Channel9.id – Jakarta. Direktur Utama Perum Bulog, Bayu Krisnamurthi mengatakan Indonesia telah merasakan dampak krisis pangan dunia, yakni terkait harga beras yang meningkat belakangan ini. Meski begitu, ia mengatakan krisis pangan yang dialami Indonesia tidak sampai dengan kondisi keterbatasan pasokan.
Untuk diketahui, berdasarkan Panel Harga Badan Pangan Nasional (Bapanas), harga beras premium maupun medium pada Senin (12/2/2024) bergerak naik menjauhi harga eceran tertinggi (HET). Di pasar tradisional, harga beras mengalami kenaikan sejak pekan lalu yang tembus hingga Rp18.500 per kilogram.
“Sekarang kan sudah kena (krisis pangan). Contoh di harga Itu sudah kena, salah satu bentuknya. Jadi, kita tergantung bicara crisis by what definition. Krisis yang dipakai oleh badan-badan internasional itu, ada level 1, level 2, level 3. Level 1 itu agak, ketersediaan ada tetapi tidak selancar. Kalau level 3 itu, sudah mikir besok makan apa nggak ya,” kata Bayu dalam wawancara khusus dengan detikcom, dikutip Selasa (13/2/2024).
Menurutnya, kenaikan harga terjadi di seluruh negeri akibat harga gabah yang melonjak. Harga gabah di tingkat petani berada di atas Rp7.000 per kilogram.
Padahal, berdasarkan harga yang telah ditetapkan Badan Pangan Nasional (Bapanas), harga pembelian gabah kering panen (GKP) di tingkat petani sebesar Rp5.000 dan GKP di tingkat penggilingan Rp5.100. Sementara untuk gabah kering giling (GKG) di penggilingan ditetapkan di harga Rp6.200 dan GKG di gudang Perum Bulog Rp6.300.
Tingginya harga beras juga telah terjadi di negara lainnya. Bayu mencontohkan dengan harga beras impor dari beberapa negara seperti Vietnam hingga Thailand juga telah meningkat.
“Dampak yang terasa di kita yang paling utama adalah harga, itu yang jelas-jelas tadi sudah juga dengan beberapa contoh, beras tadinya US$ 530, US$ 535, menjadi US$ 630, US$ 640, itu kenaikan yang sangat-sangat signifikan, terasa sekali,” ucapnya.
Dampak lainnya adalah soal kondisi iklim dunia yang juga terasa di Indonesia. Kondisi iklim ini di Indonesia mempengaruhi produksi pangan, salah satunya beras.
“Nah terus juga yang terjadi (terkait) krisis pangan bukan hanya yang paling terasa sekali, bukan hanya politik, tapi El Nino, produksi yang turun,” jelas dia.
Krisis pangan berdampak ke Indonesia juga terkait dengan mahalnya pupuk dunia hingga menyebabkan, biaya produksi pertanian juga melonjak. Kondisi ini tentu akan mempengaruhi harga pangan di tingkat konsumen.
“Terus krisis pangan yang tidak langsung karena konflik geopolitik adalah pupuk yang mahal sekali. Itu juga, jadi sudah kalau menurut saya sih kita sudah karena dampaknya sudah merasakan dampak krisis pangan,” pungkasnya.
Sebagai informasi, harga eceran tertinggi (HET) beras yang dipatok pemerintah yakni sebesar Rp10.900 hingga Rp11.800 per kilogram untuk beras medium, sedangkan beras premium Rp13.900 hingga Rp14.800 per kilogram.
Namun, harga beras premium tercatat naik 0,77 persen menjadi Rp15.750 per kilogram dan beras medium naik 0,88 persen menjadi Rp13.830 per kilogram.
Tingginya harga beras juga terkait dengan ketersediaan. Sejak tahun lalu saja, ketersediaan beras Indonesia mengalami penurunan produksi di sentra-sentra produksi hingga 2,05 persen, dari sebelumnya 31,54 juta ton di tahun 2022 menjadi 30,90 juta persen. Hal itu lantaran adanya efek kemarau panjang alias El Nino.
Baca juga: Waduh! Pedagang Pasar Teriak, Harga Beras Makin Tak Jelas
HT