi dari pagu yang ditetapkan sebesar 5,3 persen,” ucapnya.

Lebih lanjut Desmond mengatakan, ekonomi Indonesia selama tahun 2019 hanya tumbuh sebesar 5,02 persen, lebih rendah dari target pertumbuhan ekonomi dalam APBN 2019, yakni 5,3 persen.

“Pemerintah cenderung menyalahkan faktor gejolak ekonomi eksternal dan global. Padahal porsi ekonomi eksternal dan global dalam struktur PDB Indonesia tidaklah signifikan,” jelasnya.

Kemudian, lanjut Desmond, bertambah besarnya anggaran pembangunan ternyata belum mampu mendatangkan perbaikan fundamental ekonomi dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.

“Yang terjadi malah sebaliknya, penurunan, jika dibandingkan realisasi tahun sebelumnya tahun 2018, yang mencapai 5,17 persen,” ucap dia.

Pandemi Covid-19 yang terus berlanjut di tahun 2020 ini mengakibatkan dunia akan menghadapi krisis bahkan resesi ekonomi.

“Demikian juga negara kita, dimana pertumbuhan ekonomi pada Kuartal II menjadi negatif. Hampir semua sektor lapangan usaha tumbuh negatif,” imbuhnya.

Desmond menyebut, sektor pertanian merupakan salah satu lapangan usaha yang tetap tumbuh positif dan bahkan menjadi penyelamat PDB Indonesia.

Ketika sektor industri minus 6,49 persen pada Kuartal II 2020, sektor pertanian justru tumbuh mencapai 16,24 persen.

“Naiknya pertumbuhan sektor pertanian di tengah pandemi Covid-19 dan ancaman resesi ekonomi, memberi pesan kuat kepada Pemerintah dan DPR untuk lebih serius dan tidak basa-basi lagi membangun sektor pertanian,”jelasnya.

Gerindra mengajak semua pihak dan mendorong Pemerintah untuk mengambil kebijakan yang melindungi petani dalam skema perdagangan nasional dan internasional.

Dengan memperhatikan efektivitas kebijakan importasi, dan fokus pada perbaikan Nilai Tukar Petani (NTP) dan Nilai Tukar Nelayan (NTN), juga memberikan akses modal bagi pertanian diharapkan dapat mendorong lahirnya regenerasi petani di desa-desa.

Pemberdayaan petani yang sifatnya karikatif dan charity, harus ditinggalkan, digantikan dengan program yang lebih substantif. Termasuk di dalamnya pengembangan koperasi pertanian.

“Fraksi Gerindra merekomendasikan agar negara maritim seperti Indonesia menempatkan Nilai Tukar Petani (NTP) dan Nilai Tukar Nelayan (NTN) sebagai indikator pembangunan. Petani dan Nelayan memegang peranan penting dalam pengelolaan kekayaan alam yang melimpah. Dua indikator ini diharapkan mendorong intervensi negara dalam menjaga ketahanan pangan dan mengendalikan impor pangan,” pungkasnya.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

5  +  1  =