Channel9.id – Jakarta. Setara Institute mengingatkan Polri agar tetap berfokus pada tiga tugas utamanya dalam momentum HUT ke-79 Bhayangkara yang diperingati pada 1 Juli 2025. Tugas tersebut meliputi pemeliharaan keamanan dan ketertiban, penegakan hukum, serta perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.
Ketua Badan Pengurus Setara Institute Ismail Hasani menyatakan bahwa fokus pada tugas pokok akan menjadi tolok ukur utama dalam penilaian publik terhadap Polri. Ia menegaskan bahwa ketiga tugas itu merupakan esensi dari keberadaan Polri di tengah masyarakat.
“Tiga tugas utama inilah yang pada akhirnya akan menjadi fokus penilaian masyarakat dalam melihat kinerja Polri,” kata Ismail dalam siaran pers Setara Institute, diterima Selasa (1/7/2025).
Ia menjelaskan bahwa tingkat kepercayaan publik terhadap Polri masih berfluktuasi berdasarkan hasil berbagai survei. Meski sempat menyentuh angka 80 persen, kepercayaan tersebut menurun dalam sejumlah temuan lembaga survei.
“Angka ini kemudian naik turun sejalan dengan pihak yang melakukan survei, seperti dilakukan oleh Civil Society for Police Watch, yang pada Februari 2026 mencatat tingkat kepercayaan publik terhadap Polri hanya menyentuh angka 48,1 persen,” katanya.
Ia juga mengutip temuan Litbang Kompas pada Januari 2025 yang mencatat angka kepercayaan sebesar 65,7 persen. Berdasarkan hal itu, menurut Ismail, Polri masih menghadapi tantangan serius dalam menjalankan fungsi utamanya.
Setara Institute mencatat sedikitnya ada 130 masalah yang masih melekat di tubuh Polri berdasarkan riset tahun 2024. Masalah-masalah ini dinilai memerlukan langkah penanganan secara sistematis dan berkelanjutan.
“Hasil Riset Setara Institute (2024) bahkan mencatatkan terdapat 130 permasalahan melekat di tubuh Polri, yang menuntut penyikapan sistematis dan berkelanjutan,” ujar Ismail.
Dalam pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, Polri dinilai cepat merespons kebijakan, termasuk mendukung program Asta Cita. Salah satu bentuk dukungannya adalah penguatan ketahanan pangan serta pemberantasan premanisme.
“Beberapa respons yang paling menonjol adalah peningkatan hak atas rasa aman bagi warga atas tindakan premanisme,” katanya.
Polri juga disebut mendukung upaya peningkatan pendapatan negara dengan membentuk Satuan Tugas Khusus Optimalisasi Penerimaan Negara. Inisiatif ini dinilai strategis karena dapat memperkuat pelayanan publik lewat penguatan APBN.
“Jika Satgas ini bekerja efektif, maka Polri telah menjadi bagian penting dalam memastikan peningkatan penerimaan negara, penegakan hukum pada sektor hukum keuangan, dan sekaligus melimpahkan pelayanan publik, karena APBN yang semakin kuat akan mengakselerasi pelayanan publik yang berkualitas,” kata Ismail.
Dalam kajian Indeks Inklusi Sosial Indonesia (IISI) yang dilakukan Setara Institute tahun 2025, Polri dinilai cukup responsif terhadap kebijakan inklusi sosial. Respons tersebut mencakup perlindungan terhadap kelompok perempuan, anak, dan penyandang disabilitas.
“Dalam studi Indeks Inklusi Sosial Indonesia (IISI) yang dilakukan Setara Institute (2025), institusi Polri juga termasuk lembaga negara yang responsif dalam merespons aspirasi publik dalam memenuhi kebijakan inklusif,” ujar Ismail.
Kapolri Listyo Sigit Prabowo dinilai berkontribusi terhadap pelembagaan tata kelola inklusif dengan membentuk Direktorat Tindak Pidana Perempuan dan Anak serta Tindak Pidana Perdagangan Orang. Ismail menilai langkah tersebut akan memperkuat kualitas pelayanan publik.
“Langkah institusional ini akan mengakselerasi meningkatkan pelayanan masyarakat yang berkualitas,” katanya.
Meskipun mendukung kebijakan Presiden Prabowo, Setara mengingatkan agar keterlibatan Polri dalam program Asta Cita tetap berada dalam batas tugas pokok. Polri sebaiknya fokus menindak pelanggaran hukum di sektor pangan dan energi dibanding langsung terlibat dalam produksi.
“Jika pemerintah mengagendakan percepatan swasembada pangan, maka Polri akan lebih baik memastikan penegakan hukum pada sektor distribusi pupuk dan penegakan hukum atas kartel-kartel pangan, dibanding terlibat langsung dalam penanaman jagung dan padi,” ujar Ismail.
Ia menekankan perlunya transformasi sistemik dalam institusi Polri untuk memastikan pelaksanaan tugas berjalan presisi. Langkah tersebut juga penting untuk mendukung agenda pembangunan nasional.
“Polri dituntut melakukan transformasi sistemik dan institusional untuk memastikan tiga tugas utama Polri benar-benar dijalankan secara presisi dan mendukung pencapaian agenda pembangunan nasional,” katanya.
Setara Institute juga mendorong penguatan sistem peradilan pidana sebagai bagian dari reformasi Polri. Ismail menilai revisi KUHAP dan UU Polri menjadi instrumen penting dalam proses tersebut.
“Komisi III DPR RI semestinya menyegerakan revisi UU Polri sebagai instrumen transformasi Polri,” ujar Ismail.
Baca juga: Momen Prabowo Pimpin Upacara HUT ke-79 Bhayangkara di Monas
HT