Virdika Rizky Utama*
Bagi peminat sejarah politik di Indonesia, nama Greg Barton tak akan pernah terlewatkan. Salah seorang Indonesiani asal Australia ini lebih dari 30 tahun meriset tentang Indonesia. Salah satu karyanya yang terkenal adalah biografi Presiden keempat Republik Indonesia Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
Saat berbincang santai dengan Greg, pada 29 Agustus 2019 di Daekin University, Melbourne. Greg mengatakan bahwa buku itu merupakan sebuah karya untuk penghormatan dan kekagumannya terhadap Gus Dur.
“Dia seorang yang berasal dari agama mayoritas di suatu negara, tapi tidak pernah menampakkan rasa superioritasnya terhadap umat beragama lain,” kata Greg. “Justru malah, Gus Dur yang berani pasang badan untuk membela hak-hak kelompok minoritas,” sambungnya.
Ketika ditanyai momen apa yang tak bisa dilupakan saat bersama dengan Gus Dur, Greg mengaku sulit untuk memilih. “Terlalu banyak dan hampir semuanya berkesan,” ucapnya. Tapi, Greg mengingat, saat Gus Dur sakit untuk terakhir kalinya, ia membawa anaknya bertemu dengan Gus Dur.
Lantas, Hana, anak Greg bertanya kepada Gus Dur, “Gus, apakah percaya dengan hantu? Dan apakah hantu benar-benar ada?” Gus Dur diam sejenak dan tersenyum.
Lalu Gus Dur menjawab, “Dulu waktu saya masih muda, saya pernah mengaji di makam sampai tengah malam dan ketiduran.” Gus Dur, kata Greg melanjutkan, tiba-tiba saya terbangun karena beberapa orang yang datang ke makam itu lari dan berteriak, “Ada hantu!”. Jadi, kata Gus Dur, kalau Hana tanya ke orang tersebut, maka mereka akan bilang bahwa hantu itu ada.
Pernyataan itu, menurut Greg, menunjukkan bahwa Gus Dur bukan orang yang dogmatis, yang bisa saja menyatakan bahwa hantu atau hal gaib itu memang ada seperti yang dipercaya oleh orang NU. “Tapi, Gus Dur tak melakukan itu. Dia malah membuka ruang dialog pemikiran bahwa ada yang percaya dan ada yang tidak. Kita tak bisa meyakini bahwa yang kita yakini itu mutlak benar dan menghakimi pendapat orang lain,” tutup Greg.
Jurnalis*