Channel9.id – Jakarta. Imparsial menyoroti dugaan pelanggaran serius dalam pelaksanaan program Tabungan Wajib Perumahan (TWP) TNI Angkatan Darat yang memotong gaji prajurit secara besar-besaran. Program yang dikelola secara swakelola oleh Badan Pengelola TWP TNI AD itu dinilai menyengsarakan ribuan prajurit, khususnya dari golongan tamtama.
Direktur Imparsial, Ardi Manto Adiputra, menyatakan program tersebut menimbulkan beban cicilan yang sangat berat bagi prajurit.
“Terjadi pemotongan hingga 80 persen dari gaji pokok, ancaman pemindahan bagi prajurit TNI AD yang tidak mengikuti program tersebut sehingga hal ini jelas sebagai bentuk pemaksaan atau bukan kesukarelaan,” kata Ardi dalam siaran pers Imparsial, dikutip Kamis (7/8/2025).
Menurutnya, para prajurit yang diwajibkan mengikuti program ini justru mengalami nasib yang tidak menentu. Rumah yang dijanjikan dalam skema cicilan tersebut sebagian besar tak kunjung terealisasi.
“Alih-alih mendapatkan atau meningkatkan kesejahteraan, saat ini justru ribuan prajurit TNI tersebut mengalami nasib yang tidak menentu karena perumahan yang dijanjikan sebagian tidak kunjung terealisasi dan dapat mereka nikmati,” ucapnya.
Ardi menilai pemotongan gaji dalam jumlah besar mengganggu pemenuhan kebutuhan dasar para prajurit. Kondisi ini dianggap menciptakan ketidakadilan struktural dalam sistem kesejahteraan militer.
“Hal ini tentu saja bertentangan dengan prinsip dasar terkait kewajiban negara untuk membentuk prajurit militer yang profesional, yaitu militer yang profesional adalah yang digaji secara layak (well paid),” jelasnya.
Imparsial juga menyinggung potensi pelanggaran hukum dalam pengelolaan dana TWP yang dilakukan secara internal oleh institusi militer. Ardi merujuk pada temuan Puspom TNI AD pada 2020 tentang hilangnya dana senilai Rp381 miliar dari simpanan BP TWP AD.
Selain itu, terdapat kasus Brigjen YAK yang terbukti menyalahgunakan dana TWP TNI AD sebesar Rp127 miliar selama periode 2013–2020. Karena itu, Imparsial menilai pengelolaan program KPR semestinya dilakukan oleh lembaga keuangan di luar institusi TNI.
“Oleh karena itu, pelaksanaan program KPR prajurit seharusnya diselenggarakan oleh lembaga keuangan yang transparan dan akuntabel yang bukan berasal dari dalam institusi TNI itu sendiri,” jelas Ardi.
Lebih lanjut, Imparsial mendesak agar seluruh persoalan hukum dalam program ini diusut secara tuntas melalui proses peradilan umum. Hal ini dinilai penting untuk menjamin akuntabilitas dan menghindari praktik impunitas yang selama ini kerap terjadi.
“Jangan sampai seperti yang sudah-sudah, berbagai persoalan hukum yang menyangkut prajurit TNI berujung pada praktik impunitas,” ujar Ardi.
Imparsial juga menekankan pentingnya menciptakan prajurit TNI yang sejahtera agar mampu menjalankan tugas pertahanan secara profesional. Untuk itu, Imparsial mendorong agar pemotongan gaji prajurit dihentikan sementara dan dilakukan audit menyeluruh oleh lembaga yang kredibel.
“Imparsial mendesak kepada Panglima TNI dan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) untuk sementara menghentikan program ini terlebih dahulu, menghentikan pemotongan gaji terhadap prajurit TNI AD, hingga terhadap kasus ini dilakukan audit secara menyeluruh dan transparan oleh lembaga yang kredibel dan jika perlu melibatkan institusi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),” tegas Ardi.
HT