Oleh: Jimmy Philip Paät
Channel9.id – Jakarta. UNJ dan alumninya sedang berduka. Ibu kita tercinta Ibu Conny Semiawan baru saja meninggalkan kita untuk selamanya. Semoga Ibu berada di sisiNya. Amin.
Saya pribadi mengenal Ibu Conny sebagai dosen keren, saat saya mahasiswa di awal tengah kedua dekade 70. Saya mendengar dari salah satu dosen senior banget ketika Ibu Conny kembali menjadi dosen di IKIP Jakarta. Sang dosen kira-kira bilang begini “Ibu Conny sudah kembali dari Medan. Beliau dosen hebat”.
Saya belum pernah melihat Ibu Conny tetapi sudah mendengar penilaian yang hebat tentangnya. Setahu saya Ibu Conny di tahun 60-an di FKIP UI mengajar Evaluasi sebelum ikut suaminya bertugas di Medan.
Saya membayangkan di kuliah inilah banyak mahasiswi/a dekade 60-an awal berkesempatan diajar ibu kita yang keren ini.
Balik ke cerita ibu Conny yang kembali ke “rumahnya” di IKIP Jakarta. Seingat saya, saya menghadiri ujian terbuka doktor Ibu Conny. Saya hanya mendengar dari luar ruangan. Sayang saya sudah lupa pertanyaan para penguji. Kita ketahui Ibu memperoleh nilai yang sangat memuaskan dalam ujian doktor itu.
Baca juga: Rektor UNJ: Conny R Semiawan Tokoh Pendidikan.yang Punya Pemikiran Besar
Saya juga mengajak teman-teman untuk mengingat kembali aktivitas Ibu Conny. Bagi saya, ini salah satu ciri khas Ibu Connu yaitu kegiatannya di dunia musik. Tentu tidak sedikit yang mengetahui Ibu Conny suka musik, aktif berpiano dan sempat memperoleh beasiswa untuk melanjutkan studi piano di luar negeri hanya tidak diambil.
Tapi mungkin tidak banyak di antara kita yang mengetahui Ibu Conny itu guru piano dan juga pianis di dekade 50. Cerita tentang Ibu Conny sebagai guru piano ini pernah saya dengar dari pianis hebat Indonesia, Ibu Ira SUDIARSO (Ibu dari Aisha SUDIARSO PLETSCHER, Kepala Sekolah Musik YPM).
Satu lagi kegiatan Ibu Conny yang saya rasa kurang sekali terdengar khususnya di kaum paguyuban kampus Rawamangun. Ibu Conny salah satu penggagas Komunitas Musik di Surabaya. Ibu bersama Pak Slamet Abdul Sjukur, komposer hebat bangsa ini yang studi komposisi di Paris. Komunitas ini dianggap yang menghidupkan musik (khususnya musik yang disebut “musik klasik” masyarakat Surabaya).
Kegiatan Ibu Conny di bidang musik itu saya dengar dari Musisi (klarinetis) Pak Suka Harjana saat membahas permusikan di Gedung Kesenian sekitar 10 tahun lalu.
Mungkin saya bisa katakan guru bermusik, guru memiliki apresiasi musik merupakan ciri guru didikan sekolah guru era kolonial dan awal kemerdekaan (hingga 50-an awal). Ibu Conny salah satu contoh yang memperoleh pendidikan era itu.
Kita bisa melihat jauh ke belakang murid Kweekschool di antaranya Tan Malaka. Kita perlu periksa siapa saja komposer era kemerdekaan yang keluaran Kweekschool.
Salah satu ciri keluaran sekolah guru ini rasa saya tidak lagi kita rasakan saat ini. Sayang sekali.
Selamat jalan Ibu Conny tersayang. Kami alumni UNJ selalu ingat Ibu.
Penulis adalah Praktisi Pendidikan Alumni IKIP (UNJ) Jakarta