Nasional

GUSDURian Kecam Penutupan Paksa Masjid Ahmadiyah di Kabupaten Garut

Channel9.id – Jakarta. Koordinator Nasional Jaringan GUSDURian Alissa Wahid mengecam tindakan Pemkab Garut yang menutup paksa masjid Jemaah Ahmadiyah di Kampung Nyalindung, Desa Ngamplang, Kecamatan Cilawu, Kabupaten Garut.

Alissa menilai, penutupan tersebut bertentangan dengan konstitusi dan merupakan bentuk diskriminasi yang menodai asas keadilan.

“Hal ini tentu mencederai semangat kebangsaan dan keberagaman yang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia,” kata Alissa Wahid melalui keterangan tertulisnya, Jumat 7 Mei 2021.

Alissa menyatakan, penutupan masjid sangat ironis sebab dilakukan saat umat muslim tengah melaksanakan salah satu rukun Islam, yaitu berpuasa di bulan Ramadhan. Pun sebagian besar masyarakat Indonesia sedang menjalankan ibadah puasa di 7 hari terakhir bulan Ramadan dengan beribadah di masjid.

Pemerintah Kabupaten Garut menutup masjid di Kampung Nyalindung, Desa Ngamplang, Kecamatan Cilawu, Kabupaten Garut pada 6 Mei 2021.

Peristiwa bermula pada 25 April, sekelompok orang yang bukan warga Nyalindung mendatangi lokasi masjid yang sedang dibangun oleh Jemaah Ahmadiyah dan meminta pembangunan dihentikan.

Baca juga: Masjid Ahmadiyah Disegel, Setara Institute: Bupati Garut Tunduk Pada Intoleran

Pada 29 April ada penanda warna kuning di setiap rumah warga non-Ahmadiyah. Dan puncaknya pada 6 Mei pemerintah daerah dengan semena-mena menutup masjid tersebut.

Alasannya, penutupan tersebut berdasarkan SKB 3 Menteri 2008 dan Pergub No.12 tahun 2011. Padahal kedua landasan yang dimaksud sama sekali tidak mencantumkan diperbolehkannya menutup masjid.

“Jemaah Ahmadiyah kerap menjadi sasaran penyerangan baik oleh pemerintah atau pun kelompok vigilante karena dianggap menyimpang. Padahal konstitusi menegaskan bahwa Negara harus melindungi warganya untuk menjalankan ibadah sesuai agama dan kepercayaan masing-masing,” katanya.

GUSDURian pun meminta agar Pemkab Garut mengembalikan fungsi masjid sebagai tempat ibadah, bukan justru menutupnya. Pemkab juga harus memfasilitasi perlindungan bagi warga Ahmadiyah agar bisa menjalankan ibadahnya dengan aman dan nyaman.

“Bupati Garut sebagai representasi negara harus menjalankan amanat konstitusi, melindungi dan menghormati hak asasi manusia termasuk kebebasan (kemerdekaan) beragama dan berkeyakinan setiap warga negara,” katanya.

GUSDURian juga meminta Presiden Joko Widodo untuk mencabut SKB 3 Menteri No. 3 Tahun 2008 tentang Peringatan dan Perintah kepada Penganut, Anggota, dan/atau Anggota Pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) dan Warga Masyarakat yang rawan disalahgunakan untuk melakukan tindakan inkonstitusional terhadap penganut Ahmadiyah. Selain itu pemerintah perlu mencabut SKB 2 Menteri No. 9 dan No. 8 tahun 2006 tentang pendirian rumah ibadah karena menyebabkan banyaknya rumah ibadah yang dipaksa tutup.

Gubernur Jawa Barat juga diminta untuk merevisi atau bahkan mencabut Pergub No.12 tahun 2011 yang mencederai semangat kebebasan beragama dan berkeyakinan. Gubernur harus menjamin warganya untuk bisa beribadah sesuai agama dan keyakinan sebagaimana amanah konstitusi.

GUSDURian juga meminta tokoh agama untuk mengedukasi umatnya untuk menjaga semangat keberagaman sebagai sunnatullah. Apalagi sejak tahun 2020 Kementerian Agama RI melakukan berbagai langkah moderasi beragama guna menciptakan kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih harmonis.

HY

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

  +  51  =  59