Channel9.id-Thailand. Google menghapus dua dokumen Google Maps yang menuliskan nama-nama dan alamat ratusan aktivis Thailand yang dituduh oleh aktivis pro-kerajaan sudah mencoreng pihak istana, ungkap Google, pada hari Senin (28/6/2021).
Songklod “Pukem” Chuenchoopol, aktivis pro-kerajaan, mengatakan kepada Reuters kalah dia dan tim relawan sebanyak 80 orang sudah membuat sebuah peta dan berencana akan melaporkan semua nama yang ada di peta tersebut kepada polisi atas tuduhan mencemooh kerajaan Thailand.
Baca juga: Penembakan di Rumah Sakit Darurat Covid-19 di Thailand
Melalui email, juru bicara Google menuliskan kalau isu tersebut sudah diperbaiki dan menekankan : “Kami sudah mempunyai kebijakan yang jelas tentang apa saja yang boleh dilakukan oleh para pengguna di konten My Maps. Kami sudah memblokir para pengguna yang melanggar kebijakan kami,” tekannya.
Salah satu versi maps yang sudah dilihat oleh Reuters menunjukkan kalau maps itu sudah dilengkapi dengan nama-nama dan alamat hampir sekitar 500 orang yang kebanyakan dari mereka adalah siswa. Selain nama dan alamat, maps itu juga dilengkapi dengan foto-foto mereka yang mengenakan seragam kampus atau sekolahnya.
Wajah-wajah mereka disensori dengan kotak hitam dengan angka 112 di bagian matanya. 112 sendiri adalah pasal undang-undang mengenai hukum mencemooh pihak kerajaan yang bisa berakibat hukuman 15 tahun penjara.
Maps itu sudah tidak bisa diakses lagi pada Senin malam.
Singklod mengatakan kalau ia dan tim relawan sudah mencari dan menandai siapapun yang mencemooh pihak kerajaan.
“Ketika kami melihat sesuatu yang ofensif di sosial media, kami akan menaruh nama mereka di maps,” ujarnya. Dia menyebut operasi ini sebagai operasi peperangan psikilogis, bertujuan untuk membuat warga Thailand takut mengkritik pihak kerajaan.
Songklod, 54, seorang mantan kapten militer Thailand dan aktivis pro-kerajaan, menyatakan kalau operasi yang menargetkan oposisi kerajaan itu sebagai kesuksesan besar walaupun mapsnya sudah dihapus oleh Google.
Kelompok pembela HAM dan para kritikus mengungkapkan kalau maps itu juga berisikan data privasi dan alamat ratusan orang yang dapat membahayakan mereka.
“Tiba-tiba saya mendapatkan banyak pesan dari pemuda-pemuda Thailand yang ketakutan karena sudah ditandai di Google Maps, mereka dituduh sebagai orang-orang anti-monarki,” tutur Andrew MacGregor Marshall, kritikus kerajaan Thailand dari Skotlandia. Ia juga merupakan salah satu orang pertama yang mengetahui dan memberitahu soal Maps aktivis pro-kerajaan.
“Sudah jelas kalau para pemuda Thailand itu saat ini sedang terancam bahaya,” pungkasnya.
Tahun lalu, pihak kerajaan dikritik besar-besaran oleh banyak pemuda Thailand dan kebanyakan dari mereka menyerukan reformasi, di jalanan maupun di sosial media.
(RAG)