Channel9.id-Jakarta. Saat ini pertumbuhan digital di seluruh dunia begitu pesat. Hal ini juga diiringi dengan meningkatnya ancaman siber. Di Indonesia, misalnya. Baru-baru ini dilaporkan bahwa sejumlah perusahaan di Indonesia dilaporkan mengalami kerentanan dari sisi keamanan data siber.
Pertumbuhan digital di Indonesia memang menjanjikan. Menlo Security menyebutkan bahwa Indonesia memiliki 202 juta pengguna internet, yang berkontribusi sekitar US$70 miliar terhadap ekonomi digital nasional pada 2021. Angka ini diproyeksikan mencapai US$146 miliar pada 2025 mendatang.
Di lain sisi, hal itu juga diiringi kerentanan di sisi keamanan sibernya. Menurut laporan terbaru dari National Cyber Security Index (NCSI), keamanan siber Indonesia berada di peringkat ke-6 di ASEAN, dan urutan 83 dari 160 negara secara global.
Sementara itu, menurut laporan ASEAN Cyberthreat Assesment 2021 dari Interpol, Indonesia menjadi negara di ASEAN yang paling banyak mengalami ancaman ransomware, yakni dengan 1,3 juta kasus. Jumlah ini hampir setengah dari total keseluruhan ancaman ransomware di antara negara-negara ASEAN.
Setelah Indonesia, ada Vietnam di urutan kedua dengan 886.874 kasus. Adapun Brunei menjadi yang terendah dengan 257 kasus.
Sebelumnya, Interpol mengungkapkan bahwa sekitar 2,7 juta ransomware terdeteksi di negara-negara ASEAN sepanjang tahun 2021. Adapun salah satu alasan utamanya adalah jaringan lama (legacy network) dan infrastruktur keamanan jaringan tidak lagi mampu mengakomodir cara bekerja orang pada lanskap modern saat ini, termasuk dalam mencegah Highly Evasive Adaptive Threats (HEAT) yang dapat mengakibatkan ransomware.
Diketahui, ancaman-ancaman siber itu kian santer sejak pandemi COVID-19 melanda—di mana banyak kegiatan beralih ke digital. Adapun ancaman-ancaman itu umumnya menyasar perusahaan besar dan institusi pemerintahan.