Channel9.id-Jakarta. Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyampaikan bahwa pada Presidensi Indonesia di G20 Tahun 2022, terdapat lima agenda prioritas di jalur keuangan atau financial track yang terkait dengan kerja sama bank sentral.
“Ada tujuh agenda prioritas di dalam jalur keuangan, lima di antaranya bank sentral itu bekerja sama,” ujar Perry, dalam Keterangan Pers Bersama mengenai Presidensi Indonesia di G20 Tahun 2022, Selasa (14/09) malam, secara virtual.
Agenda pertama adalah kebijakan untuk mendukung pemulihan ekonomi. Perry memaparkan, ekonomi global telah mulai membaik namun belum seimbang. Di saat negara-negara maju sebagian besar sudah mulai pulih, negara-negara berkembang masih harus mendorong pertumbuhan ekonomi serta memerlukan kebijakan-kebijakan stimulus moneter, fiskal, maupun sektor keuangan.
“Oleh karena itu, koordinasi ini perlu kita lakukan untuk diperjuangkan di dalam G20 agar pemulihan ekonomi global bisa lebih seimbang dan tidak menimbulkan suatu yang kita sebut spillover effect atau dampak rambatan terhadap negara-negara di negara berkembang,” ujarnya.
Baca juga: Jokowi Ajak Perbankan Kucurkan Kredit
Perry mengatakan, negara-negara maju juga sudah merencanakan untuk mengurangi pelonggaran-pelonggaran kebijakan di sektor keuangan yang selama ini dilakukan, misalnya pelonggaran untuk pengaturan mengenai kredit maupun pembiayaan. Di sisi lain, negara berkembang masih memerlukan hal tersebut.
“Koordinasi di tingkat G20 untuk ini perlu direncanakan secara baik, diperhitungkan secara baik, dan dikomunikasikan secara baik. Well planned, well calibrated, well communicated, sehingga bisa pulih bersama untuk mendukung pemulihan ekonomi dan mengurangi atau menghilangkan dampak yang tidak diinginkan kepada negara berkembang,” jelasnya.
Kedua, upaya mengatasi dampak permanen pandemi untuk mendorong pertumbuhan yang lebih kuat. Perry menyampaikan diperlukan transformasi di sektor keuangan untuk dapat tumbuh lebih produktif, efisien, dan mendukung pertumbuhan yang lebih kuat.
“Jadi tidak hanya untuk pembiayaan dunia usaha di jangka pendek tapi juga jangka panjang. Instrumen-instrumen yang lebih banyak dan juga mekanisme-mekanisme pasar yang bisa mendukung produktivitas dan efisiensi ekonomi dari sektor keuangan,” katanya.
Ketiga, sistem pembayaran di era digital. Di masa pandemi di mana pertemuan fisik berkurang, memunculkan realita baru bahwa digitalisasi semakin cepat di seluruh dunia, termasuk Indonesia.
“Ini akan didorong yang sering kita sebut Cross Border Payment (CBP), agar ke depan mengenai sistem pembayaran secara luas bisa kemudian mengatasi berbagai permasalahan sehingga menurunkan biaya, bisa mempercepat dan memperluas akses maupun juga tentu saja dengan praktik-praktik pasar yang baik. Digitalisasi sistem pembayaran akan mendukung percepatan digitalisasi ekonomi dan keuangan,” paparnya.
Perry, menambahkan, Indonesia juga berencana untuk menerbitkan digital rupiah.
Keempat, pembiayaan berkelanjutan atau sustainable finance. “Ini adalah bagaimana bank sentral bisa mendukung ekonomi yang lebih hijau dan tentu saja sektor riil yang lebih hijau,” imbuhnya.
Terakhir, inklusi ekonomi dan keuangan serta pembiayaan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
“Dari sisi bank sentral, dukungan-dukungan akan diberikan melalui sistem pembayaran digital, kebijakan-kebijakan moneter maupun makroprudensial yang mendukung UMKM, dan literasi keuangan kepada para pelaku UMKM,”tutup Perry.