Channel9.id-Jakarta. Pandemi virus Corona turut berdampak pada industri perfilman Indonesia. Salah satunya, syuting film bertajuk Kadet 1947 mesti diundur karenanya.
Film yang digarap oleh tiga rumah produksi ini–yakni Temata Studios, Legacy Pictures dan Screenplay Films, baru menjalani tiga hari syuting dari target 40 hari yang dijadwalkan. Kendati begitu, saat ini sejumlah tim tetap bekerja agar ketika pandemi berakhir, tim bisa siap syuting.
Syuting film ini nantinya digelar di salah satu landasan udara yang sudah tidak beroperasi di Wonosari, Yogyakarta.
Hal itu sebagaimana produser Celerina Judisari. “Perlu diketahui seharusnya film ini rilis Agustus bersamaan dengan 75 tahun Indonesia merdeka. Dengan kondisi kayak gini mungkin dan tidak mungkin, agak susah mengejar ke sana,” sambungnya.
Sebagai informasi, Kadet 1947 merupakan adaptasi dari peristiwa ketika tujuh kadet Angkatan Udara Republik Indonesia (kini TNI AU) menyerang markas Belanda pada 21 Juli 1947.
Peristiwa sejarah ini tidak begitu populer. Bahkan tidak ada dalam dalam buku pelajaran sejarah di sekolah. Sang penulis naskah sekaligus sutradara, Rahabi Mandra, pun mengakuinya.
“Karena ini bukan cerita populer, justru daya tariknya ada di situ. Banyak orang yang pengin tahu,” pungkasnya, melalui video konferensi, Rabu (15/4) sore.
Tak hanya Habi, skenario pun ditulis dan disutradarai oleh Aldo Swastia. Lalu, selain Celerina, kursi produser juga duduki oleh Tesadesrada Ryza dan Dewi Umaya sebagai co produser.
Film ini berfokus pada pada perjuangan tujuh kadet dan pasukan di pangkalan udara Magoewo, Yogyakarta. Adapun mereka yakni Sutardjo Sigit (Baskara Mahendra), Mulyono (Kevin Julio), Suharnoko Harbani (Ajil Dito), Bambang Saptoadji (Samo rafael), Kapoet (Fajar Nugra), Dulrachman (Chicco Kurniawan) dan Sutarjo (Wafda Saifan).
Selain mereka, ada pula pemeran pendukung yang diperankan oleh Ibnu Jamil, Tatyana Akman, Lutesha, Mike Lucock dan Indra Pacique.
Salah satu aktor, Baskara, mengisahkan bahwa dirinya dan aktor lainnya harus mengikuti pelatihan di TNI AU. Tujuannya untuk mengetahui hal teknis dan memahami kondisi saat itu.
Mereka pun menjalani sesi dengan pihak yang memahami sejarah.
“Saat pembacaan naskah kami banyak mengulang (akting), apakah yang kami lakukan sudah sesuai dengan anak muda di tahun 1947. Kalau kami lagi kumpul vibe 1947 terasa,” ujarnya.
Sementara itu, Samo dan Wafda mengaku kesulitan karena harus berbahasa Jawa.
(LH)